Belanja pegawai dan belanja modal negara terlalu tinggi sehingga untuk pemenuhan hak ekososbud (Ekonomi Sosial dan Budaya) sangat sedikit. Padahal menunjuk pasal 33 dimana negara menguasai sumberdaya alamnya, seharusnya negara bisa memprioritaskan anggarannya untuk sepenuhnya kemakmuran rakyat.
“Volume APBN terhadap PDB di negara yang kapitalis seperti Jepang, Prancis dan Jerman misalnya mendekati 30% , sementara indonesia hanya berkisar 19 %. Trend 40 tahun terakhir APBN untuk rakyat menurun drastis. Perkebenunan pada tahun 1957 dikuasai negara sepenuhnya. Sejak 1989 , 1995 tinggal 20%, sekarang tinggal 7, 8%.” Kata Pengamat Ekonomi dari UGM Refrson Baswier.
Hal itu dikatakan Refrison Baswier dalam suatu diskusi FGD Menggugat Anggaran 2011 di Jakarta beberapa waktu lalu yang diselenggarakan oleh beberapa NGO di Jakarta seperti IHCS dan FITRA.
Dalam diksusi itu Refrison juga menyatakan bahwa Perkoperasian dan sektor kolektif negara memang mengalami marginalisasi. “Trend anggaran yang terjadi memang kontraproduktif dengan nalar ekososbud. Negaranya saja kalo saya bilang sudah pada level tertindas; bayangkan negara harus melakukan deregulasi, bayar hutang, privitasasi.” Katanya. “Jadi juga ada masalah politik penyelenggaraan negara atas hak ekososbud. Pelanggaran konstitusi udah terjadi dibanyak sektor, tapi anehnya tdk ada konskuensi politik bagi rezim.”
Sementara itu pakar ekonomi dari Universitas Indonesia Anna Erlina menyebut gugatan atas RAPBN 2011 layak karena melanggar prinsip penyelenggaraan negara yang baik. “Dilihat dari HAM ini bisa dibilang pelanggaran HAM berat karena melakukan ‘pembiaran’.”Anna Erliana.”Rencana Anggaran yang mendapat delegitimasi dari publik akan batal demi hukum” tegasnya.
Sementara itu, pemerhati masalah kesehatan dan pendidikan Prof. Hasbullah Tabrani menyebut Anggaran kesehatan kita jauh lebih rendah dari Timor Leste.”Timor Leste menganggarkan 12% untuk kesehatan, Indonesia hanya 2 %.” Ungkapnya.
“Di pendidikan anggaran 20 % tidak pernah murni untuk pendidikan. Anggaran pendidikan pegawai, tentara, dan masukan dari dairah semua di hitung. Jadi apanya yang 20%?” Pungkasnya.
Bermasalah di DPR
Ratusan triliun rupiah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang seharusnya menjadi instrumen meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperkirakan terbuang sia-sia. Ini terjadi karena perencanaan yang tidak terukur dan lemahnya pengawasan implementasi anggaran itu. Hal itu juga mengindikasikan bahwa politik anggaran yang diperagakan pemerintah selama ini tidak sehat, ditandai dengan banyaknya program yang salah sasaran.
“Banyaknya dana pembangunan yang menguap terjadi di beberapa tahapan, yakni sejak perencanaan, penentuan program, sampai tahapan pelaksanaan di lapangan,” kata pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Aris Yunanto di Jakarta, Selasa (2/8).
Contohnya, lanjut Aris, penyimpangan sudah terjadi sejak pemerintah mengajukan rencana kerja kementerian dan lembaga. Ironisnya, DPR sebagai penentu anggaran bukan malah menyaring, tapi justru memperbesar peluang untuk menggelembungkan anggaran.
“Pada tahapan persetujuan anggaran sering terjadi proses lobi untuk mark up anggaran. DPR bukannya memangkas anggaran yang tidak efisien, malah sebaliknya meminta agar mark up dinaikkan agar jatahnya jadi lebih,” jelas dia.
Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan banyak alokasi anggaran yang tidak menyentuh kepentingan rakyat akibat lemahnya pengawasan dari Kementerian Keuangan dan buruknya penyusunan anggaran di tingkat Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (RKKL). Dengan kata lain, berbagai kelemahan sistemis dalam pengelolaan anggaran, baik di sisi penerimaan, belanja, maupun akuntabilitas, ditentukan oleh pelaku utama, yakni yang memutuskan anggaran dan yang menggunakan anggaran.
Belanja negara 2011 mencapai 1.204,9 triliun rupiah atau naik 7 persen dari 2010. Belanja tersebut akan dialokasikan untuk: pertama, belanja pemerintah pusat 840,9 triliun rupiah. Selama ini, porsi terbesar belanja pusat selalu difokuskan pada subsidi terutama subsidi BBM dan listrik, belanja pegawai, dan pembayaran bunga utang.
Kedua, anggaran transfer ke daerah direncanakan 364,1 triliun rupiah. Transfer ke daerah berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Otonomi Khusus.
Diperkirakan ratusan triliun dari berbagai pos anggaran itu terbuang sia-sia akibat penyusunan program yang salah sasaran dan cenderung digunakan sebagai alat untuk politisasi kebijakan ekonomi guna kepentingan golongan tertentu.
Refrson Baswier pada penutupan FGD “Anggaran Untuk Rakyat” juga menyebut APBN 2011 sudah bermasalah sejak masih dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah). “Proses penyusunan APBN dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang, (RPJP/RPJM) baru APBN. Soalnya pelanggaran konstitusi apa hanya di APBN atau sejak RPJM?”
Pengalaman saya, aku Refrison, pelanggaran itu udah terjadi sejak draft RPJM spt misalnya pengurangan subsidi. “Ini bukan hanya pelanggaran tapi kejahatan melalui APBN, dan negara memang layak digugat.” Katanya.
“Bayangkan anggaran 1200 Triliun dari sabang-merauke hanya dibahas dalam jangan 2 bulan di DPR. Bagaimana mau bicara partisipasi rakyat? Legislatifnya saja ga sempat membahas.”
Dalam anggaran ada klasifikasi 1-9 priorotas pembahasan untuk pengesahan APBN oleh DPR, yang di bahas DPR paling hanya1-3 klasifikasi, sisanya lolos begitu saja entah untuk anggaran apa. “Pertanyaan saya APBN sebenarnya dibahas atau tidak oleh DPR?” kata Refrison.