Pusat-Pusat Perkebunan Sayuran

Sayuran asli dapat tumbuh dengan subur, baik ditanah rendah maupun dipegunungan pada bermacam-macam tanah di Jawa asal cukup air untuk menyiramnya, terutama selama tanaman itu masih muda. Dengan demikian tempatnyapun tidak dipusatkan, melainkan tersebar diseluruh negeri. Akan tetapi disekitar kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya terdapat penanaman sayuran yang agak luas, terdiri dari: sawi, petsai, selada, katuk, mentimun, bayam, kacang panjang dan lampenas.

Biasanya orang menanam sayuran disawah, setelah selesai memungut padi rendeng (musim penghujan), itupun kalau masih ada air dengan cukup; sedang tanah darat ditanaminya pada permulaan musim hujan. Hasilnya dapat dipungut setelah 3-4 bulan. Penyeledikan pemungutan sayuran sesuatu tempat, misalnya sebuah daerah keresidenan, menyatakan sepanjang tahun tak putus pemungutan sayuran akan tetapi yang terbesar hanya dilakukan dalam beberapa bulan berturut-turut.

Dalam bulan Juli sampai September waktunya memungut sayuran sawah, seperti: lombok, lobak, buncis, kapri, mentimun, terung dan ubi. Bulan Nopember sampai Pebruari waktunya panen sayuran yang tahan hujan, ialah yang ditanam ditanah darat, seperti: terung dan kacang panjang; sedang didaerah yang beriklum kering ada kalanya memungut hasil lombok. Adanya pemungutan yang terus-menerus sepanjang tahun, karena pada sesuatu daerah ada tempat-tempat yang iklimnya tidak sama, terutama waktunya turun hujan berbeda-beda. Faktor-faktor tersebut, mengakibatkan perselisihan keadaan tanaman dimasing-masing tempat.

Sayuran Eropa dapat baik berhasilnya, apabila tanahnya subur, serta tingginya lebih dari 1000m dari atas muka laut. Oleh karena tempat-tempat demikian adanya terbatas, penanamannyapun hanya berpusat dibeberapa daerah pegunungan, seperti di Tengger, Batu, Wonosobo, Salatiga, Pangalengan, Lembang dan Sindanglaya (Pacet). Ketika sebelum perang terdapat juga penanaman kubis dari biji, seledri, petsai, bit, salada dan wortel, yaitu ditempat-tempat antara Jogya dan Kaliurang, demikian pula di Selo yang letaknya di lereng gunung Merapi sebelah timur dan di Jember ditanam orang kubis. Akan tetapi dimasa pendudukan Jepang, penanaman kubis ditanah rendah tak dapat dilanjutkan, karena tak ada benihnya sedang kubis tunas niscaya takkan dapat tumbuh.

Penanaman sayuran dapat berhasil baik, jika caranya bercocok tanam dilakukan serta diselenggarakan dengan seksama, sedangkan penjualan hasilnyapun harus terjamin. Kedua faktor ini amat berhubungan erat, karena pengluasan penanaman hanya akan berfaedah apabila ada kemungkinan menjual kelebihan hasilnya. Terutama untuk melancarkan perniagaan sayuran, harus ada pengangkutan yang cepat dan murah, pembungkusan yang patut serta tidak terlalu mahal, disertai oleh organisasi yang rapih dan teratur. Para petani hendaknya bersatu dalam organisasi pembelaan kepentingan bersama.

pemandangan di daerah perkebunan

Di Jawa perdagangan sayuran Eropa ada ditangan orang Indonesia, tetapi ditanah Karo ditangan orang Tiong Hoa.

Sayuran itu dari penanaman biasanya jatuh kepada tengkulak, dilangsungkannya kepada pedagang besar, atau diedarkan sendiri dikampung. Dari pedagang-pedagang besar dikirimkan kepada langganan-langganannya atau kepada tengkulak besar yang ada di kota atau dikirimkannya kepada commissionair (saudagar penyambut) ditempat yang lebih jauh.

Perusahaan sayuran membutuhkan: pemimpin yang cakap, pupuk yang cukup beserta tenaga manusia yang banyak. Itulah sebabnya perusahaan tersebut tak dapat dilangsungkan ditempat-tempat yang kekurangan tenaga buruh.

Luas tanaman sayuran di Indonesia, belum dapat dicatat dengan sempurna, terutama sayuran asli yang amat sukar mencatatkan luasnya masing-masing jenis, berhubung dengan penanamannya bercampur-baur: menanam lombok dengan jagung, nenanam kacang panjang diatas pematang, menanam terung didalam kebih kacang panjang dsb. Sedang luas tanaman sayuran Eropa pada tahun 1940, menurut catatan kantor Pusat Statistik, dengan menecualikan tanaman kentang, lombok, bawang merah, sebagai berikut:

Banten

19

ha Kedu

3548

ha
Jakarta

127

ha Yogyakarta

336

ha
Bogor

408

ha Surakarta

1259

ha
Priangan

1195

ha Surabaya

ha
Cirebon

64

ha Bojonegoro

21

ha
Pekalongan

403

ha Madiun

26

ha
Semarang

1121

ha Kediri

129

ha
Jepara Rembang

7

ha Malang

1746

ha
Banyumas

393

ha Besuki

1135

ha
Madura

3

ha

Jumlah

11940 ha

Dari jumlah ini diantaranya ada 692 ha yang dipungut hasilnya dalam bulan Desember, sedang bulan berikutnya berturut-turut bertambah banyak, sehingga dalam bulan Mei dapat dipungut hasil dari 1188 ha, kemudian seterusnya hampir tak ada perubahan, hanya pada bulan September sebagai hasil yang terbanyak, ialah dapat memungut hasil dari 1297 ha.

Luas tanaman kubis sebelumnya perang, ada:

Bogor

150

ha
Priangan

360

ha
Malang

300

ha
Besuki

500

ha
Yogyakarta

200

ha

Luasnya tanaman bawang merah pada tahunn 1939 ada 16.931 ha (CKS), diantaranya 44,3% hasil penanaman disawah, yang lainnya ditanam ditanah darat. Menurut pentingnya pusat penghasilan bawang sawah ialah: Cirebon, Kediri dan Pekalongan. Pusat pendapatan dari tanah darat: Periangan, Madiun, Malang dan Solo.

Dalam tahun 1939 ada 78556 ha tanah yang menghasilkan Lombok, yang berpusat dikeresidenan: Jepara-Rembang, Bojonegoro, Kediri, Semarang dan Surakarta. Sedang luasnya tanaman kentang pada tahun 1940, ada:

Bogor

132

ha Kedu

670

ha
Priangan

3538

ha Yogyakarta

1

ha
Cirebon

378

ha Surakarta

158

ha
Pekalongan

110

ha Madiun

393

ha
Semarang

1133

ha Kediri

2

ha
Banyumas

51

ha Malang

780

ha

Menurut keterangan Jawatan Pertanian diseluruh Jawa dan Madura, dalam tahun 1943 hampir semua daerah cukup mempunyai persediaan bibit-bibit mentimun, terung, kacang panjang, kacang tunggak, lombok, bawang merah, labuh, buncis, oyong, pepare, bayam, kecipir, tomat, kacang merah, krai dan lain-lain macam sayuran asli. Akan tetapi benih-benih yang biasa didatangkan dari luar negeri, seperti: kubis, bit, saledri, selada, andewi, wortel dan kentang, persediaan untuk tahun tersebut telah hampir habis.

*Sumber tulisan: Buku Tjara Menanam dan Mempergunakan Sajuran Indonesia dan Rempah-Rempah Karangan Seoparma Satiadireja.

ARTIKEL TERKAIT

Belajar dari Laos: Menjaga, Mengelola Kesuburan Tanah dan Mengelola Hama Secara Alternatif

FPAR: Pentingnya Dokumentasi Pengetahuan Bagi Perempuan Pejuang Kedaulatan Pangan

Belajar Bersama AsiaDHRRA: Memahami Agroekologi, Advokasi Kebijakan dan Keterlibatan Konstruktif

HARI PANGAN SEDUNIA: IMPOR BERAS 2023 BUKTI NYATA INDONESIA GAGAL SISTEM PANGAN

Mengenal Wahyu, Serikat Petani Alami (SPA) Butta Toa, dan Kelompok Petani Peneliti Muda yang Melek Iklim

Mengenal Wahyu, Serikat Petani Alami (SPA) Butta Toa, dan Kelompok Petani Peneliti Muda yang Melek Iklim

ToT Kajian Pertanian Alami: Bertani Alami Untuk Rawat Ekologi dan Sajikan Pangan Sehat