Bina Desa

Penderitaan Masyarakat Pesisir Semarang Dan Karawang

Karyono, nelayan dari Karawang, Jawa Barat, dan Masnun, nelayan Semarang, Jawa Tengah menyebut bahwa keberadaan perusahaan mengahcurkan ekologi laut dan pesisir. Pencemaran dan eksploitasi yang dilakukan perusahaan di pesisir menimbulkan kerusakan dan merugikan penghidupan ekonomi masyarakat setempat. Hal itu terungkap dalam kesaksian mereka di Mahkamah Konstitusi ketika sidang gugatan uji materi UU 27/2007 Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK) pada Selasa, 27 APRIL 2010.

“Dahulunya dairah kami itu makmur, kemudian menjadi tidak makmur setelah beroperasinya suatu perusahaan yang berdekatan di daerah kami yaitu perusahaan PT. Kayu Lapis Indonesia (KLI). Aktifitas PT. KLI yang melakukan pembelokan Sungai Waka sampai hampir 90 derajat, melakukan reklamasi pantai untuk pelebaran pabrik hampir 500 meter ke tengah laut, melakukan pengedukan pasir untuk pembuatan pabrik atau pelebarannya, dampaknya sungguh parah terasa semenjak 1997.” Papar Masnun.

Menutunya, akibat aktifitas PT. KLI telah mengakibatkan abrasi yang mengakibatkan tambak-tambak banyak yang hilang maupun yang rusak. “Yang hilang menurut data kami ada 152,48 hektar. Sedangkan tambak yang rusak ringan ada 55 hektar koma 5. Sedangkan tambak yang rusak berat itu bisa ditanami ikan tapi pakai jaring, atau jala itu ada 37 hektar.” Jelasnya.

Pencemaran limbah juga terjadi, pencemaran limbah padat atau pun limbah cair maupun limbah dari udara seperti serpihan-serpihan daripada kayu-kayu itu atau zat kimia, namanya runti, yang dipakai supaya kayunya tidak rusak.

“Akibat pencemaran itu kami merugi ratusan juta rupiah. Keadaan bertambah buruk, banyak warga yang sekarang jadi TKI atau sekedar kuli bangunan gara-gara hal itu. Lalu jika HP3 diberlakukan kondisinya pasti akan lebih parah karena adanya izin dan hak perusahaan, mereka bisa lebih sewenang-wenang nantinya.”

Sementara Karyono, nelayan dari Dusun Bungin, Desa Tanjung Pakis Karawang juga mengisahkan hal yang serupa. Sejak beroperasinya PT. Purna Taru Murni di dairahnya kerusakan ekologis dan hancurnya pondasi ekonomi dirasakan sangat nyata dan merugikan.

Tahun 1995 datang perusahaan pengerukan pasir, PT. Purna Taru Murni. Secara serempak masyarakat menolak keberadaan perusahaan, karena mayoritas di Desa Tanjung Pakis itu masyarakatnya petani tambak dan nelayan. Apabila itu terjadi pengerukan pasir dilaksanakan oleh PT. Purna Taru Murni, maka nelayan dan petambak pasti merugi.

“akibat pengerukan pasir tersebut ingkungan di dasar laut rusak, tidak ada ikan untuk  bisa dipanen lagi.” Kata Karyono prihatin.

Sejak beroperasinya  PT. Purna Taru Murni dari tahun 1995 ke tahun 2007 yang mengeruk pasir, dampaknya sudah cukup dahsyat. “Perumahan nelayan yang ada di pesisir pantai Dusun Bumin itu habis bahkan tiga pelelangan ikan itu habis terbawa oleh laut.” Tutur Karyono lagi.

Ditambah lagi dengan tambak-tambak nelayan yang mungkin sampai saat ini antara Karawang Bekasi berkisar ratusan hektar. Bagaimana jika HP3 diberlakukan? (pubin/XXII/bindes/2010/sabiq)

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top