Bina Desa

Gotong Royong Membangun Kemandirian: Kisah Usaha Kolektif Petani Kampung 

Sumber foto: Jaya KPK/Facebook

Oleh: Risman (Kelompok Petani Kampung) 

Di sebuah desa di Kelurahan Batupanga, Kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar (Polman) suara cangkul yang berpadu dengan tawa para petani menjadi irama keseharian. Bukan sekadar bekerja di ladang, mereka sedang membangun sesuatu yang lebih besar dari sekadar hasil panen: membangun kemandirian melalui usaha kolektif. 

Bagi para anggota Kelompok Petani Kampung (KPK), kerja bersama bukanlah hal baru. Mereka percaya bahwa kekuatan kelompok tak hanya terletak pada hasil tani, tetapi juga pada kemampuan untuk saling menopang. Di tengah fluktuasi harga komoditas, keterbatasan modal, dan ancaman gagal panen, mereka memilih untuk bergerak bersama—mengubah tantangan menjadi peluang. 

 Dari Limbah Menjadi Berkah 

Salah satu inisiatif yang lahir dari semangat kolektif itu adalah pengolahan pupuk organik berbahan dasar kotoran ternak kambing. Ide sederhana ini muncul dari obrolan ringan di antara para petani, yang resah melihat limbah ternak menumpuk tanpa manfaat. 

Adalah Asis Buti Rahman, salah satu anggota KPK, yang kemudian mengambil langkah nyata. Dengan tekun ia belajar membuat pupuk organik menggunakan metode fermentasi alami. Tak disangka, upaya kecil itu berbuah besar. Kini Asis mampu memproduksi hingga 1.000 karung pupuk per bulan, dan pemasarannya sudah menembus luar kabupaten, bahkan hingga ke Kalimantan dan Riau. 

Keberhasilan Asis menjadi inspirasi bagi anggota kelompok lainnya. Mereka melihat bahwa kemandirian bukanlah mimpi besar yang sulit dicapai, melainkan hasil dari kerja kolektif yang terus dirawat. Dari situ, KPK mulai menjadikan pembuatan pupuk kompos sebagai salah satu unit usaha kelompok yang dikelola bersama. 

Usaha Kolektif sebagai Sekolah Kehidupan 

Usaha kolektif bagi KPK bukan hanya tentang ekonomi. Di dalamnya, para petani belajar banyak hal: mengelola waktu, memahami manajemen sederhana, membangun kepercayaan, hingga menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial. 

Dalam setiap proses—dari mengumpulkan bahan baku, mencampur kompos, hingga memasarkan hasil—terjalin keakraban yang memperkuat ikatan emosional antaranggota. “Kami tidak hanya bekerja bersama, tapi juga saling belajar dan saling menjaga,” ujar salah seorang anggota KPK. 

Dari keuntungan usaha pupuk organik, kelompok ini perlahan mampu menata diri. Mereka membentuk koperasi simpan pinjam untuk anggota, sekaligus mendirikan sekretariat KPK sebagai pusat kegiatan kelompok. Semua itu mereka wujudkan tanpa bergantung pada bantuan luar, tetapi dengan semangat gotong royong dan rasa saling percaya. 

Bertumbuh Bersama Alam 

KPK tak berhenti di satu bidang. Mereka terus mengembangkan diri di sektor perkebunan, tanaman pangan, dan hortikultura, sekaligus mempertahankan tradisi beternak sebagai bagian dari kehidupan desa. Prinsip mereka sederhana: apa yang ada di sekitar harus memberi manfaat bagi semua. 

Limbah rumah tangga, limbah pabrik, hingga limbah ternak diolah menjadi sumber daya baru. Dari yang dianggap tak berguna, kini menjadi bahan baku penting bagi usaha produktif. Inilah wajah baru pertanian kampung yang tak hanya menanam padi, tapi juga menanam harapan. 

Kekuatan yang Tumbuh dari Kebersamaan 

Dalam suasana kerja kolektif seperti itu, gotong royong bukan lagi sekadar slogan, melainkan budaya yang hidup. Setiap keringat yang menetes menjadi bukti bahwa kemandirian tak lahir dari individu yang kuat, melainkan dari komunitas yang saling menguatkan. 

Kegiatan usaha kolektif membuat anggota KPK semakin solid. Mereka memahami bahwa kesejahteraan bukan hanya tentang angka pendapatan, tetapi juga tentang rasa memiliki dan kebersamaan. Ketika seseorang berhasil, maka seluruh kelompok pun ikut merasakan manfaatnya. 

Usaha kolektif menjadi ruang di mana nilai-nilai dasar pertanian—kerja keras, kesederhanaan, dan solidaritas—dihidupkan kembali. Di tengah arus modernisasi dan individualisme, para petani kampung membuktikan bahwa kerja bersama tetap relevan dan menjadi jalan nyata menuju kemandirian ekonomi desa. 

Menjemput Masa Depan dengan Tangan Sendiri 

Kini, KPK bukan hanya sekumpulan petani, melainkan sebuah komunitas belajar yang menumbuhkan harapan. Mereka menatap masa depan dengan keyakinan bahwa desa bisa mandiri tanpa meninggalkan nilai-nilai kebersamaan. 

Melalui usaha kolektif, mereka membangun sistem ekonomi yang berakar pada solidaritas sosial, bukan pada persaingan. Di situlah letak kekuatannya—karena mereka percaya, keberlanjutan sejati tumbuh dari tangan-tangan yang bekerja bersama. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top