Bina Desa

BPN: TNI Belum Punya Hak Kelola Tanah di Setrojenar

Jakarta – Hampir satu minggu pasca bentrok antara TNI-AD dengan warga sipil di Setrojenar, Kebumen, Jawa Tengah, sebagian besar  warga masih merasa trauma berkepanjangan, Warga masih was-was akan nasibnya kedepan terkait kepemilikan lahan-lahan pertanian yang meraka miliki setelah kejadian yang menggemparkan itu. Mereka pun mengadu ke BPN Pusat.

“Kami datang untuk meminta keadilan, kami meminta penjelasan dan klarifikasi dari BPN Pusat, sebagai lembaga yang mempunyai otoritas dalam hal pertanahan di Negeri ini, kami sudah lelah pak, kami menuntut hak-hak kami,” ujar Warsono yang perupakan warga korban saat diterima Deputi V Bidang Pengkajian dan Penyelesaian Konflik dan Sengketa Pertahanan BPN RI di Jl. Sisingamangaraja, Jakarta,  Kamis (21/2).

Warsono mengatakan, status penggunaan lahan Pelatihan TNI-AD di Setrojenar itu pinjam pakai sejak tahun 1980-an, masyarakat disana secara turun temurun telah mengupayakan pertanian dan Agrowisata rakyat yang dikelola oleh pemuda Desa. Persoalan meruncing ketika Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menerbitkan Perda Tata Ruang  tahun 2010 lalu dengan menetapkan Lahan Pesisir Urut Sewu sepanjang 22,5 Kilometer, meliputi 3 Kecamatan (Kec. Mirit, Ambal dan buluspesantren), 15 Desa, sebagai Kawasan Pertahanan dan Keamanan. Hal ini diperuncing lagi kemudian dengan munculnya izin lokasi tambang pasir besi di Kec. Mirit, yang notabene masuk kedalam wilayah kawasan HANKAM.

Sementara itu, Deputi V BPN RI Bidang Pengkajian dan Penyelesaian Konflik dan Sengketa Pertanahan Aryanto Sutadi menyatakan, bahwa menurut laporan yang diterimanya dari kator perwakilan BPN Kebumen, TNI tidak mempunyai alas Hak dilahan yang disengketakan dengan warga tersebut, dan memang dilahan tersebut tidak ditemukan alas hak atas tanah tersebut. Sehingga lahan tersebut secara teori masuk kategori tanah Negara.

“Setahu saya, menurut laporan yang saya terima, TNI memang belum mempunyai alas hak atas lahan tersebut, jadi tanah itu memang tanah Negara dan juga belum dipastikan apakah lahan tersebut sudah dimasukkan dalam program Inventarisasi Kekayaan Milik Negara atau belum oleh TNI, ” ujar Aryanto.

Menanggapi uraian tersebut, Ridwan Darmawan, Juru Bicara wagra Kebumen dari ndonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) menyatakan, sesuai investigasi awal dilakukan, dilahan yang dipersengketakan antara warga dan TNI tersebut, tepat di tanah yang diatasnya berdiri bangunan tiga lantai milik Dislitbang TNI-AD tersebut terdapat Sertifikat atas nama warga bernama Mihad.

“Ini bagaimana kalau seperti itu, bukankah sertifikat hak milik atas nama warga tersebut menunjukkan bahwa warga petani kebumen tersebut berhak atas tanah tersebut,” kata Ridwan.

Menjawab hal itu, Aryanto Sutadi yang bekas Polisi itu mengatakan BPN tidak dalam posisi sebagai otoritas penetapan kebijakan pertanahan, yang berwenang disana Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati Kebumen.

“Kami ini ibaratnya cuma tukang stempel aja, yang menentukan lahan ini untuk apa dan siapa itu ada wewenang masing-masing intansi terkait,” katanya.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top