Oleh: Kurtubi
RENCANA mengerahkan atau mengundang investor asing untuk membangun kilang bahan bakar minyak bertentangan dengan konstitusi dan, oleh karena itu, harus dibatalkan.
Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berbunyi, cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Tak ayal lagi, bahan bakar minyak (BBM) merupakan cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak sehingga yang berkewajiban membangun kilang BBM adalah negara c/q Pertamina.
Sebelumnya, berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1971, Pertamina diwajibkan memenuhi kebutuhan BBM nasional sehingga ia berkewajiban membangun kilang BBM. Pada 1980-an Pertamina bahkan direncanakan tidak hanya membangun kilang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk ekspor guna memetik nilai tambah.
Sejak UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas diberlakukan, status Pertamina diubah menjadi PT Persero yang sama dan sejajar dengan perusahaan asing.
Tak lagi diwajibkan
Dengan UU Migas, Pertamina tidak lagi diwajibkan memenuhi BBM nasional. Tanggung jawab pemenuhan kebutuhan BBM diambil alih pemerintah melalui BPH Migas. Di sini jelas terlihat bahwa konsep pemenuhan kebutuhan BBM akan 100 persen diserahkan kepada pasar. Pasalnya, mustahil pemerintah dan BP Migas bisa membangun kilang BBM. Pasti pembangunan kilang BBM akan diserahkan kepada asing karena nilai investasi yang sangat besar.
Selain karena Pertamina dalam era UU Migas tak lagi berkewajiban memenuhi kebutuhan BBM rakyat, Pertamina juga diarahkan hanya sebagai salah satu operator yang ditunjuk pemerintah. Dengan sangat gampang pemerintah ”mengarahkan” Pertamina untuk tidak bersedia membangun kilang BBM (meski secara finansial amat mampu) dengan alasan margin yang kecil.
Mereka lupa bahwa meski marginnya kecil (dibandingkan dengan usaha hulu), kilang BBM mustahil rugi dan dengan adanya kilang, kedaulatan BBM sepenuhnya di tangan negara, di samping dapat menciptakan lapangan kerja. Jadi, sumber masalah mengapa dalam belasan tahun terakhir kita tak ada tambahan kapasitas kilang lebih karena sistem tata kelola migas yang salah yang didasarkan atas UU No 22/ 2001. Pemerintah jangan memaksakan diri menyerahkan pembangunan kilang kepada investor asing karena ini menyangkut cabang produksi yang diatur UUD. Sebaiknya serahkan tugas membangun kilang BBM kepada pemerintahan baru yang kita harapkan lebih memahami cara penyelenggaraan negara yang konstitusional.
Kurtubi, Alumnus CSM (AS) dan ENSPN (Perancis)