MAMUJU, BINADESA.ORG – Mentradisikan pertemuan di desa dengan tempat yang sangat sederhana ialah sebagai wujud kecintaan terhadap desa. Itu juga bentuk melebur bersama rakyat agar dapat bertukar pikiran, utamanya dengan kaum tani, nelayan. Pada pertemuan ini, sangat bersyukur dengan kehadiran kawan-kawan dari berbagi daerah penjuru Sulawesi untuk berembuk atau duduk bersama yang dalam bahasa daerah mandar disebut Sirumu-rumung. Pertemuan ini guna membahas perjalanan komunitas atau kelompok-kelompok yang ada di desa utamanya dalam sektor tani dan nelayan untuk mencapai sebuah kedaulatan.
Acara yang digelar pada tanggal 17-19 Maret 2018 dihadiri seluruh jaringan Komunitas Swabina Pedesaan (KSP) Region Sulawesi yang terdiri dari 3 Provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat yang bertempat di Desa Taan Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi barat dan difasilitasi oleh teman-teman dari yayasan Bina Desa.
Pertemuan refleksi jaringan KSP menjadi sangat penting bagi komunitas dan masyarakat secara umum, terutama bagi masyarakat Sulawesi barat, sesuai dengan Tema yang kami angkat yakni “MEMBANGUN SPIRIT KOMUNITAS MASYARAKAT UNTUK MENUJU DESA MANDIRI”. Itu pertanda bahwa dalam membangun sebuah organisasi tentunya dibutuhkan sebuah semangat yang tinggi untuk menuju cita-cita perjuangan organisasi.
Salah satu bagian dari pertemuan ini ialah untuk melihat bagaimana kondisi perkembangan pengorganisasian di desa, ditengah-tengah arus modernisme serta gejolak politik yang melahirkan efek buruk terhadap kehidupan di desa. Sehingga dapat merusak tatanan masyarakat serta menjadikannya sebagai masyarakat pragmatis. Hal ini dapat kita lihat dengan berkaca terhadap realita yang ada.
Problem Sosial
Masalah pengangguran merupakan masalah yang sangat banyak dihadapi oleh setiap desa, dengan berbagai macam faktor yang bebeda-beda. Salah satu contohnya penganguran lahir karena faktor sumber daya manusia dan minimmya lapangan pekerjaan. Pengangguran merupakan momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat sebab sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Sehingga kerap kali untuk menjaga sebuah keberlangsungan hidup dalam hal ini pemenuhan kebutuhan ekonomi sandang, pangan dan papan harus dijawab dengan merantau ke kota bahkan ke daerah lain dengan berbagai macam pekerjaan sebagai buruh tani, buruh bangunan serta buruh-buruh pasar swalayan demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Sementara kita ketahui bahwa potensi sumber daya alam ada di desa, disanalah hamparan tanah yang luas dapat diolah menjadi lahan produktif. Namun keberadaan pemerintah baik pemerintah pusat sampai dengan pemerintah desa harus berdiri di atas kaki sendiri dan bergerak bersama rakyat untuk kepentingan rakyat.
Problem Demokrasi
Sementara kegiatan politik dalam pemahaman demokrasi elitis, hanya terbatas pada menciptakan pencitraan yang seolah-olah mampu menjadi pemimpin yang baik, bijaksana dan berorientasi kerakyataan atau yang sering kita dengar sebagai politik pencitraan. Sehingga seringkali tujuan-tujuan politik dicapai dengan membentuk tokoh atau kelompok politik yang seolah-olah baik dan mampu membawa rakyat menuju kesejahteraan. Hal ini hanya bisa terjadi apabila kita selalu percaya, bahwa memperbincangkan politik berarti harus mendiskusikan kembali untuk siapakah dan dengan jalan apakah kita melakukannya. Politik merupakan upaya perubahan nasib orang banyak, ini artinya cara sekaligus langkah yang ditempuh harus dirumuskan oleh mereka-mereka yang memiliki nasib buruk dan selalu dirundung malang akibat dipinggirkan oleh negara dan modal.
Organisasi Sebagai Syarat Pembebasan
Organisasi yang kuat sangat menopang untuk membangun gerakan rakyat pekerja di desa serta organisasi merupakan wadah untuk menciptakan kekuatan-kekuatan titik produktif kader sebagai penggerak yang mampu memimpin dan dipimpin bersama masyarakat, guna melahirkan semesta kesadaran baru di masyarakatnya. Maka, tidak ada pilihan lain bagi kita untuk selalu melakukan apa yang akan kita sebut sebagai transformasi total, praktik penyadaran semesta bersamaan dengan mengajarkan pentingnya untuk melawan dan menolak pembodohan lewat bidang-bidang produksi yang mereka kuasai. Inilah inti pendidikan, sebuah langkah dari kita untuk kita. Sebuah proses pencerahan, pengkayaan dan manifestasi sikap dalam keadaan ideologis-ilmiah. Untuk itu, sebagai hasil dari refleksi ini benang merah yang kami dapat tarik adalah bahwa dengan massifnya pembodohan, penindasan harus dijawab dengan cara penguatan organisasi-organisasi desa sebagai syarat perjuangan untuk mencapai cita-cita pembebasan dari belenggu kemiskinan, pembodohan serta penindasan sehingga cita-cita negara untuk kesejahteraaan rakyatnya dan kemandirian desa melalui Undang-Undang Desa no 6 Tahun 2014 dapat terwujud.*** (bdk026ms)