BANTEN, BINADESA.ORG–Desa Warungbanten merupakan salah satu dari dua desa (Desa Warungbanten dan Desa Hegarmanah) yang masuk dalam wilayah Kaolotan Cibadak. Wilayah ini terletak di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Di dalam desa ada dua struktur yaitu pemerintahan desa dan Lembaga Adat Kaolotan Cibadak. Pemerintahan desa lebih banyak mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan sipil sedangkan lembaga adat berperan dalam ranah adat.
Wikanta mengatakan bahwa “Pemerintahan desa dengan Lembaga Adat Kaolotan Cibadak selalu berjalan beriringan dan saling mendukung dalam rangka membangun Desa Warungbanten. Kita selalu duduk bersama dalam membicarakan perencanaan dan persoalan dalam wilayah ini.” Saat redaksi Bina Desa mengunjungi rumahnya pada 28 September 2017.
Jaro Ruhandi yang dalam dua tahun ini menjadi Kepala Desa Warungbanten menuturkan bahwa antara Kaolotan Cibadak dan Desa Warungbanten selalu mengadakan musyawarah dalam perencanaan pembangunan di desa. Apabila perencanaan itu berkaitan dengan adat, maka Kaolotan Cibadak akan mengundang pemerintahan desa untuk terlibat dan demikian juga sebaliknya.
Salah satu perencanaan yang dicontohkan oleh Jaro Ruhandi adalah pembangunan rumah adat Kaolotan Cibadak yang saat ini dalam tahap penyelesaian. Rumah adat merupakan aset Kaolotan yang pembangunannya dipercayakan kepada pemerintahan desa. Untuk biaya pembangunan diambil dari dana desa dan dari anak cucu yang berasal dari Kaolotan Cibadak. Apabila pemerintahan desa telah selesai membangun rumah adat tersebut maka akan diserahkan dan dikelola Kaolotan Cibadak.
Apa yang diutarakan oleh Jaro Ruhandi itu ditegaskan kembali oleh Wikanta, salah seorang yang dituakan di Kaolotan Cibadak bahwa “Pertemuan antara pemerintah desa dan Kaolotan Cibadak dalam musyawarah, biasanya mendiskusikan terkait masalah-masalah dan rencana-rencana yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak”. Apabila membicarakan tentang adat maka kaolotan akan mengundang pemerintahan desa untuk bermusyawarah atau sebaliknya. Wikanta yang juga seorang guru ini menegaskan bahwa “Setiap kegiatan yang bertujuan untuk kebaikan dan kemajuan desa, kasepuhan akan selalu mendukung”.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa musyawarah (sunda : badamian) dijadikan sebagai media untuk bertemu dan berdiskusi antar dua pihak (baca : subject) untuk membahas tentang masalah-masalah (realitas) yang ada di wilayah kehidupan mereka (baca : object). Bahkan proses musyawarah dapat menjadi media pendidikan alternatif karena dengan berdialog mengajak peserta musyawarah untuk berpikir kritis dalam menyikapi permasalahan-permasalahan yang ada. Hal inilah yang mencerminkan bahwa musyawarah merupakan jalan untuk membangun harapan, solidaritas dan kekuatan. Pater Dijkstra mengistilahkan ini sebagai dialog kehidupan (dialogue of life). (bd030)