Mengorganisir dan menguatakan komunitas bisa menggunakan beragam media dan pendekatan. Di Pasrujambe (12/7) Co BinaDesa menggunakan media film sebagai pendekatan dan pembongkaran kesadaran kemandirian dan keteguhan komunitas. Hasilnya, dalam sesi refleksi yang dikuti sekitar 23 kaum perempuan yang tergabung dalam beberapa komunitas semakin teguh dan bersemangat memajukan komuntasnya sekalian mengatasi berbagai himpitan persoalan.
“Film ini (In The Time of The Butterflies )memiliki pesan sosial dan solidaritas yang bagus. Dan kami berharapkomunitas terinspirasi dan mampu mengambil nilai bahwa, seperti terdapat dalam film ini (In The Time of The Butterflies) perjuangan itu selalu butuh pengorbanan. Mirabal bersaudara meninggal pada tanggal 25 november yang kemudian diperingati sebagai hari anti kekerasan terhadap perempuan sedunia. Baik kekerasan yang sifatnya personal maupun yang berhadapan dengan Negara. Di sini kita juga mengalami berhadapan dengan pemerintah desa.” Ujar Eri, koordinator dan fasilitator acara tersebut.
Harapan itu tak sia-sia, kaum perempuan yang mengikuti acara tersebut tampak bersungguh-sungguh dan mengambil banyak nilai. Siti misalnya mengatakan dalam sesi refleksi usai pemutaran film,” Dari film ini kita mengambil banyak pelajaran. Untuk ke depan, jangan sampai lelah. Perempuan jangan sampai ditindas. Perempuan juga bisa berjuang” uajr Siti. ” Tidak menyerah meski dipenjara” timpal Ngatirah dengan semangat.” Jadi tahu tentang pejuangan perempuan, resikonya apa saja. Bisa meneladani, meski resikonya besar bisa jadi dorongan untuk maju ke depan, jadi penyemangat.” Demikian kata Samiasih.
Menanggapi gelora itu, Eri menyatakan bahwa perjuangan harus terus menerus dan turun pada semangat generasi zaman berikutnya. “Pejuang itu tidak boleh mati sebelum ada penerusnya agar perjuangannya ada yang meneruskan. Kartini misalnya, mendirikan sekolah Kartini, Marsinah menumbuhkan kader-kader buruh. Mereka juga harus punya teman, jaringan, dukungan keluarga. Kalau kita lihat tadi, kematiannya Minerva bersaudara menjadi pemicu, pemerintahan kemudian menjadi lebih baik. Memang tidak boleh lelah, harus terus menyebarkan agar kebenaran itu diketahui semua orang.” Tegas Eri.
In The Time Of Butterflies Mengisahkan:
Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Sinopsis singkat Film In The Time of Butterflies ini, mengisahkan Presiden Trujillo atau yang biasa dipanggil Jefe adalah presiden terpilih yang menjadi diktator dan memimpin Republik Dominika lebih dari 30 tahun. Dia dipilih tanpa ada satu oposisi pun yang bersaing dengannya. Dia kemudian membuat Partai Partido Dominicado untuk mengontrol kondisi politik di Dominika, dia pun menjadi panglima tertinggi tentara Dominika dan itu semakin menguatkan kediktatorannya. Dibawah kepemimpinannya, kondisi ekonomi negara selalu stabil namun bagaimanapun rakyat sama sekali tidak mendapatkan kebebasan berpolitik.
Adalah keluarga Mirabal dengan 4 anak perempuan, Dede, Mate, Patria dan Minerva yang kemudian mulai membangun perlawanan terhadap Jefe. Berawal dari sebuah keinginan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi di ibukota, maka ketiga bersaudara, Patria, Mate dan Minerva melanjutkan pendidikannya. Selama di sekolah Minerva melihat keadaan yang tidak pernah diketahuinya. Seorang temannya, Sinita memiliki keluarga (bapak, paman dan kakak laki-lakinya) yang ‘dihilangkan’ oleh rejim Trujillo dan dia begitu membenci Trujillo hingga ke tulang sumsumnya. Dari cerita Sinita itulah Minerva mengetahui bahwa setiap orang yang protes pada kepemimpinan Trujillo pasti tidak akan pernah kembali.
Suatu ketika keluarga Mirabal kedatangan Lio, seorang dosen hukum yang juga aktivis yang selalu menentang kepemimpinan Trujillo. Dari Lio, Minerva banyak mengetahui tentang ketidakadilan yang ada di negaranya dan membangkitkan keinginannya untuk menjadi pengacara. Peluang untuk sekolah pun ia dapatkan namun dengan pengorbanan yang luar biasa. Keinginannya yang besar untuk mendapatkan keadilan lah yang memacu semangatnya untuk mendapat ijin praktek hukum.
Selama sekolah hukum Minerva mengenal banyak aktivis yang melakukan perlawanan terhadap Trujillo dan bergabung dengan mereka untuk menyadarkan rakyat bagaimana sebenarnya rejim Trujillo yang dibangun atas beribu darah rakyat yang ‘dihilangkan’. Perjuangan yang dilakukan Minerva (kemudian dipanggil Butterfly/kupu-kupu sebagai kata sandi) dan Polo, suaminya yang juga sesama aktivis didukung oleh keluarganya dan pihak gereja yang selama ini selalu ditindas oleh rejim Trujillo.
Merasa bahwa perlawanan keluarga Minerva sangat mengancam rejim Trujillo, keluarga ini pun dibunuh oleh preman-preman yang dibayar oleh pemerintah. Kematian keluarga Minerva pada tanggal 25 November ini kemudian selalu diperingati sebagai hari anti kekerasan terhadap perempuan se-dunia. Sejak kematian keluarga Mirabal, kebangkitan rakyat untuk melawan semakin besar dan rejim Trujillo berakhir dengan dibunuhnya Trujillo oleh musuh politiknya. (pubin/bindes/010/Sabiq)