
WATES, BINADESA.ORG—Perubahan sistem kekuasaan yang tidak lagi bersifat monopolitik karena makin maraknya partai politik dan munculnya kekuatan masyarakat sipil dalam sistem politik di Indonesia sejak runtuhnya rezim orde baru ternyata tak membawa perubahan yang signifikan. Utamanya terhadap perubahan sosial terutama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
Keprihatinan inilah yang membuat Sekertariat Bersama (Sekber) Masyarakat Sipil Kulon Progo, PKBI Kulon Progo serta Swara Nusa Institute berinisiatif mengadakan diskusi publik dan penampilan teatrikal serta musikalisasi puisi dengan judul Geger Genjik Udan Kirik bertempat di pendopo alun-alun Wates, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Sabtu (29/10/2016) malam.
Selain wujud keprihatinan tersebut, acara ini diselenggarakan guna memperingati Hari Sumpah Pemuda. Ketua Sekber Masyarakat Sipil Kulon Progo, Suyanto menyampaikan bahwa diskusi ini diikuti oleh puluhan orang dari berbagai unsur masyarakat.

”Untuk diskusi publik kami mengambil tema peran pemuda sebagai warga negara dan agen perubahan dalam konteks demokrasi lokal,” tutur Suyanto, Sabtu malam. Pemilihan tema ini, menurut Suyanto karena sebentar lagi Kulon Progo akan mengadakan Pilkada sehingga peran pemuda sangat dibutuhkan.
Selain itu, dalam diskusi publik ini juga dibahas tentang seberapa jauh relasi pemerintah kepada masyarakat. ”Kita ingin mengaktualisasikan pada masyarakat serta pemerintah bahwa kita memang punya kepedulian kepada Kulon Progo,” imbuh Suyanto.
Sementara itu, terkait pemilihan lakon Geger Genjik Udan Kirik merupakan salah satu bentuk sindiran terhadap pemerintah. Geger Genjik Udan Kirik merupakan sebuah istilah dalam kebudayaan Jawa yang menggambarkan situasi kacau balau yang teramat dahsyat.
”Kekacauan situasi ekonomi, politik, sosial dan budaya dimana kehidupan ekonomi diwarnai dengan kemiskinan dan penindasan, kehidupan politik dipenuhi dengan pejabat yang korupsi dan kehidupan sosial budaya dipenuhi dengan konflik, ini yang coba kita lakonkan dimana hal ini mirip seperti yang dialami bangsa Indonesia saat ini,” tegas Suyanto.
Pada klimaksnya, masyarakat membutuhkan dan menginginkan munculnya pemimpin yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Harapan tersebut akhirnya dijtuhkan kepada para pemuda yang diibaratkan seperti jabang bayi yang masih murni dengan harapan mampu membawa perubahan nilai-nilai sosial (###)