Oleh Sartini Aisyah
Sebuah cerita inspiratif datang dari desa kecil di Jawa Tengah, telah mewakili semangat dan tekad perempuan dalam menghadapi tantangan dan menggapai aspirasi mereka. Kelompok Wanita Tani Makmur yang berdiri sejak tahun 2012, telah menjadi tonggak penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Jatimulyo, Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar.
Terletak di bagian selatan Kabupaten Karanganyar, berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri, desa ini memainkan peran penting dalam mata pencaharian lokal. Sebagian besar penduduk desa adalah petani dan buruh, dengan sebagian lain adalah perantau. Keputusan merantau diambil oleh banyak penduduk karena pandangan bahwa peluang usaha yang lebih menjanjikan terdapat di tempat lain. Namun, situasi pertanian di sini tidaklah mudah. Tanah yang cenderung kering menjadi tantangan tersendiri dalam upaya bertani, dan musim hujan menjadi penentu kesuksesan panen.
Di tengah kondisi tersebut, komoditas utama yang ditanam adalah palawija, dengan singkong sebagai tanaman musiman yang mendominasi. Meskipun harga singkong sering berfluktuasi, petani tetap berjuang untuk menghadapinya. Dalam upaya mengatasi tantangan ekonomi dan memanfaatkan sumber daya lokal, Kelompok Wanita Tani Makmur melakukan inovasi dengan mengolah singkong (ubi kayu) menjadi produk bernilai tinggi. Dalam kelompok ini, terdapat 52 perempuan petani dan pengusaha kecil yang bergabung, memiliki tekad untuk meningkatkan nilai jual singkong.
Melalui kerja keras dan kolaborasi, mereka mengolah singkong menjadi berbagai makanan kering dan basah, termasuk rengginang singkong, impling, kerupuk singkong, balung kethek, tape, dan olahan kue basah lain. Prestasi Kelompok Wanita Tani Makmur tidaklah kecil. Bahkan, Desa Suren pernah menjadi sentra pembuatan rengginang singkong yang produknya berhasil menjangkau luar Pulau Jawa. Produk-produk ini menjadi oleh-oleh favorit para perantau dan bahkan menjadi tambahan pendapatan dengan penjualan kembali atau dijual bersamaan dengan jamu gendong.
Pada tahun 2015, kelompok ini mendapatkan kesempatan untuk belajar tentang pembuatan tepung mocaf, sebuah terobosan yang mengubah paradigma mereka. Pelatihan ini dihadiri oleh ketua KWT Makmur dan salah satu anggotanya, dan setelahnya mereka mulai mengaplikasikan pengetahuan yang didapat sebagai konsumsi pertemuan rutin kelompok. Potensi tepung mocaf terlihat sangat menjanjikan: bahan bakunya melimpah dan harganya terjangkau. Ini menjadi langkah strategis mengingat ketergantungan masyarakat pada tepung terigu, yang mayoritas harus diimpor karena Indonesia tidak memiliki lahan produktif untuk budi daya gandum.
Kelompok Wanita Tani Makmur juga terus menggali informasi mengenai kekurangan dan kelebihan tepung terigu melalui pelatihan, buletin, serta media sosial. Mereka menyadari dampak konsumsi terigu berlebihan pada kesehatan. Inilah yang mendorong mereka untuk serius dalam mengembangkan tepung mocaf. Pada awalnya, hanya tiga anggota yang terlibat dalam produksi, dengan alat sederhana. Hingga lambat laun kerja keras dan sikap pantang menyerah membuahkan hasil. Kemudian dukungan datang dari pemerintah, akademisi, dan lembaga non pemerintah juga semakin menguatkan langkah mereka dalam mengembangkan mocaf. Meskipun kapasitas produksi awal terbatas karena permintaan sedikit, KWT Makmur terus berjuang di setiap kesempatan, mulai dari forum undangan, pameran atau bazaar bahkan penjajakan media sosial. Hingga akhirnya permintaan atas tepung mocaf terus meningkat. Kapasitas produksi yang awalnya hanya ratusan kilo kini telah mencapai ribuan kilo dalam satu musim panen.
Anggota yang terlibat pun semakin bertambah, dan produk mereka mendapatkan tempat di pasaran, baik melalui pemasaran mandiri maupun melalui KWT Makmur. Langkah selanjutnya yang dilaksanaka oleh KWT Makmur adalah dengan mengadvokasi pemerintah desa Jatimulyo untuk melabeli desa sebagai Desa Mocaf. Dengan pelatihan yang melibatkan seluruh dusun, serta mendorong lahirnya kebijakan desa yang mendukung penggunaan tepung mocaf dalam hidangan keluarga dengan tujuan menciptakan perubahan yang berkelanjutan.
Tidak berhenti pada produksi tepung mocaf, KWT Makmur juga mengembangkan produk makanan olahan berbahan dasar tepung mocaf, seperti bolu, brownies, cake, dan lain-lain. Pemerintah turut berkontribusi dalam perkembangan ini dengan menyediakan peralatan dan fasilitas, termasuk mesin perajang dan fasilitas transportasi.
Kerjasama dengan akademisi dan lembaga non pemerintah juga dilakukan KWT Makmur demi mengembangkan pasar dan jejaring yang lebih luas. Jika dilihat dari aspek ekonomu, nilai jual hasil pertanian, terutama singkong, telah meningkat secara signifikan.
\”Hasil panen singkong senilai 800.000 rupiah dapat diolah menjadi chips mocaf yang menghasilkan penjualan senilai Rp. 2.400.000 rupiah. Tepung mocaf bukan alternatif pangan, tapi pendorong ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat lokal.\” Ungkap Sugiyem, Anggota KWT Makmur.
Meski dalam perjalanannya tentu saja, KWT Makmur menemui beberapa tantangan namun komitmen untuk menghasilkan produk yang bernilai tinggi dan sehat dari singkong tetap dijaga. Inovasi yang telah dilakukan KWT Makmur tidak hanya berdampak positif pada kesehatan keluarga tetapi juga mendukung cita-cita para perempuan menciptakan desa mandiri pangan.
Tantangan lain yang ditemui Kelompok Wanita Tani Makmur ini adalah pergeseran preferensi petani terhadap varietas singkong yang lebih cepat panen. Dimana varietas singkong dengan masa tanam yang instan ini akan mengurangi kualitas bahan baku sehingga penting untuk terus mengedukasi masyarakat Jatipuro untuk tetap berkomitmen pada praktik Pertanian Alami yang terbukti menghasilkan kualitas singkong yang baik terlebih lahan tanam mereka tetap sehat dan berumur panjang. Tentu manfaat berkelanjutan diperlukan karena produksi tepung mocaf telah menjadi sumber penghidupan utama keluarga.
Perjalanan panjang Kelompok Wanita Tani Makmur adalah sebuah cerminan dari semangat perempuan dan teladan praktik baik kerja kolektif dalam mengatasi hambatan, berinovasi, dan menciptakan dampak positif dalam masyarakat. Dari sekadar memanen singkong, mereka telah mendobrak cara berpikir kreatif dan menginspirasi banyak orang tentang pentingnya inovasi koletif untuk menciptakan pangan sehat, kelompok swabina pedesaan yang mandiri, dan yang terpenting memastikan berkelanjutan ekologi.
****
Penulis adalah Ketua Kelompok Wanita Tani Makmur Jatipuro