Bina Desa

Sinergi Untuk Desa Kita

Oleh: Iwan Nurdin*

Di tengah berita miring tentang penyelewengan dana desa disertai beberapa penangkapan oknum Kepala Desa yang meluas. Berita tentang betapa menggeliatnya desa oleh pembangunan seolah tertutup. Benarlah pepatah lama karena nila setitik rusak susu sebelanga.

Tanpa bermaksud meremehkan, apalagi mengabaikan fakta penyelewengan yang terjadi, tak bisa menutupi fakta tentang pekerjaan raksasa yang telah dijalankan oleh Desa. Menurut Kemendesa PDTT, sepanjang 2016, artinya dalam setahun penggunaan Dana Desa sudah terbangun Jalan Desa sepanjang 66.884 KM, 511,9 KM Jembatan, Pasar Desa sebanyak 1.819 unit, Penahan Tanah 38.184 unit, Sumur 14.034 unit, Air Bersih sebanyak 16.295 unit, Embung 686 unit, Drainase 65.998 unit, Irigasi 12.596 unit. Di bidang pelayanan pendidikan juga terbangun PAUD sebanyak 11.926 unit. Sementara terkait kesehatan tercatat terbangun Poliklinik Desa 3.133 unit dan Posyandu 7.524 unit. Ini adalah pekerjaan raksasa yang dijalankan oleh pemerintah dan rakyat desa dalam sepanjang 2016.

Reforma Agraria dan Pembangunan Pedesaan

Pada saat pengundangan, UU Desa didorong untuk menjawab sekurang-kurangnya beberapa hal: ketimpangan anggaran untuk desa, ketimpangan infrastruktur dan ketimpangan pengelolaan sumber daya alam di desa. Dongkrak utamanya untuk mengatasi hal tersebut adalah Dana Desa.

Melihat tujuan tersebut, bisa dimengerti bahwa di tahap awal penggunaan Dana Desa oleh Kemendesa PDTT diarahkan untuk pembangunan infrastruktur. Namun langkah selanjutnya, penggunaan dana desa untuk menjadikan desa-desa di tanah air sebagai pusat kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan perlu disiapkan skenario utamanya. Bukankah inti UU Desa adalah pembangunan pedesaan bukan pembangunan di desa.

Salah satu cara membangun skenario tersebut bisa dengan mengingat dan membuka resep yang pernah ditawarkan World Conference on Agrarian Reform and Rural Development (WCARRD) tahun 1979 yang diselenggarakan FAO. Jadi, usulan sinergi antara reforma agraria dan pembangunan pedesaan itu bukan barang baru. Barang lama nya yang belum terwujud masih sama: ya, sinergi itu lagi.

Sinergi di tingkat kabupaten misalnya, bisa dilakukan dengan mendorong pendaftaran tanah sistematis  di tingkat desa untuk mendapatkan gambaran ketimpangan penguasaan tanah di tingkat kabupaten. Selain itu, akan didapat gambaran tentang tanah-tanah di pedesaan yang masih berstatus kawasan hutan, Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan dan tanah negara lainnya yang bisa didorong untuk dijadikan objek reforma agraria dan pengelolaannya kepada masyarakat.

Pendaftaran tanah sistematis ini sesungguhnya juga untuk mendapatkan gambaran tentang berapa banyak masyarakat yang bertanah gurem dan tak bertanah yang diprioritaskan untuk dilayani dalam reforma agraria.

Pemerintah Kabupaten juga dapat segera menetapkan zona pertanian pangan berkelanjutan sesuai amanat UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Penetapan zona ini harus sinergis dengan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Sehingga dalam setiap pelaksanaan zona penetapan lahan pertanian pangan juga telah mendapatkan gambaran jumlah petani yang harus dilindungi, diberdayakan bahkan besaran subsidi pupuk, benih, bisa semakin jelas pemetaan penggunaannya.

Lebih jauh, karena telah disinergikan dengan prinsip reforma agraria, maka pada setiap zona perlindungan ini juga telah didesain skenario pembangunan pertanian dan pembangunan pedesaan dalam zona lahan pertanian tersebut di masing-masing desa. Desa pertanian pangan dalam setiap zona perlindungan lahan tersebut bermaksud melindungi petani, landless, petani gurem ditempatkan dalam skenario pembangunan pertanian berbasis desa yang komprehensif. Sehingga, dalam lima atau sepuluh tahun kita bisa menghasilkan pusat pertanian modern berbasis badan usaha petani, ataupun badan usaha milik desa yang modern denga konsep pertanian ramah lingkungan dan alami

Disanalah gambaran tentang sinergi yang sesungguhnya, dan beruntungnya telah ada payung hukumnya untuk dijalankan. Ini adalah masalah inovasi pemerintah.###

*Penulis Adalah Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jakarta.

Scroll to Top