Bina Desa

Presiden Harus Memastikan Gubernur Jawa Tengah Patuhi Putusan MA (1)

Foto aksi petani Kendeng pada Desember 2016 lalu,  “Jurnal Tenda Perjuangan Semarang Hari ke 2 Walaupun telah menemui warga, Ganjar Pranowo tetap saja berkelit dan menolak menjalankan putusan final PK MA. Oleh karena itu dulur-dulur kendeng memutuskan untuk tetap melanjutkan aksi tenda perjuangan”. (Teks dan Foto: Andreas Iswinarto)

JAKARTA, BINADESA.ORG–Organisasi masyarakat sipil sebanyak 67 seperti WALHI, KPA, Bina Desa, LBH, Kontras, API, IHCS dan lainnya, serta 52  individu dari berbagai kalangan seperti akademisi, praktisi, pencinta lingkungan, pengacara yang tergabung dalam Masyarakat Sipil Untuk Keadilan Kendeng, dalam konferensi persnya di EKNAS WALHI di Jakarta pada 16 Januari lalu, mengingatkan kepada pemerintah Daerah Jawa Tengah dan Presiden bahwa Selasa, 17 Januari 2017 adalah batas waktu 60 hari bagi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo untuk mencabut SK Izin Lingkungan PT. Semen Indonesia terkait pertambangan semen di Rembang, pegunungan Kendeng daerah karst yang kaya akan air dan keanekaragaman hayati.  Hal itu sesuai dengan bunyi amar putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai permohonan gugatan peninjauan kembali (PK) warga Kendeng dan WALHI atas kasus PT Semen Indonesia. Hari itu menjadi saksi kepada siapakah Ganjar akan berpihak, mematuhi putusan MA dengan mencabut izin lingkungan baru PT. Semen Indonesia atau berpihak kepada investasi modal semen dengan siasat-siasat baru yang selama ini sering dilakukan.

Pada hari itu juga, tepat sebulan warga Kendeng mendirikan tenda perjuangan di depan kantor Ganjar Pranowo sebagai aksi mengawal keadilan agraria bagi para sedulur Kendeng. Walaupun terus mendapat aksi represif dari aparat dimana pada hari ke-5 tenda perjuangan mereka dibongkar oleh pihak keamanan. Namun, kejadian tersebut tidak mematahkan semangat dan aksi dari para sedulur Kendeng.

Bukan apa-apa, siasat-siasat yang dilakukan selama ini oleh Ganjar telah menjadi bukti bahwa sebenarnya ia tidak pernah berpihak kepada aspirasi para sedulur Kendeng. Bahwa tanah dan air yang akan dieksploitasi oleh PT. Semen Indonesia apabila pambangunan pabrik terus berjalan adalah hidup dan mati para sedulur Kendeng. Oleh karena itu proses pengambilan keputusan ini harus terus dikawal agar tidak dibelokkan lagi dari proses hukum.

Setelah sebelumnya secara diam-diam Gubernur malah mengeluarkan izin baru. Keluarnya SK Izin lingkungan No. 660.1/30 pada 9 November 2016 tentang Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen yang merupakan perbuatan melawan hukum, pelecehan, pengabaian, dan penyelundupan hukum.

Amar putusan MK Nomor Register 99/PK/TUN 2016 tertanggal 5 Oktober 2016 sudah jelas-jelas menyatakan bahwa pembangunan pabrik semen Indonesia di Rembang mengindikasikan banyak terjadi penyelewengan dalam proses pembangunan pabrik tersebut, yang mana dalam putusannya menyatakan pertama Mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya; kedua, Menyatakan batal Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan kegiatan penambangan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kabupaten Rembang Jateng, dan ketiga, Mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kabupaten Rembang Jawa Tengah.

Kekuatan gugatan warga Kendeng atas pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia di Rembang tidak hanya sampai disitu. Bahwa perjuangan perjuangan para petani Kendeng telah sampai pada pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo tertanggal  Agustus 2016. Dalam pertemuan ini tercapai kesepakatan, yang intinya perlu segera dibuat analisa daya dukung dan daya tampung pegunungan Kedeng melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yang dikoordinir oleh Kantor Staf Presiden (KSP). Disepakati pula, selama proses 1 (satu) tahun proses KLHS semua izin dihentikan. Artinya terhitung semenjak dikeluarkan pernyataan tersebut maka segala bentuk operasi di wilayah Pegunungan Kendeng termasuk pabrik Semen Rembang harus dihentikan.

Ironinya, disaat gugatan warga telah mendapat dukungan secara hukum oleh MA dan Presiden dalam menolak pabrik semen. Ganjar malah terus-terusan berkelit untuk tidak mematuhi keputusan yang telah berlaku, dan bahkan melakukan langkah-langkah yang cacat substansi, hukum dan prosedur dengan mengeluarkan izin lingkungan baru, dengan dalih izin lingkungan baru tersebut sebagai amandemen. Padahal, pembatalan izin berdasarkan putusan PK MA, seyogyanya telah diatur dalam pasal 40 ayat (2) UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bahwa “Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan Dibatalkan”. Jelaslah Ganjar Pranowo telah melakukan perbuatan melawan hukum karena mengingkari kekuatan hukum tetap dan final.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya perwakilan WALHI menjelaskan bahwa kegiatan tambang semen, selain akan menggusur lahan, area eksploitasi operasi pabrik juga akan merusak daerah Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih di Pegunungan Kendeng yang menopang kebutuhan air bagi sekitar 153.402 petani Rembang dan menimbulkan bencana ekologis seperti kekeringan dan pencemaran. Terlebih Watuputi telah ditetapkan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden RI nomor 26/2011 sebagai salah satu CAT yang seharusnya dilindungi, sebagai bagian dari kawasan ekosistem karst yang memiliki fungsi ekologis dan hidrologis. ….selanjutnya (2)

 

Scroll to Top