Bina Desa

Merefleksikan land reform (lagi)

“Malaksanakan land reform berarti melaksanakan satu bagian yang mutlak dari revolusi Indonesia.” (Pidato Presiden Sukarno, Agustus 1960)

Sukarno telah lama berujar dengan sepenuh kesadarannya atas kondisi sosio kultural dan geo politik republik kepulauan ini; ”Revolusi Indonesia tanpa landreform adalah sama saja dengan gedung tanpa alas, sama saja dengan pohon tanpa batang. Sama saja dengan omong kosong tanpa isi. Malaksanakan land reform berarti melaksanakan satu bagian yang mutlak dari revolusi Indonesia.” (Pidato Presiden, Agustus 1960)

Perombakan hak atas tanah dan penggunaan tanah, bertujuan agar masyarakat adil dan makmur dapat terselenggara dan khususnya hidup tani meninggi dan taraf hidup seluruh rakyat jelata meningkat. Intinya, “Tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan, apalagi penghisapan dari modal asing terhadap Rakyat Indonesia.” (Djalan Revolusi Kita, hal. 224)

Maka apabila kita menginginkan petani kita berdaulat maka semua pihak yang terlibat dalam sektor pertanian, lebih-lebih pemerintah  harus berani menghapuskan keadaan yang memarginalkan sektor pertanian dan petaninya antara lain dengan program reforma agraria untuk memberi lahan yang cukup bagi para petani, pengembangan pertanian tradisonal (bajak kerbau) untuk memberi kesempatan lahan beristirahat, pemberian prioritas bagi petani untuk memanfaatkan sumber daya air, perlindungan hak tangkap ikan bagi para nelayan, melindungi hutan sebagai water catchment, melakukan reboisasi, melindungi pohon langka dan mikro-organisme yang berguna, mengembangkan benih secara mandirib dari plasma nutfah, pemberian fasilitas bagi petani untuk pemuliaan benih, pengembangan pupuk kandang kompos sebagai pengganti pupuk kimia, dan pengembangan pestisida alami. Regenerasi petani dengan peneloran kebijakan pemerintah yang dapat menarik minat kaum muda untuk terjun dibidang pertanian dan kebijakan lain yang bersifat pro pangan rakyat, pro petani, pro alam dan sarana lainnya sebagai sumber penghidupan. Intinya jangan sampai kebijakan agraria justeru mengasingkan rakyat dari inti penghidupannya.

Sebagaimana diuraikan Sukarno dan Sadjarwo dihadapan sidang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan DPR-GR pada 1959 tentang “pola pembangunan masyarakat adil dan makmur” sebagai tujuan dari “Pembangunan Nasional Semesta Berencana”: “segala kegiatan produksi baik yang di usahakan oleh Negara mau pun swasta, harus ditujukuan untuk pengabdian pada kepentingan rakyat, terutama pada kebutuhan hidup pokok, agar setiap warga Negara dapat hidup layak sebagai manusia yang merdeka. Usaha untuk memenuhi keperluan sendiri dilapangan bahan-bahan penting untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, harus menjadi tujuan dari kebijaksanaan dan seluruh kegiatan produksi.”

Dalam pelaksanaan dari “Pembangunan Nasional Semesta Berencana” itu Sukarno menggariskan pokok-pokok pikirannya sebagai berikut: (1) Negara menguasai lapangan-lapangan perekonomian yang menguasai hidup rakyat banyak. (2) Produksi, pengangkutan dan distribusi bahan penting diselenggarakan oleh negara, atau sekurang-kurangnya dikuasai oleh Negara. (3) Kooperasi dianjurkan bergerak disegala lapangan, terutama disektor distribusi.  (4) Segala kegiatan pertanian dan perindustrian dibawa pada tingkatan, dimana ekspor Indonesia meningkat menjadi barang-barang jadi, yang berarti menambah kesempatan bekerja bagi rakyat Indonesia dan menambah keuntungan bagi negara. (5) tanah dan sumberdaya alam lainnya tidak boleh menjadi komoditas yang menjadi alat eksploitasi apalagi oleh asing. (SC)

*Sumber: Kalender Bina Desa, 2013

Scroll to Top