Usulan dari Masyarakat untuk kebijakan air sesuai Konstitusi
JAKARTA, BINADESA.ORG–Untuk itulah KRuHA dan organisasi lainnya kembali mengingatkan Pemerintah dan DPR RI untuk, menghentikan praktek penyusunan Kebijakan yang tertutup dan mengabaikan masukan Masyarakat serta perintah Konstitusi yang telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusidengan menghindari terjadinya kembali praktek “Swastanisasi Terselubung” yang dilegalisir lewat produk perundangan.
Mengevaluasi Proyek Utang WATSAL termasuk syarat-syaratnya masih masih melekat dalam Kebijakan Pengelolaan SDA dan praktek-praktek Pengelolaan air yang bertentangan dengan Pasal 33 UUD yang telah di tafsir oleh Mahkamah Konstitusi yang menekankan bahwa Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie).
Memperhatikan dengan sungguh-sungguh Gugatan Judicial Review dan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Nomor 008/PUU-III/2005, bertanggal 19 Juli 2005 dan Keputusan Nomor 85/PUU-XI/2013 yang menegaskan bahwa air adalah hak publik (res commune), yaitu suatu hak yang dimiliki oleh masyarakat, perempuan dan laki-laki, secara bersama-sama.
Jaminan bahwa negara masih tetap memegang hak penguasaannya atas air itu menjadi syarat yang tak dapat ditiadakan dalam menilai konstitusionalitas UU SDA sebab hanya dengan cara itulah hal-hal berikut, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Nomor 008/PUU-III/2005 tersebut, dapat diwujudkan yaitu,
(i) Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari danuntuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air, sepanjang pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk pertanian rakyat di atas diperoleh langsung dari sumber air. Namun, mengingat kebutuhan akan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat tidak cukup lagi diperoleh langsung dari sumber air yang diusahakan oleh masyarakat maka negara wajib menjamin hak setiap orang, perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokoknya, termasuk mereka yang menggantungkan kebutuhan itu pada saluran distribusi. Berkenaan dengan hal itu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam pengembangan sistem penyediaan air minum dan harus menjadi prioritas program Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(ii) Konsep hak dalam Hak Guna Air harus dibedakan dengan konsep hak dalam pengertian umum. Konsep hak dalam Hak Guna Air haruslah sejalan dengan konsep res commune yang tidak boleh menjadi objek harga secara ekonomi.
Terakhir agar pemerintah mengintegrasikan prinsip keadilan dan kesetaraan gender dalam setiap kebijakan, program dan kelembagaan terkait pengelolaan air dan sumber daya air, antara lain dengan memastikan, situasi perempuan dalam pengelolaan sumber daya air dipertimbangkan dalam penyusunan kebijakan dan program terkait pengelolaan air dan sumber daya air.
Akses dan kesempatan yang setara bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh hak atas air serta untuk mendapatkan manfaat dan hasil yang setara, baik bagi diri, keluarga dan komunitasnya. “Peran dan keterlibatan perempuan dalam perencanaan, pengelolaan dan pengambilan keputusan di setiap tingkatan dan keterwakilan perempuan dalam kelembagaan terkait” tegas Puspa Dewy. (###) Baca Berita Sebelumnya (2)