Bina Desa

Belajar Bersama dengan Petani Kakao

Saat kunjungan ke Malagos Chocolate (Foto : Arcee Pila/AsiaDHRRA)

FILIPINA, BINADESA.ORG – Kelompok Tani Ngudi Mulyo, Gunung Kidul, melakukan kunjungan belajar pengolahan dan pemasaran kakao serta cokelat ke petani dan pengusaha sosial kakao di Filipina. Kunjungan yang difasilitasi oleh AsiaDHRRA dilaksanakan pada tanggal 19-24 Maret 2018. Enam petani kakao Ngudi Mulyo dan satu staf Bina Desa Affan Firmansyah menjadi peserta dalam kunjungan tersebut.

Terdapat lima lokasi yang dikunjungi oleh para peserta, yaitu Hiraya Artisan Chocolates, Rosario’s Delicacies, Rosit Cacao Farms, Malagos Chocolate, dan Kablon Farms. “Ini merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi kami, mereka sebagai petani sangat detail dan mengetahui a hingga z semua hal tentang kakao,” ujar Sri Murtirahayu, salah satu peserta kunjungan belajar.

Pertama, kami mengunjungi Hiraya Artisan Chocolates. Alvin Peralta, pendiri Hiraya yang masih berusia 33 tahun, telah mempunyai 48 mitra petani yang memasok bahan baku. Petaninya didampingi sejak proses perawatan, budidaya, fermentasi hingga menghasillkan biji kakao.

Hiraya memproduksi cokelat yang sesuai lidah masyarakat Filipina, produk yang dihasilkan beragam, diantaranya cokelat kelapa dan cokelat chicarron—kerupuk kulit– “Kami mendampingi petani pemasok hingga menghasilkan biji kakao yang berkualitas sesuai dengan standar Hiraya. Kata Hiraya sendiri mempunyai arti buah harapan, impian, dan aspirasi seseorang,” ujarnya.

Selanjutnya, kami mengunjungi tempat kedua dan bertemu dengan Keluarga Belvis, Pemilik dari Rosario’s Delicacies. Ia mempunyai 1,8 Ha perkebunan kakao dan menggunakan pohon durian sebagai tanaman selanya, yang ternyata berdampak juga pada penurunan produktivitas kakao. Namun, ia memberikan penjelasan bahwa mampu menutup penurunan pemasukan dari kakao. “Kita melakukan ekspor durian dan harga durian tersebut mampu menutup kerugian,” katanya.

Saat kunjungan ke Rosario’s (Foto : Arcee Pila/AsiaDHRRA)

Rosario’s sangat disiplin dalam melakukan proses pembuatan cokelat. Dari perawatan tanaman, mereka melakukan proses penyemprotan pembasmi hama selama 2 minggu sekali. Semua buah dibungkus dengan plastik untuk mencegah terkena busuk buah. Untuk proses pemangkasan dilakukan 3 bulan sekali. Secara khusus memiliki tempat fermentasi dan pengeringan. Kapasitas kotak fermentasinya mencapai 500kg, sehingga semua biji kakao terfermentasi dengan sempurna.

Belvis mengajarkan para peserta membuat Tableya—tablet cokelat yang cara konsumsinya digodok– dan diperkenan memasuki ruangan pengolahan. Para peserta pun ditujukkan semua mesin dan diberi penjelasan  terkait prosesnya.  “Rosario’s sangat menjaga kesterilan tempat, ini untuk menjaga cokelat tidak rusak. Saya bersedia datang ke Ngudi Mulyo untuk praktik pengolahan, ” ujarnya disela kunjungan.

Saat kunjungan ke lokasi ketiga, saya dan peserta lainnya bertemu seseorang yang inspiratif. Ia mengatakan tidak mungkin bisa menguliahkan empat anaknya hanya dengan bertani kakao. “Saya bisa menyekolahkan anak-anak dengan menjadi petani pengusaha. Selain menjual biji, saya menjual bibit, entres, dan produk olahan cokelat khusus tableya” Ucap Grover Rosit, pemilik Rosit Cacao Farms.

Tempat keempat, kami mengunjungi perkebunan usaha keluarga yang memiliki resort seluas 12 Ha dan perkebunan 24 Ha, Malagos Chocolate. Pohon kakao di Malagos rerata sudah berusia 50 tahun dan sudah dilakukan peremajaan dengan memotong batang inti dan membiarkan tunas menggantikannya. Terdapat tiga klon yang ditaman, yaitu hibrida, kriolo, dan trinitario.

Yang menarik adalah penggunaan pupuk alami di perkebunan tersebut, mereka menggunakan air fermentasi sebagai pupuk daun, dedaunan yang gugur sebagai perangkap hama, dan Malagos mempunyai peternakan cacing untuk mengurai kulit kakao yang kemudian digunakan untuk pupuk. “Sungguh sangat ramah lingkungan,” ujar salah satu peserta.

Saat kunjungan ke Kablon Farms (Foto : Arcee Pila/AsiaDHRRA)

Lokasi kelima, kami berkunjung ke Kablon Farms, perkebunan kakao yang berada ditengah kebun nanas. Disini, kami diajarkan bagaimana cara membedakan biji trinitario, kriolo, dan hibrida. Secara khusus, ia memiliki strategi pasar dengan membuat perbandingan nilai gizi produk miliknya dengan produk yang lain.

Hal menarik dari Kablon adalah selama ini Kablon belajar otodidak melalui youtube dan forum pengolahan cokelat daring. “Salah satu kunci sukses dalam belajar secara otodidak adalah pintar kemampuan komunikasi dalam bahasa asing,” ujar Kablon.

Dengan mengakhiri lokasi kunjungan ini, para peserta membuat perencanaan yang salah satunya adalah belajar bahasa inggris. “Dari kelima tempat yang dikunjungi, semua bisa mendapat resep atau formula pembuatan cokelat dengan terus mencoba dan melakukan penelitian sendiri,” kata Sri Murtirahayu.*** (editor : GN/AF)

 

Penulis adalah petani kakao di Gunung Kidul dan pengurus Kelompok Tani Ngudi Mulyo.

Scroll to Top