BALI, BINADESA.ORG – Bina Desa adalah organisasi yang telah bekerja bersama komunitas pedesaan yang beragam sejak 1975. Kami meyakini bahwa sumber insani pedesaan adalah kekuatan utama untuk membangun desa.
Rakyat desa, dengan segala kelas dan kelompoknya memiliki pemahaman tentang desanya lebih baik daripada orang luar.
Rakyat desa di Indonesia memiliki sistem mengelola desa yang telah teruji, memiliki beragam cara untuk menjaga budayanya, dengan cara bertaninya yang alami dan mengandalkan sumber-sumber lokal, dengan beragamnya jenis makanan yang dikonsumsi, dengan ikatan sosialnya yang sangat liat dan oleh karenanya desa tetap mampu bertahan dari berbagai intimidasi dan penghancuran selama penjajahan kolonial.
Apa yang seharusnya terjadi adalah desa yang mampu mengelola dirinya sendiri dengan caranya sendiri untuk kesejahteraan warganya.
Cerita indah itu bisa saja terjadi jika negara mampu berperan dengan baik melindungi rakyatnya dan bukan membuka pintu lebar bagi agen neolib dan neo-kolonial -WB, IMF, dan WTO-.
Faktanya pintu itu sudah dibuka lebar, sejak 1967 hingga hari ini. Yang kita lihat hari ini adalah desa yang menurun kualitas manusianya karena dipandang tidak memiliki pengetahuan, perempuan desa dipandang hanya sebagai buruh murah dan tidak memiliki pengalaman dan keterampilan. Sumber-sumber agrarianya dijadikan komoditas dagang karena semuanya sekarang dilabeli nilai ekonomi, tanah, air, pangan diberi nilai rupiah dan dikuasai oleh korporasi yang meminggirkan makna luhur sumber-agraria bagi rakyat untuk akumulasi modal. Kini, orientasi untuk pemenuhan hak asasi telah berubah menjadi orientasi mencari untung.
Yang kita lihat hari ini adalah desa yang perlahan pudar nilai dan budaya desanya karena budaya tani tergantikan oleh input-input kimia yang meminggirkan perempuan tani, karena rakyatnya harus pergi dari desa menjadi buruh murah di kota atau tetap di desa menjadi buruh tanpa tanah dan tanpa suara.
Yang kita lihat hari ini adalah desa yang pertaniannya dibangun secara seragam, massif dan didukung oleh korporasi pertanian. Pun disediakan penampungan air tetapi warga harus membayar.
Tetapi semua hal tersebut tidak berasal dari hasil musyawarah rakyat desa, tidak berdasarkan kebutuhan rakyat desa, mengabaikan kepentingan perempuan dan tidak dibangun dari kekuatan rakyat desa.
Semua hal itu berasal dari skenario yang telah dibuat dan negara harus tunduk padanya. Pada akhirnya posisi rakyat desa hanya menjadi objek untuk mendukung kepentingan modal.
Kondisi ini bukan cita-cita bangsa Indonesia yang sejak awal bertekad untuk berdikari. Oleh karenanya kami akan selalu bersama rakyat desa, perempuan dan laki-laki, yang lebih tahu tentang desanya. Kami akan selalu belajar dari pengalaman bersama komunitas pedesaan dan akan terus memperkuat jaringan. Dengan pengetahuan itu kami akan selalu kritis terhadap kehadiran kaki tangan neo-kolonialisme dan neo-liberalisme di desa-desa. Bank dunia, tinggalkan desa kami!
Bali, 10 Oktober 2018