Bina Desa

Kebijakan Harus Berangkat dari Inti Penghidupan Rakyat

Banyak agenda global yang kemudian menampakkan dirinya  dengan wajah “manusiawi”. Hal itu terlihat dengan beberapa agenda seperti  Milenium Development Goals (MDGs) yang hari ini berubah menjadi Sustainable Development Goals (SGDs). Program ini merupakan butir-butir yang disepakati negara-negara PBB dalam pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan di masing-masing negara.

Namun, program ini patut untuk ditinjau ulang karena banyak mengandung kontradiksi dan tidak berdasar dari masalah rakyat sendiri. “Pengambilan keputusan multi pihak sebenarnya adalah pengebiran atas demokrasi rakyat. Sistem semacam itu adalah demokrasi tipuan yang menjerat, melibatkan bahkan pihak-pihak yang tidak punya hak,” tegas Profeseor Francis Wahono.

Menurutnya,  Bina Desa tidak perlu terjebak dalam kotak kisi-kisi yang didikte oleh sistem manajemen yang tidak berangkat dari dasar, dari inti penghidupan rakyat. Karenanya walau pun lambat, terkesan tidak efektif tapi Bina Desa harus sabar untuk menentukan apa pun berdasar pikiran dan suara langsung dari rakyat. Posisi Bina Desa itu jelas, memihak yang marginal dan paling marginal.

Oleh karena itu, program dunia yang diturunkan kepada masyarakat dunia ketiga harus banyak ditinjau ulang. “Kita tidak selalu perlu memgikuti mekanika manajemen yang ditawarkan oleh misalnya Bank Dunia untuk menentukan posisi dan pilihan-pilihan keberpihakan. Kita punya cara kita yaitu musyawarah rakyat, mendengar langsung rakyat, melihat mereka hidup, tak cukup kalau hanya dengan ngisi form dan kertaa-kertas acuan manejemen,” pungkas Ketua Dewan Pembinan Bina Desa tersebut dalam acara diskusi Strategis Posisi Bina Desa (24/1).

Scroll to Top