MEULABOH, BINADESA.ORG—Selama ini dalam menjaring aspirasi dan peluang partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah melalui proses musyawarah perencanaan pembangunan (MUSRENBANG), dengan berbagai tingkatan dari desa, kecamatan, kabupaten, hingga nasional. Namun dalam pelaksanaannya musrenbang masih banyak terdapat kekurangan, seperti minimnya aspirasi perempuan, anak dan disabilitas. Pandangan atas musrenbang yang hanya dianggap formalitas, karena dalam prosesnya keterlibatan masyarakat minim, lebih banyak pejabatnya. Dialog dalam musrenbang seperti hanya sebagai sikronisasi rencana kerja dan sosialiasi program pembangunan kepada peserta yang hadir. Untuk itu sejak tahun 2007 di mulai dari kota Banda Aceh atas inisiatif kelompok perempuan, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah kota membuat musyawarah rencana aksi perempuan (MUSRENA) yang dilakukan pada level kecamatan. Inisiatif ini menguatkan perencanaan pembangunan dan penganggaran yang responsif gender.Ide ini yang kelak berkembang prosesnya terdiri dari beberapa pokja seperti anak-anak, disabilitas dan perempuan itu sendiri. Pada saatnya nanti forum Musrena dan Musrenbang akan dilebur menjadi satu.
Pengalaman ikut dalam Musrena yang digelar pada tanggal 17 Januari 2017 di Balai Desa Suaktimah, Kecamatan Sama Tiga, Aceh Barat bagi Cut Mala Dewi memberikan kesan yang kuat. Dewi hadir bersama peserta lainnya yang mewakili Gampong Krueng Tinggai, yakni Nurmala, Erliati dan Eka. Setiap desa harusnya diwakili oleh lima orang yang komposisinya terdiri dari perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas tentunya bersama Kecik atau Kepala Desa. Musrena ini dihadiri oleh 32 Gampong, dimana bagi Aceh Barat sendiri kegiatan Musrena baru dua kali diadakan.
Proses dialog Musrena kemudian dibagi dalam kelompok kerja (pokja), yakni Pokja anak-anak, pokja disabilitas dan pokja perempuan. “Setiap pokja membuat usulan kegiatan dan perencanaan pembangunan fisik apa yang dibutuhkan dan menjadi prioritas di Gampong masing-masing” Jelas Dewi. Untuk gampong Krueng Tinggai misalnya dalam pokja perempuan Dewi dan kawan-kawan mengusulkan kegiatan usaha anyam tikar, tanaman apotik hidup, usaha ternak ayam, pelatihan informasi dan teknologi, usaha pembuatan minyak kelapa. Sementara untuk pembangunan fisiknya adalah ketersediaan lapangan voli dan gedung olah raga di kecamatan.
Pada kesempatan ini Teuku Dadek selaku Kepala BAPPEDA Aceh Barat juga mereview hasil musrena tahun 2016, sehingga dalam pembuatan perencanaan pembangunan dan kegiatan tahun 2018 nanti ada landasannya, berkelanjutan. Ada beberapa catatan misalnya ada kegiatan non fisik dananya sudah ditarik namun kegiatannya tak ada, kegiatan tidak mencapai sasaran seperti dalam proposal, masih banyak dana desa yang terparkir terutama kegiatan fisik yang lambat pengerjaannya, bahkan ada juga yang mengajukan SPM (Standar Pelayanan Minimal) bodong. Untuk itu kedepannya dilakukan perbaikan. “Kegiatan tidak boleh lagi bersifat paket, tetapi harus volume seperti berapa meter jalan, unit bangunan dengan luas tertentu. Demikian juga kegiatan non fisik misalnya majelis taklim harus mencantumkan volume kegiatan, satu orang guru mengaji dikali 4 pertemuan di kalikan 12 bulan kali Rp. 75.000,-. Demikian juga dengan dana Posyandu, dan PKK proposal diubah bentuknya menjadi TOR atau kerangka acuan panduan kegiatan” terang Teuku Dadek dihadapan ratusan peserta Musrena.
Disampaikan Teuku Dadek mengenai prinsip pengelolaan kegiatan fisik di desa. Salah satunya prinsipnya adalah swakelola, yang laksanakan tim pengelola kegiatan (TPK) mulai dari perencanaan sampai penyerahan kepada kepala desa, tidak boleh dikontrakan sebab yang buat pertanggung jawaban adalahTPK. Bila dikerjakan secara padat karya dalam rencana anggaran biaya (RAB) dicantumkan berapa banyak masyrakat yang terlibat, berapa hari dan gajinya. Kepala BAPPEDA juga mengingatkan agar kegiatan pembangunan makin merakyat sesuai kebutuhan masyarakat desa. setidaknya sarana prasana dasar dipenuhi misalnya penyediaan MCK masyarakat, penyediaan air bersih, pendidikan/PAUD, balai pengajian/ibadah, perbaikan lingkungan bahkan perbaikan atau pembangunan rumah warga.
Sebelum pelaksanaan Musrena level Kecamatan, beberapa hari sebelumnya para perempuan, anak-anak dan penyandang disabilitas setiap gampong melakukan perencanaan masing-masing di level gampong. “Jadi kami menghadiri Musrena/Musrenbang di Kecamatan tidak dengan pikiran hampa, namun membawa aspirasi warga gampong Krueng Tinggai, inilah demokrasi ala masyarakat” Tutup Dewi. (###)