Images by https://viacampesina.org/en/video-the-un-declaration-on-peasants-rights-undrop-explained/
Pada tanggal 24 Mei 2023 lalu, lima organisasi masyarakat sipil melakukan Seminar Nasional dengan tema “Menyeleraskan UNDROP ke dalam Kebijakan: Upaya Perlindungan Hak Asasi Petani dan Masyarakat Pedesaan di Indonesia”.
United Nations Declaration on the Rights of Peasant and Other People Working in Rural Areas (UNDROP) atau Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Masyarakat yang Bekerja di Pedesaan yang secara resmi disahkan pada 17 Desember 2018 lalu. Dengan disahkannya deklarasi UNDROP ini, para petani sebenarnya sudah memiliki harapan baru atas perjuangan panjang petani dan masyarakat pedesaan di seluruh dunia, lantaran UNDROP mengatur tentang pengakuan hak-hak petani dan masyarakat yang bekerja di pedesaan untuk perlindungan dan pemenuhan atas hak-hak tersebut.
Kendatipun begitu, waktu lima tahun pasca deklarasi, UNDROP belum tersosialisasi dan berpengaruh pada hak-hak petani dan masyarakat pedesaan yang sampai saat ini masih terus dalam posisi yang rentan. Hilal UNDROP terhadap kebijakan di sektor pertanian-perdesaanpun tak kunjung terlihat. UU No. 6 Tahun 2023 yang menetapkan PERPPU No. 22 tahun 2022 justru semakin mengancam upaya proses pembangunan petani kecil dan masyarakat yang termajinalkan di pedesaan.
Menjadi sangat krusial agar deklarasi hak petani dan masyarakat kecil dapat dipromosikan dengan harapan sudah mengharmonisasi UNDROP ke dalam kebijakan-kebijakan sektoral terkait, demi tujuan terwujudnya pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi petani, perempuan dan masyarakat pedesaan. Dengan hajat tersebut, lima organisasi masyarakat sipil yaitu Bina Desa, Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi Petani Indonesia (API), Indonesia for Global Justice (IGJ) menyelenggarakan Seminar Nasional yang dihadiri oleh petani kecil, perempuan pedesaan, organisasi masyarakat sipil, pemerintah dan pembuat kebijakan.
Diskusi ini berlangsung dua sesi diskusi. Diskusi sesi pertama dipantik oleh narasumber yaitu Henry Saragih (Ketua Umum Serikat Petani Indonesia), Erni (Sekretaris Jaringan Perempuan Pedesaan Nusantara), M. Rifai (Aliansi Petani Indonesia), Nori Ignacio (SEARICE). Narasumber diskusi kedua dihadiri oleh Ivanovic KEMENDESA-PDTT), Luluk Nurhamidah (Anggota Komisi VI DPR RI), Nani Suwarni (KEMENTAN-PVTPP), Saurlin Siagian (KOMNAS HAM) dan Rahmat Maulana (IGJ).
Segala bentuk upaya, perjuangan, proses dan cerita berharga yang telah dan masih diperjuangan oleh Organisasi Masyarakat Sipil dalam mewujudnyatakan pengakuan dan perlindungan hak petani ke dalam UNDROP hingga berbagai daya dan usahanya untuk dapat mendorong realisasi dari hak petani dan masyarakat pedesaan telah dijabarkan dalam seminar ini. Pemaparan para OMS tersebut sedang berupaya mengundang musyawarah bersama antar semua pihak di pertemuan tersebut.
Seminar ini telah menjadi wadah untuk mengklarifikasi dan menggali perihal implementasi program dan kebijakan pemerintah yang selaras dengan tujuan UNDROP. Beberapa program di pemerintah diantaranya seperti program SNP termasuk tentang disahkannya Standar Norma dan Pengaturan HAM atas tanah dan sumber daya alam pada tahun 2021 sebagai upaya KOMNAS HAM untuk memberikan perlindungan hukum terhadap petani dan kelompok yang termajinalkan. Peluang lain juga disampaikan oleh Kemendesa seperti kemungkinan adanya Keputusan menteri desa dan Perdes, SDGs (Desa tanpa kelaparan), serta fasilitasi untuk mematenkan inovasi petani dengan program Bengkel HAKI yang berperan sebagai pendamping inovator desa secara gratis untuk mendapatkan paten teknologi, paten merek, indikator geografis, sertifikasi atas temuan varietas baru, hingga lulus Standar Nasional Indonesia (SNI). DPR RI khusunya komisi IV juga sudah berupaya menterjemahkan ayat dalam setiap undang-undang agar tidak tumpang tindih dan mampu menjamin hak petani seperti pada UU No. 18 tentang Pangan, mempertimbangkan relasi kuasa yang timpang serta memasukan isu inklusi dalam penyusunan perundang-undangan.
Namun dari diskusi yang berjalan masih ditemukan adanya kebijakan-kebijakan yang kontradiktif dan lemahnya implementasi seperti UU No.29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman dimana petani harus wajib melaporkan ke Pemdes jika petani hendak mengembangkan sumber daya genetik, padahal deklarasi UNDROP ini juga menjamin perlindungan benih, sehingga dalam seminar nasional muncul kesepakatan agar melakukan revisi terhadap UU PVT tersebut. Terkait dengan rencana bergabungnya Indonesia ke UPOV masih harus dipikirkan dengan cara memperkuat analisis dengan data dan mempelajari studi SEARICE tentang UPOV, sehingga masih perlu pengawalan oleh semua pihak terkait UPOV ini. Harapan dari seminar ini agar setiap pihak yang mau terlibat baik OMS, pemerintah, swasta, masyarakat pedesaan agar dapat bergandengan tangan dan membuat konsolidasi lanjutan demi merealisasikan mimpi dari deklarasi hak asasi petani kecil dan masyarakat pedesaan bisa terwujud, membawa kedaulatan bagi petani dan kesejahteraan bagi masyarakata pedesaan di Indonesia. [/ORS]