
Oleh: Nidar (Gerakan Aspirasi Perempuan Desa)
Pemuda sering dijuluki sebagai agent of change—agen perubahan yang menjadi harapan bangsa untuk mendorong lahirnya masyarakat yang adil, sejahtera, dan berdaya. Mereka tidak hanya berperan sebagai motor pembangunan, tetapi juga sebagai penjaga nurani sosial yang mengingatkan arah perubahan agar tetap berpihak pada rakyat.
Namun, narasi tentang “pemuda” kerap terjebak dalam bayangan tunggal: laki-laki. Nama-nama besar dalam sejarah dan kepemimpinan sering kali diidentikkan dengan sosok pria, seolah ruang gerak perubahan hanya milik mereka. Padahal, di balik setiap gerakan besar, selalu ada peran pemudi yang tak kalah penting—yang mengorganisir, menginspirasi, dan menyalakan api perubahan dari akar rumput.
Pemudi bukan sekadar pelengkap. Mereka adalah penggerak, pemikir, dan penjaga nilai-nilai kemanusiaan dalam organisasi. Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi, peran mereka semakin krusial untuk menjaga arah perubahan agar tidak kehilangan sisi kemanusiaannya.
Perempuan muda memiliki daya yang khas: ketelitian, empati, dan kemampuan membaca situasi sosial secara mendalam. Mereka tidak hanya membangun dari luar, tetapi juga dari dalam—melalui pendidikan anak, penguatan komunitas, dan pembentukan karakter generasi penerus. Perempuan adalah “madrasah pertama” bagi kehidupan; darinyalah lahir generasi yang cerdas, beretika, dan berkeadilan.
Dalam ruang organisasi, kehadiran perempuan menciptakan keseimbangan. Tanpa perempuan, organisasi kehilangan separuh kekuatannya: perspektif keadilan gender, kehati-hatian dalam keputusan, serta kepekaan terhadap suara-suara yang sering diabaikan. Sebaliknya, ketika perempuan terlibat aktif, organisasi menjadi lebih inklusif, inovatif, dan berakar kuat pada kebutuhan nyata masyarakat.
Perempuan muda hari ini telah membuktikan diri sebagai pemimpin, inovator, dan penggerak perubahan sosial. Mereka terlibat dalam advokasi hak-hak perempuan, menginisiasi gerakan lingkungan, hingga memimpin komunitas di tingkat lokal dan nasional.
Karena itu, organisasi tanpa pemudi bukan hanya timpang, tetapi pincang. Ia kehilangan keseimbangannya, kehilangan arah kemanusiaannya. Sebab sejatinya, perubahan yang sejati hanya lahir dari ruang yang memberi tempat setara bagi semua, laki-laki maupun perempuan.