JAKARTA, BINADESA.ORG – Revolusi hijau muncul dengan banyaknya benih-benih ajaib dari dapur-dapur penelitian yang dibayai oleh swasta bermodal uang besar, khususnya International Rice Research Institute (IRRI) yang dapurnya di Los Banos, Philipina. Salah satu hasil IRRI adalah IR-64, benih ajaib yang sangat populer di Indonesia. Benih-benih ajaib ini pula yang menghilangkan benih-benih nenek moyang yang telah ada sebelum lahirnya IRRI. Akhirnya, IRRI dan kawan-kawannya membuat petani sedunia ketergantungan benih ke perusahaan benih dunia, misalnya Monsanto, Syngenta, Bayer, dan lain-lain.
Sekarang, dunia dikejutkan lagi dengan “Golden Rice” (baca: beras emas). Pasti pertanyaan yang muncul adalah apa beras emas dan bagaimana sejarah perkembangannya? Penjelasannya agak-agak rumit juga terkait hal ini.
Kurang lebih penjelasannya begini : orang-orang pintar sekarang ini selalu saja mencari peluang di antara kesulitan. Mengapa begitu? Mereka tahu bahwa banyak negara berkembang dan miskin yang kekurangan vitamin A dan malnutrisi, yang merupakan masalah pelik juga sekarang ini. Dengan alasan kemanusian membantu mengurangi pelik tersebut, orang-orang yang bermodal uang besar dan mempunyai perusahaan membiayai penelitian sehingga terciptanya Golden Rice atau sebutan lain beras Vitamin A. Beras ini merupakan hasil dari rekayasa genetika yang bisa menghasilkan betakaroten, pelopor utama untuk vitamin A.
Menyambung dari atas, sejarah Golden Rice ini mulai diteliti tahun 1991 dan kemudian pada tahun 2000 oleh Dr. Ingo Potrykus dan Dr. Peter Beyer mulai diperkenalkan kepada umum. Hak patennya telah dibeli oleh Syngenta dari Dr. Ingo Potrykus. Namun pemain utama yang bertanggung jawab dalam pengembangan serta penerapannya ke depan adalah IRRI serta lembaga penelitian beras di masing-masing negara.
Dewasa ini, Golden Rice sedang direncanakan sebagai barang dagangan di empat negara; India, Bangladesh, Philipina dan Indonesia. Di negara Philipina telah dilakukan uji coba penanaman pada tahun 2013 di Bicol, namun oleh beberapa serikat petani dicabuti dan dirusak lahan uji coba tersebut beserta tanamannya beras emas.
Di negara Bangladesh telah dilakukan uji coba terbatas juga dilakukan oleh Lembaga Penelitian Beras Nasional (BRRI) dan langkah lanjutannya adalah menanam di berbagai lokasi di lahan petani. Untuk Negara India beras emas ini telah juga dilakukan uji coba dengan beras Swarna. Di Indonesia sendiri telah dilakukan uji coba sejak 2012 di Balai Benih Padi di Bogor dengan memakai IR-64. Namun menurut peneliti hasil rekayasa genetika tersebut berkualitas rendah dibanding IR-64 konvensional. Dari hasil tersebut maka penelitian dihentikan sementara. Namun sampai sekarang tidak tahu mengenai status penelitiannya, dilanjutkan atau bagaimana.
Dahsyat sekali perjalanan golden rice ini, senyap namun mematikan. Petani yang cerdas pastinya tidak akan mau lagi terjadi Revolusi Hijau episode yang kedua, cukup hanya satu kali saja. Kata kunci dari itu semua ada stop dan lawan Golden Rice buatan perusahaan. Mari kita rawat benih-benih yang masih ada untuk anak cucu kita. Salam! (Editor : GN)
Disarikan dari berbagai sumber