Marilah kita menyelidiki riwayat penanaman sayuran. Mula-mula orang-orang dijaman purbakala mengambil dan memilih makannya itu dari daun-daunan serta buah-buahan; dicarinyalah tumbuh-tumbuhan yang buahnya atau daunnya yang dapat dimakan yang lezat dan berguna. Supaya tidak terlalu jauh dari kampung halamannya tumbuh-tumbuhan yang berguna itu ditanamnya diperkarangannya, seolah-olah mereka itu memindahkannya dari hutan.
Dengan demikian pekarangan itu merupakan tempat pengumpulan berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan; disanalah tempat memelihara serta memilih jenis yang baik atau memperbaiki tanaman yang kurang utama. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa mengerjakan atau mengolah pekarangan itu, tingkat petama pertanian dan perkebunan yang teratur.
Disamping tumbuh-tumbuhan asli dan yang berasal dari benua Asia yang berhawa panas, seperti: ubi, gadung gembili, suweg, keladi dan bermacam-macam Zingiberaceae (kunir, lengkuas, jahe), terdapat pulalah berjenis-jenis tanaman baru dari benua Afrika seperti: menimun, blewah, semangka, labuh, gude, kacang Bogor dan kratok. Dibalik itu nampak pulalah tanaman-tanaman yang berasal dari Amerika seperti: kacang tanah, ubi dijalar, ubi kayu, tomat, lombok, kentang dan jagung. Dengan bertambahnya perhubungan didalam dan diluar negeri, serta makin majunya kemakmuran maka tambah banyaklah jenis-jenis tanaman dipekarangan, yang tambah lama tambah pula perubahannya sehingga tampaklah jenis tanaman yang sifat-sifatnya baik serta menguntungkan. Kemudian dipilihnya serta dipisahkannyalah tanaman-tanaman yang istimewa, yang ditanamkan pada sebidang tanah yang lebih luas; oleh karenanya lambat laun terbentuklah sebidang kebun dari semacam jenis tanaman. Perubahan demikian dapat kita jumpai ditempat-tempat yang baru didiami manusia umpamanya di Banten Selatan, di Jampang serta di daerah-daerah bekas hutan jati di Indramayu Barat. Pekarangan yang telah penuh dengan tumbuh-tumbuhan yang berguna untuk tanaman dan obat-obat dipakainya pula untuk tempat memilih jenis tanaman yang baik. Kemajuan dalam hal ini kian lama kian meningkat, sehingga lambat laun tidak lagi ditanam dipekarangan melainkan pada sebidang tempat yang agak luas. Tanaman-tanaman yang penting dipinkahkannyalah tempatnya, serta bila dirasa perlu diperbuatnya pula kebun sayuran yang khusus.
Kemajuan ekonomi setempat mendorong kemauan berkebun, oleh karenanya kini dibeberapa tempat terdapat pusat-pusat perkebunan. Agar mudah memeliharanya, biasanya kebun-kebun itu tidak jauh letaknya dari rumah peladang; bila terpaksa harus berkebun ditempat yang jauh dari rumahnya, untuk menunggu dan mengurunya diperbuatnyalah gubuk atau dangau-dangau di tengah-tengah kebunnya itu.
Setelah jaman bertambah maju, banyaklah tanaman pekarangan yang berpindah tempat; yang ketinggalan hanya tumbuh-tumbuhan yang tak dapat diusahakan secara luas, misalnya jenis Dioscorea atau yang tidak begitu diperlukan hasilnya.
Karenan kekurangan sayuran untuk orang Eropa, pada pertengahan abad ke 18 pemerintah mulai mengusahakan kebun-kebun sayuran di Bogor, Cisarua dll, terutama dibawah pimpinan Gubernur Jenderal van Imhoff dan Mossel; demikianlah menurut keterangan De Uries. Sedang kata Hageman pengusahaan kebin pertama itu, guna kepentingan pelajar-pelajar Belanda terutama untuk menolak penyakit scorbut.
Selanjutnya De Uries mengatakan bahwa Leknan Ram (1765-1768), memerintahkan penduduk Tengger di Pasuruan agar membayar cukai dengan sayuran, yang kemudian oleh Leknan tersebut dijual dengan monopoli. Adriaan van Rijck (1772-1790) seolah-olah pembina penerangan perkebunan di Tosari; pengebunnya Schulze telah membagikan benih kubis kepada penduduk. Tahun 1806 diberitakan oleh Horsfiefd bahwa kebanyakan dari sayur-mayur itu subur tumbuhnya.
Penduduk pegunungt dalam lapangan pertanian berkebun bawang merah yang hasilnya ditukarkan dengan beras dan sirih kepada penduduk ditanah yang rendah.
Dalam tahun 1820 terdapat kebun-kebun sayuran di Ledokombo (I Jsseldijk). Pada tahun 1826 van Waay menerangkan adanya kebun kubis dan kentang yang luas, serta hasilnya diangkut dnegan gerobak ke Surabaya.
Tahun 1860-1870 kata Hageman penanaman agak terhalang karena adanya pemerintahan liberal yang bermaksud lebih banyak memberikan kemerdekaan kepada rakyat dalam lapangan pertanian.
Pada tahun 1895 de Wolf van Westerrode memberitakan bahwa ada 20.000-30.000 pikul sayuran terutama kentang dan kubis yang diangkut ke Surabaya, serta di Wonokitri telah ada tanaman bawang merah.
Menurut berita penyelidikan Kemakmuran Rakyat, luas tanaman sayuran didaerah Tengger pada tahun 1904 demikian: kentang dan sayuran ialah tanaman yang terutama, pada musim kemarau luasnya 400 ha, pada musim penghujan 350 ha; sedang kubis dimusim kemarau ada 355 ha, dimusim penghujan 275 ha. Lain-lain sayuran 12 dan 88 ha. (*)
*Sumber tulisan: Buku Tjara Menanam dan Mempergunakan Sajuran Indonesia dan Rempah-Rempah Karangan Seoparma Satiadireja