Bina Desa

PERNYATAAN SIKAP KOMITE NASIONAL PEMBARUAN AGRARIA (KNPA)

Mendesak Tanggung Jawab dan Komitmen Politik Presiden dan DPR RI Membenahi
Persoalan Struktural Agraria yang Menyebabkan Ketimpangan Sosial dan Ekonomi
Jakarta, 08 September 2025

Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) menyatakan keprihatinan pada situasi krisis politik dan demokrasi yang terjadi beberapa waktu terakhir, yang mengakibatkan ribuan orang ditangkap dan 10 orang warga-massa aksi meninggal. Tindakan anarkis dan brutal aparat keamanan dalam menangani aksi demonstrasi yang terjadi pada 40 kota/kabupaten di Indonesia membuktikan Rezim Pemerintahan Prabowo-Gibran yang terus menggunakan cara-cara represif, alih-alih melakukan dialog secara substantif dengan masyarakat.

Kami juga prihatin dan menyayangkan respon Presiden Republik Indonesia yang melegitimasi brutalitas dan kebiadaban aparat dalam menghadapi warga negara dengan melempar isu makar sebagai alat legitimasi untuk memukul gekombang demontrasi yang terjadi di berbagai tempat. Ini adalah narasi yang menyesatkan dan berpotensi mendelegitimasi perjuangan rakyat. Tanda Rezim Pemerintahan Prabowo-Gibran telah gagal menyelami suasana kebatinan dan penderitaan rakyat akibat akumulasi persoalan struktural akibat kebijakan serampangan dan diskriminatif terhadap rakyat.

Catatan YLBHI, Hingga kini, brutalitas aparat mengorbankan 10 orang yang meninggal dan 3.337 orang di 20 kota ditangkap. Brutalitas ini adalah cerminan dari tradisi kekerasan dan tindakan represif yang terus dibiarkan oleh Negara. Di wilayah konflik agraria, kekerasan dan kriminalisasi merupakan cara yang terus dilestarikan aparat keamanan untuk memukul aksi protes masyarakat atas perampasan tanah yang dilakukan korporasi maupun negara. Menurut catatan KPA, periode 2015-2024 sedikitnya 2.841 orang mengalami kriminalisasi, 1.054 mengalami kekerasan, 88 orang ditembak dan 79 orang tewas. Sementara lalam catatan WALHI, sejak 2014 hingga 2024, terdapat 1.131 kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan. Ini bukan penegakan hukum yang berkeadilan, melainkan upaya sistematis membungkam demokrasi dan partisipasi publik dalam proses politik.

Kami menegaskan, gelombang protes yang dilakukan secara serentak ini adalah puncak dari kemarahan rakyat terhadap persoalan struktural sosial, ekonomi dan politik yang semakin mengancam kehidupan dan masa depan mereka. Sehingga Situasi krisis ini tidak bisa diselesaikan dengan hanya menonaktifkan beberapa elit politik partai di parlemen; termasuk membatalkan kenaikan tunjangan pejabat. Ia tidak pula dapat diselesaikan dengan sekedar permintaan maaf, apalagi hanya dengan melaksanakan pertemuan dan kongkow-kongkow para elit di Istana. Rakyat membutuhkan komitmen politik yang kuat dari Presiden dan DPR RI untuk segera menyelesaikan berbagai persoalan struktural yang menjadi akar masalah dari penderitaan rakyat selama ini.

Dalam setahun pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran, kami melihat rakyat semakin kehilangan tanah dan alat-alat produksinya akibat penggusuran yang terus berjalan dengan masif untuk memfasilitasi kepentingan elit-elit bisnis. Bahkan di tiga bulan awal pemerintahan Prabowo, letupan konflik agraria telah mencapai 63 kasus dengan luas 66.082 hektar dengan korban terdampak 10.075 keluarga (KPA, 2024)

Indonesia saat ini mengalami ketimpangan penguasaan dan pengelolaan sumber agraria, dimana 1 persen kelompok masyarakat di Indonesia menguasai 68 persen tanah dan sumber-sumber agraria. Ini adalah realita bagaimana rakyat semakin tercerabut dari tanah dan kehilangan sumber-sumber penghidupan. Di tengah kondisi tersebut, janji penciptaan 19 juta lapangan kerja justru berakhir anti-klimak. Di berbagai tempat, yang terjadi justru PHK massal akibat runtuhnya industri nasional.

Rakyat semakin muak, sebab di tengah keprihatinan hidup mereka, pemerintah justru menaikkan pajak, menarik subsidi-subsidi yang kemudian dialihkan untuk menaikan gaji dan tunjangan pejabat pemerintah dan elit politik. Di tengah ketimpangan tersebut, DPR justru menikmati kenaikan tunjangan dan fasilitas, memperlebar jarak antara wakil rakyat dan rakyat.

Krisis sosial-ekonomi yang dihadapi oleh rakyat hari ini adalah buah dari kebijakan diskriminatif Rezim Pemerintahan Prabowo-Gibran. Kebijakan Pemerintah sama sekali tidak menunjukan kesadaran dan kemauan untuk mengurai akar penyebab kemarahan rakyat: ketidakadilan ekonomi akibat ketimpangan penguasaan tanah dan kekayaan alam Indonesia. Selama ini, pembangunan Indonesia berlandaskan sumber-sumber agraria diorientasikan bagi para pemilik modal; yang tercermin dari kebijakan-kebijakan yang menggenjot penyediaan lahan sebesar-besarnya untuk industri ekstraktif. Utamanya melalui UU Cipta Kerja yang melegitimasi alat-alat baru perampasan tanah petani, masyarakat adat, nelayan, perempuan, dan masyarakat pedesaan atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN), Badan Bank Tanah (BBT), serta praktik-praktik korupsi agraria dan mafia tanah di seluruh penjuru Indonesia. regulasi yang memperlemah perlindungan lingkungan dan memperkuat eksploitasi ruang hidup. UU Cipta Kerja, KSDAHE, IKN, dan revisi UU Minerba adalah contoh kebijakan yang diabaikan proses partisipatifnya

Belum lagi proyek-proyek pangan dan kebijakan impor pangan yang digadang- gadang sebagai jalan menuju kedaulatan pangan; ternyata dilaksanakan melalui perampasan tanah rakyat dan meminggirkan pusat-pusat produksi pangan rakyat. Perampasan-perampasan tanah rakyat pada akhirnya berujung pada pemiskinan rakyat, yang memaksa mereka harus bermigrasi ke perkotaan, dan bersaing dengan tenaga kerja produktif yang telah melimpah. Kebijakan yang berorientasi pada kepentingan investasi, pembangunan yang patriakal, diwarnai dengan penindasan dan kemiskinan telah berdampak serius terhadap 7.595 jiwa di 57 desa, dimana perempuan sebesar 3.624 jiwa dan laki-laki 3.971 jiwa. (SP 2024)

KNPA secara tegas mendesak penyelenggara negara, utamanya Presiden dan DPR RI, untuk segera membenahi akar permasalahan situasi krisis di Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan harus kembali pada mandat Konstitusi berlandaskan Undang-Undang Pokok Agraria 1960 sebagai hukum agraria Indonesia. Negara harus memberi pengakuan, penghormatan dan perlindungan rakyat atas hak-haknya, termasuk sumber-sumber agrarianya yang menjadi sumber penghidupan demi kesejahteraan rakyat sebagai jalan mencapai keadilan sosial.

Kami mendesak Presiden RI dan DPR RI agar:

  1. Hentikan brutalitas dan tindakan anarkis Polisi dan TNI dalam penanganan aksi massa maupun yang terjadi di berbagai wilayah konflik agraria; bebaskan seluruh massa aksi dan aktivis yang ditangkap; serta membentuk tim independen untuk mengusut tuntas dan menindak tegas berbagai pelanggaran HAM yang proses penanganan aksi massa, khususnya kasus kematian 10 orang warga dan massa aksi;
  2. Segera benahi krisis politik dan demokrasi dengan cara melakukan reformasi total institusi kepolisian, dan kembalikan TNI ke barak; reformasi total sistem pemilu dan partai politik yang menjadi akar dari kerusakan sistem demokrasi di Indonesia;
  3. Batalkan kenaikan tarif pajak bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah dan mengalihkan bebannya kepada konglomerat dan korporasi dengan menerapkan pajak progresif;
  4. Turunkan harga pangan dan sembako; tindak tegas mafia pangan dan evaluasi kebijakan impor pangan yang selama ini menjadi bancakan elit politik dan ekonomi;
  5. Hentikan program korporasi dan militerisasi pangan, baik yang dilakukan melalui program food estate maupun program antar-lembaga lainnya; kembalikan sistem pengelolaan pangan nasional kepada petani, nelayan dan masyarakat adat;
  6. Segera tertibkan monopoli tanah korporasi dan klaim sepihak kawasan hutan negara di atas tanah-tanah dan perkampungan rakyat; distribusikan kepada petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan sebagai bentuk pemulihan dan pengakuan penuh hak rakyat atas tanah;
  7. Segera sahkan RUU Perampasan Aset untuk mengadili dan menyita aset para para koruptor yang berasal dari perampasan tanah-tanah rakyat; distribusikan kepada rakyat melalui kerangka reforma agraria agraria;
  8. Mendorong dan mengesahkan RUU Reforma Agraria sebagai peta jalan pelaksanaan Reforma Agraria Sejati sesuai dengan Konstitusi TAP MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam; bangun Dewan Reforma Agraria Nasional sebagai lembaga pelaksana menyelesaikan konflik agraria; menata ulang monopoli penguasaan tanah dan kekayaan agraria nasional yang lebih berkeadilan bagi kaum tani, masyarakat adat, nelayan, dan seluruh kelas pekerja untuk mendapatkan kehidupan yang lebih sejahtera;
  9. Cabut dan batalkan berbagai kebijakan yang menindas rakyat (UU Cipta Kerja dan berbagai aturan turunannya, UU Minerba, UU Kehutanan, Proyek Strategis Nasional, Badan Bank Tanah, Food Estate, Penertiban Kawasan Hutan dan impor pangan; mengembalikan arah ekonomi-politik-hukum serta berbagai kebijakan yang berkaitan dengan sumber-sumber agraria (pertanian, pertanahan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, perikanan, dan pangan) dan hal yang menyangkut seluruh hajat hidup orang banyak kepada UUD 1945 pasal 33 dan UUPA 1960 demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
  10. Pemerintah dan DPR RI secara bersama-sama dengan prinsip partisipasi bermakna untuk segera merealisasikan proses legislasi peraturan perundang-undangan yang berpihak kepada rakyat seperti UU Keadilan Iklim, UU Masyarakat Adat, UU Partisipasi Publik atau UU Anti-Slapp dan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga;

Hormat Kami,

Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA):

  1. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
  2. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
  3. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
  4. Solidaritas Perempuan (SP)
  5. Bina Desa
  6. FIAN Indonesia
  7. Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS)
  8. Rimbawan Muda Indonesia (RMI)
  9. Serikat Petani Indonesia (SPI)
  10. Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)
  11. Aliansi Petani Indonesia (API)
  12. Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA)
  13. Sajogyo Institute (Sains)
  14. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
  15. Yayasan PUSAKA
  16. Lokataru Foundation
  17. Komisi untuk Orang Hilang & Tindak Kekerasan (KontraS)
  18. Sawit Watch (SW)
  19. Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM)
  20. Perkumpulan HuMa Indonesia
  21. Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK-Indonesia)
  22. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
  23. FIAN Indonesia

Jurubicara:

  1. Dewi Kartika (Sekjen KPA) – 081394475484
  2. Zenzi Suhadi (Direktur WALHI) – 081289850005
  3. Agus Ruli Ardiansyah (Sekjen SPI) – 081267169187
  4. Rukka Sombolinggi (Sekjen AMAN) – 08121060794
  5. S. Nurhadi (Bina Desa)  – 081290767747
  6. Andriyeni (BEN Solidaritas Perempuan) – 08126790950
  7. Marthin Hadiwinata (FIAN Indonesia) – 081286030453

1 thought on “PERNYATAAN SIKAP KOMITE NASIONAL PEMBARUAN AGRARIA (KNPA)”

  1. Sepenuhnya setuju dan mendukung pernyataan KNPA atas respons pemerintah thd demonstrasi rakyat Agustus lalu, atas kemerosotan demokrasi dan meningkat pesatnya militerisasi di Indonesia. Perjuangkan terus Reforma Agraria Sejati serta demokrasi ekonomi dan politik substansial!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top