Bina Desa

Pertanian Alami: Mereka Tahu Tapi Belum Mau

Oleh: Acmad Miftah,–Sekretaris Lembaga Bina Desa

[dropcap]P[/dropcap]ertanian Alami adalah sistem budidaya pertanian yang menempatkan semua unsur makhluk di alam raya berjalan sesuai dengan peran dan fungsinya. Di mana masing-masing akan saling bekerjasama untuk menjaga keseimbangan dan keberlangsungan hidup.

Sistem bertani tersebut memang sudah dipraktekkan oleh moyang kita dulu, dan sebagian dari petani-petani sepuh sekarang masih ingat masa itu. Kemudian datanglah revolusi hijau yang menawarkan dengan gencar benih, pupuk dan sarana produksi lainnya dengan iming-iming dapat meningkatkan produksi. Dalam waktu singkat berubahlah sistem bertani kita dan para petani mulai tergantung dan terjerat dengan ongkos produksi yang tinggi serta merubah budaya bertani dan kehidupan komunitas petani.

Pertanian alami menjadi salah satu kegiatan yang diyakini dapat mereformasi kegiatan sosial budaya, sosisl ekonomi dan sosial politik masyarakat desa. Karena pertanian alami dapat memotong ketergantungan, keluar dari jeratan pertanian kimiawi, juga memberi kebebasan dan kedaulatan untuk menentukan sendiri alat dan input produksinya sesuai dengan kearifan lokal, kekayaan alam serta kekhasan budayanya.

Dengan demikian penerapan pertanian alami akan dapat: pertama, menghasilkan produk yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan tanah serta daya dukung alam sekitarnya—dipraktekkan tidak dengan mengeksploitasi tanah.

Kedua, ongkos produksi akan turun karena tidak lagi membeli pupuk, pestisida dan sebagainya tapi cukup dengan menggunakan bahan-bahan yang ada disekitar. Ketiga, produk yang dihasilkan bebas racun dan meyehatkan. Keempat petani akan diajak untuk berpikir dan berpikir terus tidak lagi dinina bobokan oleh produk-produk yang siap pakai dan instan serta mudah didapat yang kalau sedang tidak ada/ditemukan produk-produk tersebut ditoko-toko maka petani tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Dengan penerapan pertanian alami sesungguhnya ekonomi keluarga petani akan membaik karena ada pengurangan pengeluaran biaya bertani juga akan ada pengurangan biaya berobat karena petani memakan padi sehat yang tidak mengandung racun akibat pupuk dan pestisida kimiawi.

 

Refleksi

Ketika hal tersebut diberitahukan kepada pelaku pertanian alami Pak Edi seorang petani di Pamulihan, Sumedang, beliau menjawab bahwa petani-petani disekitar sawah dia telah diberitahu tentang pertanian alami dan mereka juga tahu hasil dari pertanian alami bisa lebih baik. Pak Edi sendiri hasil panen terakhir berkisar sampai 8 ton/Ha.

Tak hanya itu, masyarakat juga memuji bahwa pertanian alami bagus, anakan dan malainya banyak, daunnya hijau, kuat dan sebagainya tapi mereka belum juga mau ikut mempraktekan pertanian alami.

Dari diskusi dengan petani di beberapa daerah, ada beberapa alasan mengapa mereka tidak mau mempraktekkan pertanian alami, antara lain dengan alasan bahwa untuk mempraktekan pertanian alami dirasa merepotkan; karena mesti membikin kompos, mikroba, nutrisi; kemudian setiap 10 hari harus melakukan penyemprotan dan seterusnya.

Salah seorang petani yang mempraktekan pertanian alami 100% diikutinya semua perintah, prosedur dengan baik dan benar sehingga pada saat panen diperoleh hasil yang memuaskan lebih besar dari hasil yang biasa dia peroleh ketika melakukan pertanian konvensional (kimiawi). Tapi pada musim berikutnya dia tidak melakukan pertanian alami lagi, dia kembali melakukan pertanian konvensional (kimiawi) dengan alasan pertanian alami repot walaupun hasilnya bagus, lebih besar dari pertanian konvensional.

Alasan lainnya karena tanah sawahnya sempit sehingga manakala bertani alami kemudian hasil panen tidak seperti yang diharapkan maka pertaruhannya akan kesulitan mencukupi kebutuhan pangannya, (walaupun pertanian konvensional juga tidak menjamin bisa mencukupi).

Ada juga karena isteri atau suami masih ragu dan tidak menyetujui perubahan dari pertanian konvensional ke pertanian alami sehingga dari pada berantem (bertengkar) lebih baik tidak melakukan pertanian alami.

 

Pelajaran Berharga

Dari alasan-alasan diatas dapat diambil pelajaran bahwa untuk melakukan pertanian alami tidak sekedar tahu dan mengerti bagaimana itu pertanian alami dilakukan, tapi juga harus diyakini, disadari mengapa kita bertani alami.

Kesadaran bahwa pertanian alami akan menjadikan petani mandiri dan merdeka seperti dijelaskan diawal tulisan ini juga dirasa masih  kurang bisa menggerakkan karena petani tidak merasa terjajah dengan pertanian kimiawi dan nyaman dengan pertanian kimia, walaupun secara ekonomi tidak menguntungkan, ketergantung pada bibit dan pupuk seakan telah niscaya.

Terus apalagi yang mesti dilakukan supaya niat baik bisa menjadi nyata, bisa menjadi kebaikan bersama?

Mungkin upaya lain yang perlu kita yakini dari sisi teologi ketuhanan bahwa pertanian alami adalah perwujudan rahmatan lil alamin. Salah satu indikasinya adalah memberi kesempatan kepada sekalian alam (alam=segala sesuatu selain Tuhan) untuk berkembang sesuai peran, fungsi dan kodratnya secara berkesinambungan dan berkeseimbangan sehingga suasana penuh kasih  damai sangat terasakan, suasana yang lebih mengedepankan perasaan, intuisi dan hal-hal lain yang bersifat immaterial, singkatnya suasana yang tidak menempatkan materi sebagai penuntun kehidupan (bukan berarti tidak memerlukan materi, materi masih diperlukan sebagai salah satu pemenuhan kehidupan).

Realitas kehidupan saat ini berkecenderungan menempatkan materi sebagai penuntun kehidupan,  materi menjadi panglima kehidupan. Orang yang sukses adalah orang yang bermateri karena dengan materi tersebut orang bisa melakukan apa saja (termasuk merebut kekuasaan) maka orang berlomba-lomba mengejar materi, rela melakukan hal-hal yang tercela demi mendapatkan materi dan akhirnya materi di-Tuhan-kan.

Realitas kehidupan yang demikian juga tercermin dalam kehidupan petani saat ini, orang bertani hanya mengejar berapa produksi yang akan dihasilkan dan berharap akan mendapat harga jual yang baik sehingga berbagai upaya dilakukan untuk hal tersebut, tidak peduli dampak-dampak yang ditimbulkan, bahkan bila itu akan merusak lingkungan, akan membunuh makhluk-makhluk lain dan sebagainya termasuk sikap hidup individualime, maunya jalan pintas tidak perlu repot, tidak ada suasana ketuhanan lagi sebagaimana yang diajarkan agama atau kepercayaan yang diyakini. Kalau pun sekarang ada kok kayaknya lebih sebagai tontonan? bukan tuntunan.

Jadi pertanian alami sesungguhnya mengajarkan cara hidup bersyukur dengan mengedepankan rasa, hati, nurani, penghargaan terhadap sesama dan alam serta menghidupkan kebersamaan, gotong royong, saling bantu, saling melayani. Atau dengan kata lain sesungguhnya penerapan pertanian alami adalah bagian dari perang melawan keserakahan, kesombongan, kesewenang-wenangan, dan hal-hal tidak baik lainnya yang ada dalam diri kita. Semoga berkah. (*)

Scroll to Top