JENEPONTO, BINADESA.ORG – Kasmawati, tokoh perempuan di Desa Arungkeke, Jeneponto, Sulawesi Selatan mengundang Serikat Petani Alami Butta Toa untuk menjadi fasilitator dalam pendidikan pertanian alami di desanya. Awal dan Arman mewakili organisasi untuk berbagi pengalaman terkait pertanian alami.
20 orang berlatar belakang petani rumput laut, nelayan, dan petani sawah mengikuti rangkaian pendidikan pada 28 Juli 2018. Awal, fasilitator dari Serikat Petani Alami Butta Toa menjelaskan terkait penggunaan input yang digunakan untuk pertanian konvensional sangat mahal, yaitu sewa handtraktor Rp700.000 per hektar, Rp1.000.000 untuk pupuk kimia, Rp500.000 untuk pestisida dan membutuhkan benih mencapai 45kg berdasarkan rekomendasi dinas pertanian setempat.
Ketika menggunakan pertanian alami hanya membutuhkan benih 20-25kg/Ha dan modal untuk pembuatan pupuk serta nutrisi sekitar Rp100.000 untuk membeli gula merah dan bisa digunakan untuk 2 kali musim tanam. Nutrisi alami pun terbuat dari bahan yang ada di sekitar kita.
Pertanian alami menjadi pintu masuk dalam pengorganisasian adalah langkah yang dilakukan oleh Serikat Petani Alami Butta Toa Bantaeng dan juga secara organisasi meyakini bahwa kita harus memastikan ketersediaan pangan sehat di setiap meja makan keluarga. Penting pula untuk pengetahuan pertanian alami disebarkan kepada para petani, karena mampu melepaskan diri dari ketergantungan sebagai upaya mewujudkan kemandirian bagi petani dan keberlangsungan pertanian.
Pertanian alami mempunyai makna budaya bercocok tanam yang memberikan ruang bagi perempuan dan laki-laki petani untuk berkarya sebagai perwujudan hakekat kemanusiaan. Serta memandang bahwa setiap tempat memiliki kekhasannya dengan mempertimbangkan kondisi lokal dan kekayaan alam di masing-masing wilayah.
Pertanian alami membangun kedaulatan pangan bagi keluarga petani. Semua ini bisa terwujud jika petani memandang bahwa alam beserta isinya termasuk makhluk hidup didalamnya akan saling membantu dalam rangka menciptakan keseimbangan ekosistem.
Kasmawati dan para peserta lainnya membuat rencana tindak lanjut untuk pembuatan demplot di lahan persawahan seluas 90 Are, karena percaya bahwa pertanian alami dapat menekan input biaya produksi dan juga bisa lebih meningkatkan taraf ekonomi petani. Serta akan dibentuknya lembaga tani skop kecamatan Arungkeke dengan nama komunitas petani alami.***