
Oleh: Aslam (Anggota KSP Lentera Sambaliwali)
Di tengah derasnya arus modernisasi dan ekspansi kapitalisme agraria, desa kerap dipandang sebagai ruang yang tertinggal. Padahal, di sanalah sesungguhnya tersimpan kekayaan sosial, ekonomi, dan budaya yang menjadi fondasi penting bagi kedaulatan bangsa. Dari kesadaran itulah, Komunitas Pemuda Pedesaan Lantera Sambaliwali (KSP Lantera Sambaliwali) hadir sebagai ruang belajar, bergerak, dan berorganisasi bagi orang muda desa Sambaliwali.
Lantera Sambaliwali menempatkan isu agraria, kedaulatan pangan, kesenian, dan kebudayaan sebagai basis utama kerja-kerjanya. Ia lahir dari keyakinan sederhana namun kuat: bahwa perubahan hanya mungkin terjadi ketika pemuda desa terlibat aktif mengelola, mempertahankan, sekaligus memperjuangkan ruang hidupnya.
Orang muda pedesaan memiliki potensi besar baik dalam tenaga, kreativitas, serta daya adaptasi tinggi. Namun, potensi itu sering berbenturan dengan tantangan nyata: sempitnya akses terhadap tanah, terbatasnya lapangan kerja, dan derasnya arus urbanisasi yang menggiring mereka meninggalkan desa. Dalam situasi itulah KSP Lantera Sambaliwali menjadi ruang alternatif yang menumbuhkan kesadaran kritis agar orang muda tetap berpijak di tanah kelahirannya.
Melalui pendidikan rakyat, diskusi, dan praktik lapangan, orang muda didorong untuk tidak hanya menjadi pekerja, melainkan penggerak komunitas yang mandiri. Masalah agraria menjadi fokus utama KSP, karena banyak lahan di pedesaan yang terbengkalai atau terancam alih fungsi, sementara akses pemuda terhadap tanah kian menipis. Dengan semangat kerja kolektif, mereka berupaya mempertahankan tanah sebagai ruang hidup bersama. Praktik usaha kolektif seperti pertanian organik, pengolahan hasil panen, dan distribusi pangan lokal menjadi jalan menuju kemandirian ekonomi komunitas sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasar yang timpang.
Bagi KSP Lantera Sambaliwali, kedaulatan pangan bukan hanya soal ketersediaan makanan, tetapi juga soal siapa yang mengontrol produksi, distribusi, dan konsumsi pangan. Karena itu, mereka aktif menyelenggarakan workshop literasi pangan, kampanye edukatif, festival kebudayaan desa, hingga aksi budaya dalam peringatan Hari Lahir Desa. Melalui kegiatan ini, orang muda didorong untuk menjadi subjek yang menentukan arah sistem pangan berbasis lokal dan berkeadilan.
Seni dan kebudayaan juga menjadi sarana penting untuk memperkuat identitas dan solidaritas komunitas. Lewat pertunjukan musik tradisi, teater rakyat, hingga karya seni rupa, Lantera menyadarkan bahwa kebudayaan desa adalah kekuatan. Seni bukan sekadar hiburan, tetapi juga alat perjuangan dan ruang ekspresi bagi orang muda untuk menyuarakan keadilan sosial.
Dalam membangun gerakan komunitas swabina, KSP Lantera Sambaliwali menyadari pentingnya membangun jaringan dukungan yang kuat. Keterlibatan mereka bersama Bina Desa dan gerakan rakyat yang lebih luas menjadi bukti bahwa perjuangan tidak berdiri sendiri. Melalui forum, pelatihan, hingga kegiatan Youth Exposure, para kader muda belajar dari pengalaman gerakan lain tentang strategi pengorganisasian, advokasi kebijakan, dan penguatan solidaritas lintas wilayah.
Orang muda pedesaan adalah harapan sekaligus penentu arah masa depan desa yang berkeadilan. Melalui KSP Lantera Sambaliwali, isu-isu agraria, kedaulatan pangan, kesenian, dan kebudayaan tidak berhenti sebagai wacana, melainkan menjadi gerakan hidup yang membumi. Pengalaman ini membuktikan bahwa organisasi berbasis komunitas pemuda bukan sekadar wadah pembelajaran, tetapi juga motor penggerak kedaulatan desa.
Semoga semangat ini terus menyala, menjadikan desa bukan lagi ruang yang tertinggal, melainkan pusat peradaban yang berdaulat, adil, dan bermartabat.