Bina Desa

Jaringan Petani Alami Polman Rancang Kertas Kebijakan

Polewali Mandar – Di tengah suasana hujan Desa Bumi Mulyo, Kecamatan Wonomulyo, Sulawesi Barat, puluhan petani alami, aktivis muda dan pegiat literasi berkumpul selama tiga hari dalam Workshop Penyusunan Kertas Kebijakan dan Pendidikan Advokasi yang diselenggarakan oleh Serikat Petani Polewali Mandar (SPPM) dengan dukungan Bina Desa (28-30/5).

Kegiatan ini bukan pertemuan rembug tani biasa. Sejak hari pertama, para peserta langsung terlibat aktif dalam menyusun kertas kebijakan yang berbasis pada hasil musyawarah dan konsolidasi beberapa bulan sebelumnya. Tiga isu utama yang semula diangkat — dominasi pertanian berbasis kimia, lemahnya kontrol petani atas harga produksi, serta kebijakan pertanian yang bersifat top-down dan tidak berpihak kepada petani — menjadi topik pembahasan utama dalam sejumlah diskusi kelompok dan pleno.

Namun proses diskusi tersebut justru berkembang dan membuka dinamika baru. Melalui curah pendapat dan peninjauan lintas kelompok, para peserta kemudian menemukan dua isu tambahan yang mencuat dalam pembahasan, yaitu tentang alih fungsi lahan pertanian dan isu normalisasi sungai. Kedua isu ini kemudian disepakati untuk dibahas sebagai bagian dari lima isu strategis dalam dokumen kebijakan yang sedang dirumuskan tersebut.

Isu normalisasi sungai bahkan sempat menyita perhatian khusus. Hal ini mengingat di beberapa tahun terakhir menunjukkan situasi yang mengkhawatirkan, dimana sedikitnya lima desa di dua kecamatan di Polman telah mengalami banjir musiman akibat pendangkalan sungai, yang berampak merugikan banyak petani dan para petambak yang ada di daerah dengan sejumlah kanal sungai tersebut.

“Sudah langganan, setiap musim tanam kami berjibaku dengan banjir. Kalau nasib lagi buruk, kami bisa gagal total. Tapi kalau masih ada rejeki, ya bisa panen sedikit sekadar menjaga dapur tetap mengepul,” ujar Awaluddin, tokoh petani alami asal Bumi Mulyo yang juga Ketua Jaringan Pendidik Pertanian Alami (JAPPA) Sulbar.

Senada dengan itu, Thalib, petani muda praktisi pertanian alami yang juga seorang petambak dari Desa Galesso, menyampaikan keresahannya. “Kalau banjir,.selain sawah tergenang, kami juga kehilangan banyak isi tambak karena air meluap. Bahkan di sini, orang-orang sudah biasa dengan rutinitas ‘menangkap’ ikan yang keluar dari tambak saat banjir,” ucapnya getir.

Untuk merajut kelima isu menjadi satu dokumen kebijakan yang utuh, fasilitator mengajak peserta membahasnya melalui sesi World Café. Peserta dibagi ke dalam empat kelompok kerja, masing-masing bertujuan untuk menyusun narasi besar, menata format per isu, memeriksa konsistensi analisis, serta menyelaraskan gaya dan arah rekomendasi.

Proses berlangsung cukup dinamis dan memberi ruang yang setara dalam memyampaikan pandangan, baik bagi peserta laki-laki maupun perempuan.

Namun sayangnya, partisipasi perempuan dalam forum ini terbilang sangat minim. Hal ini disesalkan oleh Nilam Cahya, salah satu panitia dari SPPM.

“Saya menyayangkan jumlah peserta perempuan yang sangat sedikit. Padahal sejak awal saya sudah berupaya agar peserta jangan laki-laki semua. Forum seperti ini sudah sepatutnya akan lebih kuat bila membawa perspektif gender. Kami di panitia tentu akan menjadikannya evaluasi ke depan,” ujarnya.

Ketua SPPM, Irwan, juga turut memberikan catatan atas proses yang berlangsung. Ia mengapresiasi hasil yang dicapai, namun mengakui adanya tantangan dari sisi kesinambungan peserta.

“Alhamdulillah, agenda berjalan cukup baik dan menghasilkan sejumlah poin penting. Sayangnya, sebagian peserta yang hadir di pertemuan sebelumnya kali ini banyak berhalangan, sehingga terjadi pergantian orang. Ini cukup menyulitkan karena butuh usaha lebih dalam memahami konteks materi yang sedang dibahas. Tapi meskipun begitu, kita akan terus melakukan perbaikan dan penguatan jaringan ini ke depannya,” ungkap Irwan.

Sebagai pamungkas dari proses tersebut, peserta secara bermusyawarah membentuk Tim Tujuh, sebuah tim kecil yang akan bertugas merampungkan dokumen kertas kebijakan berdasarkan semua masukan yang telah dirumuskan. Tim ini dijadwalkan kembali bertemu pada 8 Juni mendatang untuk menyelesaikan proses finalisasi.

Setelah sesi penyusunan kebijakan, kegiatan dilanjutkan dengan pendidikan advokasi yang dikemas secara menyenangkan dan partisipatif menggunakan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa (POD). Dibuka dengan permainan Jigsaw atau teka-teki advokasi, peserta diajak menyusun puzzle sebagai simbol pentingnya kerja sama, arah perjuangan bersama, dan peran aktif dalam pendidikan advokasi.

Materi pendidikan kemudian dilanjutkan ke aspek-aspek strategis, mulai dari pengenalan advokasi strategis, pemetaan lingkungan advokasi, analisis SWOT, pemetaan aktor dan kepentingan, hingga perumusan strategi advokasi. Seluruh sesi dirancang agar tidak hanya memperkaya pemahaman, tetapi juga mendorong aksi nyata berbasis kertas kebijakan yang sedang dalam proses finalisasi tersebut.

Nurdin, salah seorang peserta kegiatan dari Komunitas Lentera dan juga aktif sebagai anggota SPPM mengaku senang terlibat dalam kegiatan ini.

“Sesi-sesi yang diadakan interaktif, yang memungkinkan peserta berdiskusi tentang banyak hal dan sudut pandang yang beda-beda”, ungkap pemuda tani yang akrab disapa Caculu itu.

“Workshop ini tidak hanya memperluas wawasan, tapi juga memberikan motivasi untuk terus berjuang, khususnya bagi para petani kecil di wilayah Polman dan sekitarnya”, tambahnya.

Kegiatan secara resmi ditutup pada 30 Mei 2025 dengan komitmen bersama untuk terus berkonsolidasi dan mendorong kertas kebijakan yang disusun menuju ruang-ruang pengambilan keputusan, baik di tingkat Kabupaten Polewali Mandar maupun di tingkat desa, sebuah langkah konkret menuju kebijakan pertanian yang lebih adil, partisipatif, dan berpihak pada petani kecil. [ldj]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top