KUALA LUMPUR, BINADESA.ORG–Pada 5 Oktober 2017 ASEAN menyelenggarakan ASEAN Public Private People Forum (PPP) on Rural Development and Poverty Eradication (RDPE) di Kuala Lumpur, Malaysia. Dengan tema Rural Transformation: Enhancing Human Capital, ASEAN bermaksud memberi ruang kepada semua pihak yg terkait RDPE untuk berdialog, berbagi pengalaman dan masukan.
AsiaDHRRA diundang mewakili organisasi non pemerintah regional ASEAN sekaligus menjadi panitia forum ini. Pertemuan dihadiri oleh wakil dari ASEAN Senior Officials Meeting on RDPE (SOM RDPE), masyarakat sipil, pemerintah, akademisi dan staf sekretariat ASEAN. Dari Indonesia hadir dari Kemenlu, Kemenko PMK, Bina Desa, Aliansi Petani Indonesia, Susilowati (Koperasi Srikandi, Purworejo), Ketut Sudiana (MBM Foundation, Bali) dan ASEAN Foundation. Susilowati dan Sudiana adalah penerima piagam penghargaan ASEAN RDPE dari Indonesia tahun ini.
Panel dimulai dengan presentasi dari akademisi, menjelaskan semestinya tidak lagi mendikhotomikan desa-kota. Karena berbagai penelitian menunjukkan pada umumnya desa-desa di ASEAN saat ini sudah bertransformasi menjadi setengah kota atau kota, sehingga desa dan kota tidak dapat dipisahkan. Karenanya dua entitas itu saling mendukung sekaligus saling tarik menarik. Kemiskinan di kota semakin meningkat karena urbanisasi penduduk desa ke kota.
Pada forum ini, Dwi Astuti Ketua pengurus Bina Desa sekaligus ketua ASIADHRRA memberi catatan perspektif masyarakat sipil berkaitan dengan tema diatas. “Persoalan kemiskinan di desa adalah terbatasnya akses petani atas tanah dan pendukung pertanian lainnya, disertai kesenjangan gender yang melekat diseluruh lapisan masyarakat” Ujar Dwi Astuti. Transformasi desa harus mampu mengatasinya agar desa menjadi ruang hidup dan sumber kehidupan bagi warganya secara adil, mandiri dan berkelanjutan.
Desa yg mampu memberi kehidupan layak bagi warganya sehingga urbanisasi perempuan dan pemuda desa dapat diminimalkan. Pun demikian, desa spt ini akan mampu membuka hubungan konstruktif dan adil dengan kota, swasta dan pihak lainya. “Pemerintah tdk bisa menyerahkan transformasi desa kepada swasta dan pihak lain tetap aktif mengatur peran agar tidak merugikan masyarakat desa” tutup Dwi Astuti.
Wakil sektor swasta private sector, Maybank, menyampaikan programnya dalam mendukung pembangunan pedesaan di ASEAN. Program yang dilaksanakan a.l pendidikan formal dan dukungan modal kepada usaha kecil dalam bentuk pemberian beasiswa bagi pemuda desa, perempuan dan laki-laki, untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi dan dukungan modal usaha kepada pemuda desa secara perorangan seperti usaha menjahit baju, usaha kue dan lainnya. Dari program itu mampu meningkatkan penghasilan pemuda desa 100% – 300%.
Sementara dari IFAD yg berbagi info program pemberdayaan petani melalui peningkatan kapasitas organisasi tani dalam produksi dan advokasi. Ditingkat nasional memfasilitasi tumbuhnya platform bersama antar orgnss tani untuk melakukan advokasi kebijakan. Dalam soal ekonomi, IFAD memfasilitasi pengembangan koperasi tani dan memberikan perhatian pd kelompok perempuan petani.
ASEAN sekretariat menutup sesi presentasi dengan menggarisbawahi pentingnya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pedesaan dan mengatasi gender gap karena penelitian ASEAN menunjukkan perempuan pedesaan masih tertinggal secara sosial ekonomi, sosial budaya dan sosial politik. Dengan merespon hal tersebut transformasi pedesaan akan jelas arahnya (bd001).