Bina Desa

Semua Orang adalah Pemimpin untuk Melakukan Transformasi

Dalam RLEP semua peserta menjadi co-fasilitator, memfasilitasi jalannya workshop selama 6 hari (Foto : Bina Desa/Kristina Pakpahan)

BOHOL, FILIPINA, BINADESA.ORG – Pada April 2018 lalu, tiga staf Bina Desa (M Chaerul Umam, John Pluto Sinulingga, Kristina Pakpahan) menjadi peserta workshop RLEP (Regional Learning and Exchange Platform) ke-3 yang diadakan di Bohol, Philipina. Workshop dengan tema “using PAR in community organizing to advance PLD for food sovereignity” ini dihadiri oleh 5 negara di ASIA (Philipina, Myanmar, Cambodia, Vietnam, Indonesia). Difasilitasi oleh Bess Cruzada dari Philipina dan Sagari Ramdas dari India.

Diawal proses workshop, para peserta diajak untuk merefleksikan apa yang sudah dilakukan dari workshop ke-2, tantangan, perubahan di organisasi dan perubahan pada diri sendiri sebagai fasilitator. Salah satu yang menarik dari hasil presentasi dari Cambodia ialah saat ini mereka telah berhenti membeli bibit dan produk lainnya dari toko. Bina Desa sendiri telah mempraktikkan PLD (People Led Development) di beberapa daerah sebagai salah satu rencana tindak lanjut dari workshop sebelumnya.

Workshop menjadi menarik karena para peserta memiliki kesempatan untuk melakukan live in bersama organisasi petani TTIFA (Trinidad Talibon Intergrated Farmers Assosiation) di Trinidad, Bohol. TTIFA dibentuk pada 1986. Organisasi ini memiliki sejarah panjang dalam perjuangan mempertahankan dan merebut kembali tanah mereka. Dalam prosesnya, mereka berhadapan dengan militerisme, pemerintah, perusahaan dan pelecehan. Hingga berhasil menikmati tanah mereka sebagai bagian dari hidup mereka. Mereka bercerita bahwa pada awal perjuangan tanah mereka tidak memiliki makanan. Sehingga sebagian dari mereka harus pergi bekerja untuk mendapatkan makanan dan sebagian bertahan di tanah mereka untuk membangun rumah kecil dari pohon kelapa. Juga untuk menanam beberapa tanaman seperti pisang.

Peserta RLEP dari Bina Desa, John Pluto Sinulingga dan Kristina Pakpahan sedang mempersiapkan bahan presentasi (Foto : Bina Desa/M Chaerul Umam)

Perjuangan panjang menghasilkan keberhasilan-keberhasilan hingga TTIFA memiliki usaha-usaha komunal seperti penggilingan padi, peternakan (kerbau), kebun kolektif (kelapa, pisang), padi kolektif, kolam dan lain sebagainya. Selain untuk pengembangan ekonomi (mata pencaharian), semua kepemilikan kolektif ini adalah untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Usaha-usaha komunal ini sangat membantu dalam penguatan organisasi secara finansial dan juga memperkuat solidaritas antar anggota. Tidak hanya itu, mereka juga dapat meminjam dari usaha-usaha komunal tersebut.

TTIFA sebagai organisasi tentu saja masih memiliki berbagai kelemahan-kelemahan tertentu seperti organisasi yang masih didominasi oleh laki-laki (terutama secara struktur TTIFA) dan sebagian masyarakat Trinidad yang masih bergantung pada produk-produk pabrikan. Dan saat ini sedang berproses untuk melawan pasar yang sangat masif hadir ke kehidupan mereka. Namun terlepas dari kelemahan itu, TTIFA telah berhasil melewati perjuangan panjang hingga memiliki tanah mereka kembali. Seperti kata mereka, “sekarang jauh lebih baik karena kami bisa makan nasi setiap hari dan 3 kali dalam sehari, sebelumnya makan sekali dalam sehari saja sangat sulit. Sudah sangat baik setelah kami memiliki tanah kami sendiri”.

TTIFA adalah salah satu contoh organisasi yang telah menerapkan PLD, inilah yang menjadi fokus diskusi dalam RLEP ke-3 bahwa PAR (Participatory Research Action) merupakan bagian dari PLD. Mempunyai konsep bahwa semua orang adalah pemimpin untuk melakukan transformasi.*** (Editor : GN)

Scroll to Top