
JAKARTA, BINADESA.ORG – Perwakilan Desa Mulya Jaya (Talang Linang), Kecamatan Semendawai Timur, Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan melaporkan pengaduan ke Ombudsman Republik Indonesia pada pertengahan Agustus 2017 lalu. Pengaduan diterima secara hangat oleh Cut Silvana Desia Dewi yang mencatatat secara terperinci penjelasan dari perwakilan masyarakat Desa Mulya Jaya.
Desa Mulya Jaya mengalami konflik pertanahan dengan PT. Laju Perdana Indah anak usaha Salim Ivomas Pratama, Indofood sejak 2006 hingga 2013. Telah berkonflik selama 11 tahun menyebabkan lahan kebun karet warga seluas 600 ha rata dengan tanah. Masyarakat memilih bertahan karena memiliki bukti pancung alas tahun 1978, surat pengakuan hak tahun 2004, surat pengakuan pernyataan hak tanah tahun 2004, surat keterangan tanah tahun 2004, 32 sertifikat tanah serta terdapat juga 6 persil transmigrasi tahun 1997.
Perwakilan masyarakat menjelaskan bahwa “Rumah kami sebanyak 200 kk tergusur pada 2 hari menjelang lebaran 2017, hingga kini penggusuran terus berlangsung pada 50 kk yang masih bertahan. Kebun karet warga semakin terkikis, kami semakin tak berdaya ketika penggusuran dikawal oleh aparat Kepolisian dan pam swakarsa”.
Konflik yang telah berlangsung selama 11 tahun telah banyak memakan korban, kriminalisasi dan intimidasi bahkan ibu-ibu dan anak-anak pun menjadi korbannya. Kondisi sekarang masyarakat terlunta-lunta hidupnya, sebagian mendirikan tenda untuk mengamankan lahan dan ada pula yang mengamankan diri ke sanak saudara serta kerabatnya.
Cut Silvana Desia Dewi menjelaskan terkait alur pengaduan di Ombudsman bahwa “Setelah adanya pengaduan, langkah pertama adalah akan masuk ke dalam tahap verifikasi guna memverifikasi kasus ke berbagai pihak. Tahapan kedua yaitu akan masuk dalam pleno, dan ketiga baru masuk ke tim pertanahan yang akan menangani kasusnya. Setidaknya proses tersebut paling lama memerlukan waktu 14 hari sejak laporan pengaduan”.
Menurut Achmad Yakub dari Bina Desa menyebutkan bahwa pengaduan ke Ombusdman, setidaknya meminta tiga hal, yaitu pertama meminta kepada Ombudsman Republik Indonesia untuk melakukan investigasi proses keluarnya HGU PT. LPI No. 3 Tahun 2002, kedua proses kebijakan penggusuran beberapa kali yang dikawal pihak kepolisian dan pam swakarsa, serta ketiga memeriska batas-batas HGU PT. LPI, yang menurut data dan fakta dari warga masuk ke wilayah desa dan kebun warga. (bd031)