MANILA, BINADESA.ORG–Acara 6th ASEAN+2 Cooperative Business Forum 2016 (ACBF 2016) berhasil dilaksanakan pada tanggal 29-30 November 2016 lalu di Manila, Filipina. Kegiatan yang terlaksana atas kerja sama berbagai lembaga pemerintah, organisasi tani, koperasi, serta LSM internasional ini dihadiri oleh sekitar 150 peserta dari 15 negara. Ini merupakan ACBF pertama kalinya yang melibatkan organisasi tani. Perwakilan dari Indonesia ada beberapa organisasi tani dan organisasi masyarakat sipil seperti Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Koperasi Serba Usaha (KSU) Ngudi Makmur, WAMTI, serta Bina Desa yang dihadiri oleh Affan Firmansyah. Kegiatan dengan tema “Meningkatkan Kolaborasi Ekonomi ASEAN melalui Koperasi” ini bertujuan untuk mempromosikan koperasi tani sebagai media untuk memperkuat dan mengembangkan pasar produk-produk pertanian, membangun mekanisme yang menghubungkan berbagai koperasi tani di berbagai wilayah, serta memperkuat manfaat yang diberikan koperasi kepada petani anggotanya. Lokakarya selama 2 hari ini juga diikuti dengan pameran produk-produk pertanian yang diproduksi oleh koperasi dari berbagai negara untuk saling memperkenalkan produk-produk unggulan mereka.
Dalam pembukaannya, Ketua Cooperative Development Authority Filipina Orlando Ravanera mengatakan terdapat sekitar tiga ratus ribu koperasi di wilayah ASEAN yang menyediakan lebih dari 2 juta lapangan pekerjaan di luar dari manfaat langsung yang diberikan kepada anggotanya. Ia juga mengatakan, pada tahun 2020, koperasi akan menjadi kekuatan terbesar yang mengusung bisnis berkelanjutan, baik dari segi sistem produksi, kehidupan anggota, serta kelangsungan bisnis koperasi itu sendiri. Hal ini merupakan potensi besar jika dibangun mekanisme kerja sama dan juga kebijakan yang baik.
Namun pada sesi analisa hasil presentasi dari perwakilan negara-negara yang hadir, Florante Villas dari AsiaDHRRA memperlihatkan bahwa dengan liberalisasi perdagangan yang terjadi saat ini, banyak koperasi yang mengalami kesulitan dalam berkembang, terutama karena masalah permodalan. Besarnya perbedaan kondisi antar masing-masing koperasi di kawasan juga merupakan masalah yang harus diperhatikan terlebih dahulu. Karena itu, perlu adanya dukungan kebijakan dari Pemerintah untuk berbagai jenis dan kondisi koperasi yang ada di masing-masing negara. Kerja sama antarkoperasi di kawasan yang selama ini sangat jarang dilakukan juga patut dipertimbangkan untuk dikembangkan.
Eko Istiyanto, perwakilan dari Koperasi Serba Usaha (KSU) Ngudi Makmur Karanganyar yang juga hadir dalam kegiatan tersebut mengatakan bahwa tema diskusi di 6th ACBF 2016 ini sudah sering menjadi bagian dari diskusi-diskusi di tingkat lokal, namun pada kesempatan ini kita dapat melihat dengan jelas di mana posisi koperasi kita saat ini di tingkat nasional maupun regional. “Dari situ kita dapat menentukan arah perkembangan yang akan diambil oleh koperasi tani,” ujar Eko.
Acara ini juga membuka peluang kerja sama antar koperasi yang ada di tingkat nasional maupun regional. Di akhir kegiatan, peserta mendeklarasikan komitmen untuk mengentaskan kemiskinan, terutama yang terjadi pada petani kecil, nelayan, komunitas adat yang telah menyediakan pangan bagi masyarakat ASEAN dan dunia; mendorong ekonomi berbasis solidaritas sosial melalui koperasi di mana manusia dan alam menjadi prioritas utamanya; serta mengadvokasi sistem pertanian berkelanjutan dan industri lokal untuk penghidupan dan penggunaan SDA yang berkelanjutan. (###)