Bina Desa

Menguatkan Pergerakan Masyarakat dengan Berjejaring

Seminar Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Nelayan (Perlindatayan) ajak Komunitas Swabina Pedesaan (KSP) memahami lebih lanjut realisasi UU Perlindatayan (photo Bina Desa)

INDRAMAYU, BINADESA.ORG–Puluhan pendamping Komunitas Swabina Pedesaan (KSP) Bina Desa dari berbagai wilayah di Indonesia berkumpul di Indramayu 13-18 Maret 2017. Mereka hadir untuk mengikuti rangkaian kegiatan Sekolah Pedesaan (SEPEDA) besutan Bina Desa. Selain pendamping komunitas, di antara peserta juga terdapat kepala desa, sekretaris desa yang peduli terhadap isu pedesaan dan hendak belajar bersama agar dapat mengambil kebijakan yang lebih baik untuk warganya.

Penanggung jawab acara, Achmad Yakub dalam sambutannya mengapresiasi  kepala daerah yang peduli kepada masyarakat marginal khususnya, petani dan nelayan kecil. “Salah bentuk keberpihakan kepala daerah, Bupati adalah dengan adanya kebijakan pemenuhan perlindungan dan pemberdayaan petani, nelayan”tegas Yakub. Bupati Indramayu, Anna Sophana dalam sambutan pembukaan acara, memberikan ruang seluasnya kepada petani dan nelayan untuk selalu berkomunikasi terkait mencari solusi untuk kesejahteraan bersama.

Para peserta yang hadir kali ini diberi pemaparan mengenai pemberdayaan petani dan nelayan yang terjadi di lapangan dalam seminar bertajuk “Realisasi Perlindungan Pemberdayaan Petani dan Nelayan di Daerah”. Hadir sebagai pembicara yakni Asep Suryana dari Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu, Ishaq dari Dinas Pertanian Indramayu, Dwi Astuti dari Bina Desa, serta Budi Laksana dari Serikat Nelayan Indonesia.

Dalam kenyataannya, kebijakan pemerintah masih memiliki banyak aspek yang tidak memihak terhadap rakyat, salah satunya adalah diskriminasi gender. Dwi Astuti dalam materinya memaparkan bahwa perempuan masih tidak dianggap sebagai bagian penting. Misalnya, menurut Direktur Operasional Bina Desa ini, perempuan masih sering tak diajak dalam pelatihan baik pertanian maupun perikanan, padahal di Indonesia terdapat cukup banyak perempuan nelayan dan petani.

Selanjutnya, kebijakan Pemerintah dibahas secara lebih komprehensif dalam Workshop analisis kebijakan perlintan yang diberikan oleh Gunawan dari Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS). Menurutnya, selama ini persoalan agraria dipandang sempit padahal cakupannya luas sehingga banyak hal yang luput dari pembahasan.

Pendidikan Pengorganisasian oleh Mardiah Basuni selaku Kepala Sekolah Pedesaan (SEPEDA).

Setelah dibekali pemahaman tentang UU Perlindatayan, para peserta mendapatkan materi seputar pengorganisasian mulai dari teknik analisis sosial, analisis global, pendidikan kesadaran kritis, serta pemahaman peran dan fungsi kader. Seluruh peserta pertama-tama dibagi ke dalam kelompok berdasarkan kelompok pekerjaan serta kedekatan geografinya secara bergantian untuk kemudian menganalisa permasalahan sosial yang ada melanda profesi dan wilayah mereka.

Dari analisis sosial yang dilakukan, diketahui bahwa permasalahan utama yang dihadapi kelompok nelayan dan petani kurang lebih sama, yakni alat produksi yang tak memadai (tanah dan kapal), ketidakpastian usaha, kesulitan mencari modal, dan masih adanya diskriminasi terhadap perempuan dalam kebijakan. Untuk kelompok aparat desa permasalahan utamanya adalah kurangnya sosialisasi mengenai kebijakan BUMDes dan perlintan layan, serta sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan warga desa yang masih buruk. Kelompok aparat desa berharap bahwa terdapat sinergi antara UU Desa dengan UU Perlindatayan agar desa diberikan wewenang untuk membangun sarana produksi sesuai kebutuhan.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, para peserta berembuk sekaligus belajar bagaimana caranya menjadi pendamping wilayah dan menstimulasi pengorganisasian diri masyarakat. Peserta membuat rencana tindak lanjut (RTL), tidak hanya untuk masing-masing wilayah KSP, namun juga di region. RTL yang disepakati antara lain melaksanakan berbagai pelatihan di masing-masing wilayah untuk meneruskan ilmu yang sudah didapat dari SEPEDA, juga menstimulasi diskusi dan musyawarah guna membangun kesadaran transformatif menuju kehidupan pedesaan yang berkeadilan dan berdaulat. Dalam RTL tersebut, masing-masing wilayah berencana untuk saling berbagi ilmu dan keahlian kepada wilayah lain apabila dibutuhkan.

Kegiatan yang diselenggarakan selama seminggu penuh ini merupakan salah satu aspek dari rangkaian SEPEDA yang kegiatannya dibagi dalam beberapa bagian sepanjang tahun. (bd020)

Scroll to Top