Bina Desa

Perempuan Desa Pelopor Pemberdayaan Ekonomi

Industri rumah tangga yang dikunjungi adalah pembuatan tempe, tahu dan mie kuning. Bahan baku tempe tahunya diperoleh dari toke yg menjual kedelai impor. Pemilik industri rumah tangga ini Ibu H. Lidjah, asli Kebumen, Jawa Tengah, bermigrasi ke Malaysia bersama orang tuanya tahun 1970an. (photo Dwi Astuti)

KUALA LUMPUR, BINADESA.ORG–ASEAN menyelenggarakan ASEAN Public Private People Forum (PPP) on Rural Development and Poverty Eradication (RDPE) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 5 Oktober 2017. Dengan tema Rural Transformation: Enhancing Human Capital, ASEAN bermaksud memberi ruang kepada semua pihak yg terkait RDPE untuk berdialog, berbagi pengalaman dan masukan.

AsiaDHRRA diundang mewakili organisasi non pemerintah regional ASEAN sekaligus menjadi panitia forum ini. Pertemuan dihadiri oleh wakil dari ASEAN Senior Officials Meeting on RDPE (SOM RDPE), masyarakat sipil, pemerintah, akademisi dan staf sekretariat ASEAN. Dari Indonesia hadir dari Kemenlu, Kemenko PMK, Bina Desa, Aliansi Petani Indonesia, Susilowati (Koperasi Srikandi, Purworejo), Ketut Sudiana (MBM Foundation, Bali) dan ASEAN Foundation. Susilowati dan Sudiana adalah penerima piagam penghargaan ASEAN RDPE dari Indonesia tahun ini.

Acara ini juga berkesempatan kunjungan ke Desa Lestari di Kampung Hulu Chuchoh Sungai Peleh, salah satu praktik baik menghantarkan transformasi desa. Setelah kembali dari kunjungan lapangan, pada malam harinya diselenggarakan pemberian penghargaan kepada lembaga swadaya masyarakat dan lembaga ekonomi desa di negara ASEAN yg berperan positif dalam RDPE tahun ini.

Susilowati (Koperasi Srikandi, Purworejo) dan Ketut Sudiana (MBM Foundation, Bali). Susilowati dan Sudiana adalah penerima piagam penghargaan ASEAN RDPE dari Indonesia tahun 2017  ini.

Perempuan Pelopor

Pada beberapa panel diskusi, ada satu sesi yang membahas 3 (tiga) isu; 1. Economic resiliency; 2. Climate change/disaster reciliency dan; 3. Institutional reciliency. Dibahas bagaimana peran pemerintah, swasta dan masyarakat dalam mendukung pemberdayaan ekonomi lokal. Namun forum tidak satupun memberikan gambaran partisipasi perempuan dan manfaat yg diperoleh perempuan dari program pemberdayaan ekonomi lokal. “Karena menurut saya ini sangat penting mengingat perempuan  umumnya bertindak sebagai pengelola ekonomi di rumah tangga. Masukan ini disepakati menjadi poin penting yang harus diupayakan masuk dalam rekomendasi forum PPP” ungkap Dwi Astuti.

Berikut ini adalah Rekomendasi dari forum,  1. Pembangunan pedesaan harus bertumpu pd peningkatan kualitas manusianya, mengatasi gender gap dan menjamin akses terhadap sumberdaya pertanian. Hal ini perlu dituangkan dalam kebijakan dan aturan pelaksanaan, indikator, monitoring dan evaluasi secara partisipatif; 2. Menjamin partisipasi penuh perempuan, pemuda desa, petani dan masyarakat desa yang termarjinalkan lainnya dalam seluruh proses pembangunan pedesaan; 3. Memperkuat organisasi petani dan masyarakat desa  lainnya agr mampu berperan aktif dalam mengembangkan agri-based economy sebagai bagian tak terpisahkan dalam pembangunan desa;  4. Memperluas sistem pertanian yang mampu mencegah dan beradaptasi terhadap perubahan iklim yang telah dikembangkan oleh petani. Selain itu dibutuhkan adanya perlindungan petani saat gagal panen karena dampak perubahan iklim; 5. ASEAN memfasilitasi PPP forum ditingkat regional dan nasional untuk membangun dialog antar pihak dengan saling menghargai posisi masing-masing pihak secara setara.

Kampung Hulu Chuchoh
Kunjungan lapangan ke Kampung Hulu Chuchoh, Sungai Peleh, Sepang, sebagai salah satu lokasi program Menteri Desa dan Kawasan Malaysia melalui Desa Lestari. Desa ini meraih penghargaan sebagai desa terbaik Malaysia pada tahun 2014. Program yang dikembangkan adalah homestay di 100 rumah, wisata agro perkebunan kelapa sawit dengan transportasi sungai dan industri pangan rumahan. Program ini mampu menggerakkan ekonomi lokal yg sebelumnya berpenghasilan RM 1000/bln/rumah tangga menjadi RM 3,000/bl/rumah tangga.

Industri rumah tangga yang dikunjungi adalah pembuatan tempe, tahu dan mie kuning. Bahan baku tempe tahunya diperoleh dari toke yg menjual kedelai impor. Pemilik industri rumah tangga ini Ibu H. Lidjah, asli Kebumen, Jawa Tengah, bermigrasi ke Malaysia bersama orang tuanya tahun 1970an. Industri ini mampu membuka lapangan kerja bagi pemuda desa. Terakhir kunjungan ke toko Agro Chips sebagai tempat pemasaran aneka produk olahan singkong yg diproduksi oleh rumah tangga di desa.

Pada malam harinya diselenggarakan pemberian penghargaan oleh Menteri Desa Malaysia kepada organisasi non pemerintah di ASEAN yang terpilih karena dinilai  berperan positif dalam RDPE. (bd001)

 

Scroll to Top