Kenapa reforma agrarian penting bagi bangsa seperti Indonesia? Dalam sejarahnya bangsa ini adalah bangsa yang terjajah ratusan tahun, hal itu membuat sumberdaya agrarianya dikuasai pula oleh bangsa colonial selama ratusan tahun sehingga setalah merdeka bangsa ini penting melakukan reforma agrarian untuk melakukan penataan kembali struktur pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraririanya untuk keadilan rakyat. “Hatta pernah berpesan dan memastikan agar tanah jangan sampai jadi komoditas”
Itulah beberapa dari paparan pakar polirik Agraria Gunawan WIradi dalam sebuah diskusi bersama komunitas desa dalam acara “Pendidikan pengorganisasian komunitas desa” yang diselenggarakan Bina Desa di Mutiara Carita, (28/01).
Menurut Gunawan Wiradi, reforma agrarian harus menjadi dasar pembangunan bangsa seperti Indonesia. “Pendiri bangsa sudah sejak awal memiliki kesadaran reforma agraria dan dengan tegas menunjukan kehendak politiknya untuk melakukan reforma agrarian.” Ujarnya.
Setelah kemerdekaan land reform pernah dilakukan atas desa perdikan (yang dipandang sebagai terjadi ketimpangan pemilikan dan penguasaan sumber agraria), pada 1948 land reform kembali di uji coba di wilayah Surakarta dan Jogjakarta. Keberhasilan dua land reform tersebut akhirnya turut pula melatar belakangi lahirnya penaitia Jogjakarta yang nantinya merumuskan lahirnya UUPA 1960. “Pada saat itu panitia bersemboyan –kami memang ahli tapi kami bukan desa, maka jiwa UUPA ini nanti haruslah berjiwa kerakyatan.“ terang Gunawan Wiradi.
Seiring dengan pergantian rezim dari orde lama ke orde baru, kondisi politik dan kehendak politik berubah. Rezim orde baru rupanya tidak menginginkan reforma agraria. Orde baru lebih ingin menembuh jalan liberalisme dalam pembangunanaannya.
“Orde baru memang tidak mau sama Reforma Agraria, tapi tidak mau juga Orde Baru dibilang begitu, maka dia memilih program transmigrasi sebagai ganti reforma agrarian. Orde baru tidak pernah menjadikan reforma agrarian sebagai dasar pembangunan, akhirnya memilih jalan pragmatis seperti peningkatan produksi pangan dengan jalan revolusi hijau selama beberapa pelita.” Ujar Gunawan Wiradi.
Setelah orde reformasi lahir, Gunawan Wiradi menyebut situasi dan kondisi pada generasi sekarang juga tak kalah berat dan rumitnya. “situasi sekarang kita di jepit dari tiga arah, dari atas ada globalisasi dan liberalism, dari bawah otonomi dairah dan dari samping kita di ancam upaya bebas privatisasi sumberdaya agraria.” Ujarnya. Ia juga menyatakan jepitan itu memicu makin intensnya konflik agrarian. “Konflik adalah Fase tertinggi dari persaingan. Bungkusnya bisa konflik agama, HAM, dan lainnya. Tapi yang sesungguhnya konflik itu semua adalah konflik agrarian. “ imbuhnya.
Harus Ada Kemauan Politik
Menurut Gunawan Wiradi hal yang bisa dilakukan dalam situasi sekarang adalah menyiapkan prasyarat dan prakondisi untuk reforma agrarian yaitu terciptanya “kemauan politik” yang nyata.
“saya berulang kali menyatakan ditengan situasi reformasi seperti sekarang, atau lebih repot ’situasi transisi’ ini, kita harus berusaha menciptakan prakondisi bagi terbentuknya momentum yang memenuhi prasyarat bagi agenda pembaruan agrarian. Prakondisi yang paling utama adalah adanya ‘komitmen politik’ yang nyata.” Tegasnya.
Namun melihat situasi sekarang dimana mungkin ada ketidakpahaman para elit atas agenda reforma agrarian dan sebagain mungkin menentang, tampaknya komitmen politik itu masih sulit. “oleh karena itu, salah satu cara untuk mendorong komitmen itu adalah digerakannya ‘dongkrak’ dari bawah. ‘reforma’ atas prakarsa bawah baik dari desa, kecamatan atau kabupaten.” Kata Gunawan Wiradi. “yang mungkin kita lakukan sekarang ini tidak lah dirumuskan sebagai strategi implemntasi landreform, malainkan ‘strategi untuk mendorong komitmen politik yang nyata.” Pungkasnya.
Selain kemauan politik dari elit penguasa harus ada, hal lain yang penting bagi kemungkinan reforma agraria yang genuine dan berhasil adalah adanya organisasi rakyat yang kuat dan pro reforma agararia, data yang rigit dan lengkap, TNI/ABRI harus mendukung dan birokrasi pemerintah harus terpisah dari kalangan elit bisnis. “reforama agrarian seharusnya menjadi dasar bagi pembangunan secara keseluruhan.” Pungkas Gunawan Wiradi.* (SC)