Pertanian alami memang tidak sekedar mengejar produksi, tidak hanya bertujuan meraih keuntungan material, tetapi diharapkan di dalam kehidupan pelakunya ada perilaku yang alami yang menjalin hubungan selaras dengan lingkungan sekitar
Di Indonesia, istilah-istilah pertanian alami, pertanian organik, pertanian berkelanjutan, pertanian selaras alam, sering kita temui di berbagai media. Adakah perbedaan pengertian di antara istilah-istilah itu? Bagi Bina Desa, tidak ada perbedaan mendasar antara pertanian alami, pertanian berkelanjutan, pertanian organik, dan pertanian selaras alam, jika kita meletakkan semangat pada:
Pertama, membangun kembali kemandirian petani tanpa harus tergantung pada industri penghasil benih, bibit, pupuk, pestisida dan pengatur pasar. Kedua, orientasi budidaya bukan pada produk untuk dijual atau eksport dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan produk kimia. Ketiga, menghasilkan pangan yang sehat. Keempat, memperbaiki ekosistem. Kelima, menggunakaan input pertanian lokal (yang meningkatkan kemandirian petani). Keenam, memperbaiki pranata kehidupan sosial dan praktik bertani yang lebih berkesetaraan gender.
Konsep-konsep tersebut sebenarnya memiliki kesamaan tujuan yaitu kelestarian dan kualitas, baik produk pertanian, kesuburan tanah/lahan, air, udara (lingkungan), dan petani (manusia) itu sendiri, karena makanan maupun minuman yang dihasilkannya tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
Jadi secara umum, pertanian berkelanjutan, pertanian organik, dan pertanian alami dapat diartikan sebagai suatu sistem pertanian yang holistik atau terpadu sehingga menghasilkan dan mengoptimalkan kesehatan dan produktifitas agroekosistem secara alami, yang pada gilirannya mampu menghasilkan pangan dan serat yang berkualitas dan berkelanjutan. Konsep ini dicirikan antara lain dengan menghindari benih hasil rekayasa genetik, menghindari pestisida sintetis (kimia), penggunaan zat pengatur tumbuh dan pupuk kimia sintetis, hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis untuk pakan ternak.
Beberapa Perbedaan Pertanian Alami dan Bukan Pertanian Alami
Bukan Pertanian Alami | Pertanian Alami | Keuntungan Pertanian Alami |
Menggunakan mikroorganisme dari luar daerah | Menggunakan mikroorganisme lokal atau indigenous microorganisms (IMOs) | Aman, murah, mudah diterapkan dan sangat efektif. |
Menggunakan pupuk kimia | Menggunakan nutrisi sesuai siklus tanaman | Memelihara dan memperkuat tanaman secara alami |
Pengolahan tanah secara mekanik (menggali terlalu dalam) | Menggunakan pembajak alami (misalnya bakteri aerobik dan anaerobik, jamur, cacing) | Kondisi tanah menjadi lebih baik |
Teknologinya cukup mahal | Menggunakan mikroba, biaya sangat sedikit atau tidak perlu biaya | Semua limbah didaur ulang dan bermanfaat |
Tanaman rapat | Tanaman jarang | Menggunakan kekuatan nutrisi yang tidak berwujud yakni udara dan matahari sehingga tanaman sehat |
Menggunakan pestisida untuk membunuh hama | Menggunakan input nutrisi untuk menghalau hama dari fermentasi buah (FPJ) | Menarik serangga menjauh dari buah. Ini lebih murah dan mengelola keseimbangan ekosistem |
Sayangnya, praktik pertanian alami ini baru dipahami sebatas pada penggantian pupuk anorganik menjadi organik termasuk pestisidanya, dan keberhasilan kegiatan pertanian baru diukur pada tingkat produksi. Padahal realisasi yang paling sulit diterapkan dari konsep tersebut adalah bukan sekedar pemenuhan target jangka pendek, tetapi lebih jauh adalah bagaimana petani memahami dan menyadari pemakaian pupuk dan pestisida kimia yang residunya bisa membahayakan dirinya, keluarga, dan konsumen, bahkan lingkungan.
Petani diharapkan memahami bagaimana ekosistem alami bisa dilestarikan dengan cara menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertaniannya, karena apa yang dihadapi petani adalah jasad hidup dan punya kehidupan tersendiri, baik tanaman/tumbuhan, hewan maupun jasad renik lain seperti mikroorganisme, jamur, dan sebagainya yang hidup bersimbiosis (saling membutuhkan dan menguntungkan). Selain itu, ada peran unsur-unsur alam seperti matahari, udara, air turut berkontribusi dalam menciptakan keseimbangan alam.
Multi Dimensi Pertanian Alami
Di mana pun, setiap orang yang punya kemauan untuk bertani alami, dapat menerapkan sistem pertanian alami ini. Di pekarangan rumah, atau di dalam pot, ember bekas, panci, bambu atau apapun wadah yang bisa ditanami kita bisa menanam berbagai jenis tanaman pangan lokal, sayuran, ataupun obat-obatan. Dari skala kecil ini, kita mulai meletakkan dasar pengertian bahwa pangan kita tidak tergantung dan ditentukan oleh produk orang lain yang diproduksi secara tidak sehat.
Pangan dalam pertanian alami diartikan sebagai diversifikasi pangan, artinya sumber pangan berasal dari beragam jenis. Karena itulah, pertanian alami menemukan arti pentingnya sebagai salah satu pilar kedaulatan pangan. Sehingga pertanian alami membutuhkan kesadaran bertani secara mandiri, tidak tergantung pada industri yang memproduksi benih, pupuk atau pestisida. Komitmen, kemauan dan kesabaran untuk mempraktikkannya juga merupakan kunci keberhasilan bertani secara alami.
Syarat lain sistem pertanian alami adalah lahan pertanian mesti dimiliki oleh petani, bukan dimiliki oleh tuan tanah. Sehingga dengan bertani secara alami berarti juga memberi kedaulatan kepada petani untuk mengolah tanahnya sendiri secara sehat dan berkelanjutan.
Menerapkan pertanian alami berarti menyinggung pula beberapa aspek kehidupan lain yang dapat kita kembangkan, di antaranya aspek sosial di mana pertanian alami menjunjung tinggi nilai-nilai manusia tanpa diskriminasi, memberi ruang yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam praktik bertani. Secara budaya, pertanian alami menghargai berbagai ritual dalam bertani, menanam tanaman sesuai dengan kebudayaan lokal/setempat. Sementara dari sisi ekonomi, pertanian alami merupakan sistem pertanian yang meletakkan praktiknya pada penggunaan sumber daya lokal sehingga biaya yang dikeluarkan akan berkurang dibanding pertanian model Revolusi Hijau yang hanya memberikan keuntungan kepada pemilik modal input produksi. Pertanian alami harus memberikan keuntungan dan mencukupi kebutuhan rumah tangga petani. Dan secara politis, dengan pertanian alami petani dapat memutuskan sendiri apa yang akan ditanam, input produksi yang digunakan, hingga penentuan apakah dijual atau ke mana di pasarkan, kepada siapa dan berapa harga produk yang harus dijual merupakan sifat politik yang harus dimiliki oleh setiap orang yang melakukan pertanian alami.
Pertanian alami memang tidak sekedar mengejar produksi, tidak hanya bertujuan meraih keuntungan material, tetapi diharapkan di dalam kehidupan pelakunya ada perilaku yang alami yang menjalin hubungan selaras dengan lingkungan sekitar. Pada akhirnya pertanian alami akan dapat memengaruhi situasi sosial, budaya, ekonomi, dan politik dalam suatu masyarakat. (*)
*Catatan ini disunting dari buku Pertanian Alami karya Lily Noviani Batara dan Ika N Krisnayanti, Bina Desa (2005)