Bina Desa

“Temu Masyarakat Pesisir Jeneponto: Hentikan Perampasan Ruang Masyarakat Pesisir dan Nelayan”

Provinsi Sulawesi Selatan menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya pesisir melimpah. Kita dapat menemukan berbagai jenis sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung penghidupan masyarakat pesisir. Misalnya, ikan laut dan rumput laut. Kekayaan alam tersebut memiliki nilai tinggi bagi masyarakat pesisir karena dapat menunjang berbagai segi kehidupannya, mulai dari segi ekonomi, segi sosial, dan juga segi budaya.

Pada 2021, Sulawesi Selatan menyumbang sekitar 1,6 juta ton rumput laut basah dan melibatkan sekitar 24.922 rumah tangga dalam budidaya rumput laut (BPS, 2021). Kabupaten Jeneponto menjadi salah satu wilayah dengan jumlah pembudidaya rumput laut yang cukup banyak, dimana perempuan menjadi bagian tidak terpisahkan dari kegiatan budi daya rumput laut.

Selain itu, pesisir Jeneponto juga menyimpan potensi sumber-sumber penghidupan lainnya, seperti ikan tangkap. Puluhan spesies ikan laut hidup di perairan Jeneponto dan dapat memenuhi kebutuhan protein di berbagai desa. Sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya sebagai nelayan tangkap tradisional.

Namun, dalam beberapa tahun belakang, pembudidaya rumput laut maupun penangkap ikan sering mengeluhkan hasil panen dan tangkapan yang menurun, yang diakibatkan oleh beragam faktor. Diantaranya adalah aktifitas ekonomi perusahaan perikanan dan laut seperti perusahaan tambak udang vaname di wilayah pesisir Jeneponto yang terus berekspansi dan disinyalir melakukan pembuangan limbah perusahaan kedalam laut. Hal itu selanjutnya berdampak pencemaran laut dan kawasan pesisir serta mengancam sumber penghidupan pembudidaya rumput laut dan nelayan yang menggantungkan penghidupannya pada ekosistem laut yang sehat yang seharusnya mampu menopang sumber pendapatan keluarga secara berkelanjutan.

Kasmawati Ketua Komunitas Nelayan Sipitangarri (KPNS) mengungkapkan bahwa banyak sekali permasalahan yang terjadi dikawasan laut dan pesisir Jeneponto, khususnya di Arungkeke dimana banyak sekali petani rumput laut yang merugi akibat adanya tambak udang di wilayah mereka yang membuang limbahnya langsung ke laut. Hal ini mengakibatkan petani rumput laut yang siap panen malah menjadi gagal penen. Hal ini selanjutnya berdampak pada pendapatan ekonomi masyarakat yang tidak menentu.

“Selain itu, nelayan dan masyarakat pesisir juga masih berada dalam situasi yang rentan di bawah bayang-bayang kebijakan yang tidak berpihak kepada nelayan dan perempuan nelayan skala kecil, ditambah situasi krisis iklim yang terus berlanjut sehingga meningkatkan risiko bagi nelayan dalam mendapatkan akses yang luas terhadap sumber-sumber agrarianya. Sementara itu, kebutuhan dasar keluarga terus bertambah. Bagi para pembudidaya rumput laut dan nelayan, berlanjutnya potensi ancaman yang terus meningkat dapat secara telak berimbas terhadap kondisi perekonomian keluarga nelayan yang kian terpuruk dan selanjutnya dapat mengeksklusi nelayan dan masyarakat pesisir dari sumber-sumber penghidupannya di pedesaan kawasan pesisir,” lanjut Kasma.

Pada kesempatan yang sama, Hamid dari Desa Arungkeke juga memberikan informasi mengenai pencemaran yang terjadi di wilayah Arungkeke. Ia menyatakan bahwa pada kawasan usaha rumput lautnya juga sering mengalami gagal panen akibat limbah yang dibuang langsung ke laut, sehingga sebagai petani rumput laut ia merasa terpukul akibat modal yang dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan.

“Modal yang kita keluarkan untuk usaha rumput laut lumayan sangat besar, namun kita panen harga rumput laut jatuh dan hasil panen juga sedikit. Saya meminta solusi agar permasalahan mengenai limbah dari tambak udang ini segera dapat diatasi agar kami tidak selalu merugi. Dahulu waktu kami protes, dan dimediasi oleh pemerintah setempat, perusahaan berjanji akan membuat kolam penjernih dan difungsikan dengan baik, namun kenyataannya kolam penjernih yang mereka buat tidak lagi difungsikan,” Ujar hamid kembali.

Nurbayati dari desa Palajau, juga mengungkapkan bahwa saat ini tambak udang yang beroprasi di desa mereka sedang melakukan ekspansi wilayah produksi dengan memperbanyak kolam-kolam udang. Selama kami pantau, ada penambahan empat kolam udang, dan pembuangan limbah yang langsung ke laut. Limbah yang dikeluarkan seperti lumpur dan lengket. Ini membuat banyak perempuan nelayan mengalami iritasi kulit dan gatal-gatal ketika melakukan aktifitas produksi seperti penjahitan bibit rumput laut.

Perjuangan Nelayan Jeneponto dari Pemerintah Daerah Hingga Kementrian

KPNS telah melakukan upaya-upaya advokasi kepada para pihak, membangun jaringan dan termasuk melakukan aksi. Namun hingga saat ini belum menemukan titik terang bagi penyelesaian masalah mereka terkait pengelolaan tambak udang yang menganggu usaha rumput laut nelayan, baik pada tingkat pemerintah daerah hingga ke Kementrian Kelautan dan Perikan (KKP). KPNS juga telah meminta dokumen AMDAL tambak udang, kepada DLHK Kabupaten Jeneponto dan DLHK Provinsi Sulawesi Selatan, namun permintaan tersebut tidak ditanggapi.

Oleh karena itu, Komunitas Perempuan Nelayan Sipitangarri (KPNS) berinisiatif untuk mengajak berbagai kalangan untuk bersama-sama secara serius memperhatikan dan membahas permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir Jeneponto melalui kegiatan bertajuk “Temu Masyarakat Pesisir Jeneponto”. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat terbangun solidaritas dan sikap saling menguatkan di antara masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di pesisir Jeneponto tersebut secara bersama-sama merumuskan agenda dan strategi perjuangan bersama.

Dalam kaitan ragam permasalahan dan ancaman yang ada dan dihadapi, maka nelayan dan masyarakat pesisir Jeneponto bermaksud menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Menuntut pemerintah Indonesia, khususnya melalui pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Jeneponto agar melindungi hak-hak masyarakat pesisir dan nelayan serta perempuan nelayan kecil dari ancaman penetrasi modal perusahaan dan proyek-proyek pembangunan yang dapat mengancam sumber-sumber penghidupan di kawasan pesisir
  2. Kaji ulang perizinan perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor perikanan dan kelautan, tambang dan penyelenggara proyek nasional yang melakukan pelanggaran melakukan pengerusakan terhadap ekosistem laut dan pesisir
  3. Dukung usaha-usaha perjuangan kaum nelayan dan masyarakat pesisir untuk berdaulat dan melindungi hak-haknya, jauh dari ancaman usaha-usaha pecah belah dan kriminalisasi terhadap masyarakat pesisir
  4. Melindungi kebebasan masyarakat pesisir, khususnya perempuan, dalam menyampaikan pendapat dan sikap untuk merespon berbagai kegiatan perusahaan sektor kelautan dan pesisir yang diduga telah melakukan pengerusakan atas ekosistem pesisir dan laut.
  5. Cabut regulasi dan aturan-aturan yang tidak berpihak kepada nelayan kecil dan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada laut untuk melindungi ruang tangkap tradisional dan ekosistem kawasan yang menopangnya.

Jeneponto 26 Oktober 2024

KOMUNITAS PEREMPUAN

NELAYAN SIPITANGARI (KPNS)

Dan perwakilan perempuan nelayan

dari 31 desa/7 kecamatan se-kabupaten Jeneponto

Kasmawati Daeng Puji

Ketua

***

Narahubung:

Kasmawati – 085341173884

Ainia – 081225426327

Lodji Nurhadi – 081290767747

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top