Pergeseran kepentingan. Penguasa eksekutif, birokrat dan elite politik dalam parlemen (maupun partai2 politik) masa kini tidak memahami apapun tentang reforma agraria. Tidak heran karena generasi yang terlibat dalam politik praktis masa kini merupakan produk didikan pemerintahan Orde Baru yang langsung ataupun tidak langsung telah membutakan mereka dari realitas ketimpangan penguasaan sumber-sumber agraria di negeri ini.
Alih-alih memiliki political will untuk menjalankan program reforma agraria yang sudah jelas diamanatkan oleh undang-undang agraria 1960:5, pemerintah melalui keputusan presiden 2003:34 justru memberi mandat pada badan pertanahan nasional (BPN) untuk menyempurnakan undang-undang agraria 1960:5.
Pergeseran ideologi. Pemerintahan rezime Orde Baru yang berjaya selama tiga puluh dua tahun telah mewariskan dua hal serius kepada bangsa ini yakni keterikatan pada pinjaman luar negeri (dan kesepakatan-kesepakatan internasional lain dalam konteks globalisasi neo liberal) dan sejumlah elite ekonomi yang didominasi oleh pemikiran neo liberal hasil didikan universitas-universitas di Amerika Serikat. Pergeseran ideologi ini semakin menjauhkan pemegang kekuasaan dan para elite politik lain untuk menyelesaikan PR yang terbengkalai selama empat puluh tahun ini.
Organisasi petani (rakyat) belum tumbuh. Padahal organisasi petani yang kuat itu penting sekali untuk dapat menjalankan program reforma agraria. Gerombolan petani yang tidak terorganisir dan berkesadaran posisi tawar rendah hanya akan membuat mereka menjadi objek bulan-bulanan yang siap diperalat oleh para elite politik karena tidak menguasai informasi, mudah dibujuk, dibelokkan, dikompori, diadu-domba dan dibeli suaranya pada saat pemilihan umum. (*)
*Disunting berdasar buku “Transformasi Agraria dan Transisi Agraris” karya Gunawan Wiradi (Bina Desa, 2011)
Editor: Maria RW