Bina Desa

Ir. Soekarno: Karena itu, hadapilah persoalan Land reform ini secara zakelijk-objektif

Gagasan perombakan penguasaan atas sumber-sumber agraria telah diusung jauh-jauh hari oleh para pendiri bangsa dan menjadi tuntutan umum di negara-negara yang baru saja bebas dari kolonialisme. Di negara-negara Asia maupun Timur Jauh, tuntutan ini menjadi isu politik utama dalam gerakan antikolonialisme dan periode kemerdekaan. Perlawanan terhadap praktik agraria yang kapitalistis di Indonesia telah berlangsung sejak lama—tak terkecuali sejak dalam benak politik Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Sukarno.

Indonesia Menggugat

Indonesia Mengugat. Buku ini awalnya adalah pledoi Soekarno di Pengadilan Negeri (Landraad) Bandung pada  1930. Soekarno menjelaskan kepada para jaksa penuntut bahwa pemerintah Hindia Belanda telah melakukan pemerasan sejak abad ke-18. Banyak buruh tani yang bekerja di perkebunan-perkebunan teh dan kopi di Priangan bekerja tanpa menerima upah. Hasil dari eksploitasi itu adalah berjuta-juta gulden mengalir ke negeri induk, Nederland, Soekarno menyebut pemerasan itu sebagai imperalisme kuno karena belum ada infrastruktur yang memadai untuk melakukan eksploitasi.

Soekarno kemudian menceritakan cara kerja imperialism kuno itu. Hingga 1886 masih ada buruh perkebunan kopi menerima upah empat atau lima sen per hari. Padahal mereka memerlukan tiga puluh sen untuk hidup. Diperkebunan kopi ada pembayaran  £ 4, 5 per tahun untuk satu keluarga, jadi 90 sen untuk satu orang.

Seorang penulis, Vitalis, menemukan di tanah Priangan bahwa orang-orang kelaparan seperti kerangka kurusnya terhuyung-huyung sepanjang jalan. Beberapa orang sangat letih. Karena itulah, mereka tidak bisa makan makanan yang diberikan kepada mereka sebagai persekot.

Soekarno menguraikan pula tentang akibat dari pemerasan imperialism kuno itu. Dia mengatakan bahwa agar penduduk tidak menjadi sasaran pemerasan yang brutal, maka mereka mengungsi. Pengungsian penduduk banyak terjadi di perkebunan-perkebunan itu secara besar-besaran. Inilah cara satu-satunya untuk keluar dari kesengsaraan. Mereka berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain.

Imperialisme tua makin lama makin layu. Imperialisme modern menggantikan tempatnya. Cara pengerukan harta yang menggali untung bagi Belanda itu makin lama makin berubah. Terdesak oleh cara pengerukan baru yang memperkaya capital partikelir, maka Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Tanaman Tebu de Waal diterima oleh Staten General, Belanda, pada 1870.

Kapital partikelir masuk ke Indonesia dan mendirikan pabrik gula, perkebunan teh dan tembakau. Mereka mendatangkan pula manajer–manajer untuk mengelola perusahaan. Kapital partikelir juga membuka bermacam-macam perusahaan tambang dan perusahaan jaringan kereta api untuk Jawa. Madura, dan Sumatera, serta menggelar perusahaan kapal laut dan jaringan pelabuhan di seluruh Nusantara.

391888_620Cara pengerukan keuntungan mengalami perubahan. Namun, banyakkah perubahan bagi rakyat?
Tidak, tuan-tuan hakim yang terhormat.” Kata Soekarno. Banjir harta yang mengalir dari Indonesia makin lama makin besar, dan pengeringan Indonesia terus terjadi. Menurut Soekarno, ada empat sakti modus dari imperalisme modern. Pertama, Indonesia tetap menjadi penyedia bahan mentah. Kedua, Indonesia menjadi penyedia bahan mentah bagi pabrik-prabrik Eropa. Ketiga, Inondonesia menjadi pasar produk industry negeri-negeri asing. Keempat, Indonesia menjadi lapangan usaha capital yang jumlahnya ratusan, ribuan, dan jutaan rupiah jumlahnya.

Dengan penuh keyakinan Soekarno menyatakan, “Bahwasannya, matahari bukan terbit karena ayam berkokok, ayam jantan berkokok karena matahari terbit…. Pergerakan ini tumbuh terus dan tidak usah diragu-ragukan, bahwa ia akan mencapai cita-citanya, yakni memerdekakan rakyat Indonesia dari penjajahan (itu).”

Landreform

Pidato Soekarno tentang landreform berjudul, “Laksana Malaekat yang Menyerbu dari Langit, Jalannya Revolusi Kita (Jarek)”, 17 Agustus 1960. Soekarno ketika memperbincangkan landreform memberikan dua tegassan penting. Pertama, landreform untuk memperkuat dan memperluas pemilikan tanah, terutama bagi kaum tani. Kedua, menjalankan land reform bukanlah komunisme. Ini tampak dari pengakuan hak milik atas tanah. Ia menegaskan:

“Ini adalah suatu kemajuan yang penting maha penting dalam Revolusi Indonesia! Revolusi Indonesia tanpa Landreform adalah sama saja dengan gedung tanpa alas, sama saja dengan pohon tanpa batang, sama saja dengan omong besar tanpa isi. Melaksanakan Landreform berarti melaksanakan satu bagian yang mutlak dari Revolusi Indonesia. Gembar-gembor tentang Revolusi, Sosialisme Indonesia, Masyarakat Adil Makmur, Amanat Penderitaan Rakyat, tanpa melaksanakan Landreform adalah gembar-gembornya tukang penjual obat di pasar Tanah Abang atau Pasar Senen.

Pada taraf sekarang ini, demikianlah D.P.A., Landreform disatu pihak berarti penghapusan segala hak-hak asing dan konsesi-kosesi kolonial atas tanah, dan mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur, dilain pihak Landreform berarti memperkuat dan memperluas pemilikan tanah untuk seluruh Rakyat Indonesia terutama kaum tani. Dan Rancangan Undang-undang Pokok Agraria berkata: tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan, apalagi penghisapan dari modal asing terhadap Rakyat Indonesia. Karena itu harus dihapuskan “hak eigendom”, “wet-wet agraria”  bikinan Belanda, “Domein verklaring” dan lain sebagainya.

Kalau nanti rancangan Undang-undang ini telah menjadi Undang-undang, maka telah maju selangkah lagilah kita diatas dijalan Revoluasi. Telah maju selangkah lagilah kita diatas jalan yang menuju kepada realisasi Amanat Penderitaan Rakyat. Ya!, Tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan! Tanah untuk, Tani! Tanah untuk mereka yang betul-betul menggarap tanah! Tanah tidak untuk mereka yang dengan duduk ongkang-ongkang menjadi gemuk-gendut karena menghisap keringatnya orang-orang yang disuruh menggarap tanah itu!

Toh!, jangan mengira bahwa Landreform yang kita hendak laksanakan itu adalah “Komunis”! Hak milik atas tanah masih kita akui! Orang masih boleh mempunyai tanah turun-temurun! Hanya luasnya milik itu diatur, baik maksimumnya maupun minimumnya, dan hak milik atas tanah itu kita nyatakan berfungsi social, dan Negara dan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi daripada hak milik perseorangan.

Ini bukan “Komunis”! Kecuali itu, apakah orang tidak tahu bahwa negara-negara yang bukan Komunispun banyak yang menjalankan Landreform? Pakistan menjalankan Landreform, Mesir menjalankan Landreform, Iran menjalankan Landreform! Dan P.B.B. sendiri tempohari menyatakan bahwa “defects in Agrarian structure, and in particular systems of land tenure, prevent a rise in the standar of living of small farmers and agricultural laborers, and impede economic development”. (Keburukan-keburukan dalam susunan pertanahan, dan terutama sekali keburukan-keburukan dalam cara-cara pengolahan tanah, menghalangi naiknya tingkat hidup si tani-kecil dan si buruh pertanian, dan menghambat kemajuan ekonomis).

Karena itu, hadapilah persoalan Land reform ini secara zakelijk-objektif sebagai satu soal keharusan mutlak dalam melaksanakan Amanat penderitaan Rakyat dan Revolusi, dan jangan hadapi dia dengan komunisto-phobi!” (SC)

Scroll to Top