Bina Desa

Peringati Deklarasi Djuanda, Serikat Nelayan Indonesia Pelopori Reformasi Kebijakan Kelautan-Perikanan di Daerah

15 Desember 2015 nanti adalah genap 58 tahun deklarasi Djuanda yang merupakan tonggak tidak hanya poros dan identitas maritim bangsa Indonesia, tapi juga nasionalisme dan kebangsaan Indonesia. Pengakuan atas pulau-pulau kecil, wilayah kedaulatan termasuk di dalamnya tanah Papua yang saat itu belum diakui dunia internasional sebagai bagian NKRI, dengan deklarasi Djuanda hal itu tuntas dipertegas.

Konteks peringatan Deklarasi Djuanda kali ini menjadi lebih riil dan kontekstual dengan dinamika politik dan nasib nelayan kecil khususnya. Pertama karena Nawacita pemerintahan Jokowi mendengungkan semangat poros maritime, yang ke dua karena kenyataanya kehidupan nelayan di bangsa maritime ini sangat jauh dari sejahtera.

Deklarasi yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Djuanda 1957 tersebut merupakan pulung sejarah dari kedaulatan, pertahanan dan upaya pembangunan nasional. Namun melihat nasib nelayan yang memprihatinkan dan miskin serta kurang perhatian dari pemerintah, akan halnya Deklarasi Djuanda masih diperingati dengan ironinya yang tak kepalang tragis.

Teladan supaya Negara memberikan perlindungan pada nelayan kecil, tradisional dan juga perempuan yang rentan termarginalkan dan miskin menjadi tantangan bagi bangsa ini. Melindungi kedaulatan maritim harus sejalan dengan melindungi hak-hak nelayan, utamanya mereka yang kecil dan diwilayah tangkap tradisional.

Budi Laksana, yang merupakan Sekjend SNI (Serikat Nelayan Indonesia) sejak awal desember telah melakukan diskusi, musyawarah dan upaya aksi guna memperingati Deklarasi Djuanda dan membuka dialog dengan pemerintahan Jokowi supaya kembali focus dan memenuhi jalan Poros Maritim yang semestinya ditujukan untuk terutama kesejahteraan nelayan. Redaksi binadesa.co berkesempatan mewawancari Budi Laksana secara khusus, dan berikut adalah petikan wawancara selengkapnya:

Anda sedang melakukan Konsolidasi organisasi dan persiapan pelaksanaan peringatan Deklarasi Djuanda (Hari Nusantara) 13 Desember 2015 nanti di Lapangan Sepak Bola Desa Munjungaagung Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal Jawa-Tengah, apa latar belakang dan rencana aksi yang akan dilakuakn bersama SNI (Serikat Nelayan Indonesia)?

Pertama, kesadaran bahwa peringatan dekalarasi djuanda bagi SNI (serikat Nelayan Indoensia) adalah kemerdekaan indonesia yang ke-2, kenapa? karena dengan Deklarasi Djuanda dan dengan gigihnya perjuangan para pendiri bangsa ini sehingga indonesia diakuai dunia intenasional sebagai negara kepulauan. Bayangkan jika tidak ada Dekalarasi Djuanda laut akan menjadi lautan bebas dan bangsa asing dengan seenaknya memasuki perairan indonesia. Oleh karena itu ini merupakan momentum untuk mengingatkan Jokowi-Jk agar perpegang kepada janji politiknya untuk melaksanakan apa yang pernah diucapkannya. Ini yang mendasari SNI untuk melakukan peringatan sebagai hari nusantara.

11223945_10206385613862761_6049017270474480932_n

Ada agenda khusus dengan pelaksanaan di kota Tegal? Tidak di Jakarta?

Selain sebagai kota bahari dan juga kesiapan kawan SNI di Tegal untuk menjadi tuan rumah. Rencana kita akan mengerahkan 1000 nelayan anggota SNI khususnya yang berada di Jawa dan akan dilaksanakan dilapangan sepak bola desa munjungagung kecamatan kramat kabupaten tegal.

Biasanya kita rutin memperingati itu dengan para nelayan di Jakarta, sudah 3 kali beruturut-turut sejak tahun 2012. Pertimbangan pertama tidak di Jakarta adalah persolan logistic, yang dan ini yang lebih penting, secara politik tidak mengena kepada pemerintahan daerah yang langsung mengeksekusi kebijakannya. Ketiga, sudah terlalu sering pelaksanaan ini di lakukan di Jakarta dan yang kempat kita akan mengajak langsung pemerintah pusat untuk melihat keadaan dilapangan dan juga kreasi inisiatif perempuan pesisir dalam membangun ekonomi alternatif seperti produk-produk olahan yang dihasilkan. Jadi setelah akasi akan lanjut rangkain acara pameran produk kreasi perempuan nelayan.

Apa agenda politiknya? Maksudnya tekanan pada pemerintah hari ini?

Jokowi sudah banyak bicara tentang poros maritim. Tetapi banyak janji tidak ditepati, Bank Nelayan contohnya, sekarang di mana bank nelayan itu berada? Nelayan kecil realitasnya masih banyak hutang sama tengkulak, pembangunan infrastruktur banyak pelelalangan yang keberadaannya malah banyak yang mangkrak. Jadi pemerintah secara tegas harus perintahkan semua jajaranya baik itu dikementerian sampai daerah untuk segera melaksanakan janji-janji itu.

Kinerja Menteri Susi apa banyak yang menguntungkan nelayan kecil?

Secara peraturan iya, terutama terkait peraturan menteri yang melarang alat tangkap seperti trawl, karena memang banyak nelayan tradisional anggota SNI di daerah yang berkonflik dengan kapal pengguna trawl. Tetapi secara pelaksanaan dilapangan, masih belum terasa apa yang dirasakan para nelayan kecil. Karena dilapangan faktanya masih cukup banyak jaring trawl yang beroperasi dan memasuki wilayah tangkap para nelayan kecil

Bagaimana kondisi nelayan hari ini? Apa proyeksi khususnya organisasi nelayan ke depan khususnya SNI sendiri?

Dalam Nawa Cita Pemerintahan Jokowi-JK bertekad menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Visi ini tentu patut diapresiasi, kerena sebagai Negara kepulauan dengan perairan wilayah yang luas, potensi sumber daya alam yang besar dan letaknya yang strategis berada dipersialangan dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Sebagai Negara yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau, Indonesia harus menyadari dan melihat kekuatan dirinya sebagai bangsa yang identitas, kemakmuran dan masa depannya sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudera.

Sebagai Negara maritim yang memiliki luas lautan yang mencapai 3,52 juta Km persegi atau 63 persen dari wilayah Indonesia. Saatnya sektor perikanan menjadi urat nadi kedaulatan pangan dan kesejahteraan masyarakatnya. Visi poros maritim dunia dengan target kedaulatan pangan yang berbasis pada sumber daya kelautan seharusnya berbanding lurus dengan kesejahteraan pelakunya yaitu para nelayan dan beserta keluarganya yang hidupnya menggantungkan diwilayah pesisir dan laut. Hal ini karena salah satu pilar poros maritim adalah komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. Dalam konteks ini nelayan sebagai pelaku penting ekonomi kelautan tidak boleh dikesampingkan, sebaliknya menjadi subyek penting yang harus berdaya.

Bukankah target produktifitas sector kelautan dan perikanan terus merangkak naik?

Memang produktivitas perikanan terus digenjot oleh pemerintah. Dari tahun ketahun, target produksi perikanan terus meningkat. Tahun ini 2015 produksi perikanan ditargetkan 24,82 juta ton. Sedangkan tahun 2016 target produksi perikanan mencapai 25,91 juta ton. Demikian juga target konsumsi ikan juga terus meningkat seiring pertumbuhan populasi dan kebutuhan pangan. Tahun ini konsumsi ikan nasional ditargetkan 40 kg per kapita, sedangkan tahun 2016 ditargetkan 43,88 kg per kapita. Tahun 2019 pemerintah menargetkan konsumsi ikan nasional mencapai 50 kg per kapita. Namun secara umum, peningkatan target produksi dan konsumsi ikan belum sejalan dengan peningkatan kesejahteraan nelayan.

Lalu bagaimana dengan rencana pembangunan sector kelautan dan perikanan, ihwalnya terkait RPJM misalnya?

RPJM 2015-2016 masih terjebak pada peningkatan produktivitas semata, namun mengabaikan nasib produsennya. Ukuran keberhasilan pangan hanya aspek produktivitas, sementara pelaku utama kedaulatan pangan adalah nelayan dan petani, justru menyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia. Sekitar 98,7 persen dari total nelayan Indonesia yang berjumlah 2,7 juta orang merupakan nelayan kecil (nelayan tradisional). Nelayan Indonesia didominasi ukuran kapal dibawah 30 GT. Adapun kapal ukuran diatas 30 GT hanya 5.329 unit. Artinya sebagian besar nelayan Indonesia adalah nelayan kecil yang masih didera oleh kemiskinan dan ketertinggalan.

Lantas apa proyeksi internal SNI sendiri k12342306_10206385603902512_6729631978883995266_ne depan?

Sebagai organisasi kader, SNI memposisikan sebagai organiasasi pelopor yang secara kerja adalah kepeloporan nelayan dalam memabangun kualitas organisasi. Jadi itu modal penting dalam pengembangan organisasi SNI di daerah, maka dalam prakteknya, kualitas organisasi lah yang dikedepankan, dengan harapan akan lahirnya kader-kader nelayan yang menjadi kunci dalam perjuangan kaum nelayan di daerah. Itu adalah dan sebagaimana mandat kongres pertama SNI di Bali.

***

Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.

Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antar pulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional. (SC)

 

Scroll to Top