Bina Desa

Mengawal Negara Laksanakan Amanat Konstitusi, Penuhi Hak Atas Air Rakyat (2)

Ketua Solidaritas Perempuan (SP) Puspa Dewy menyampaikan bahwa di berbagai kasus, tidak adanya akses air bersih telah mengakibatkan beban kerja perempuan bertambah, meningkatkan kekerasan terhadap perempuan, bahkan terancamnya jiwa dan kesehatan reproduksi perempuan akibat kualitas air yang buruk atau tercemar. Selain itu, partisipasi masyarakat juga diabaikan (Foto: KPA)

JAKARTA, BINADESA.ORG–Praktek yang ada juga mengabaikan situasi dan dampak berbeda yang dialami perempuan ketika terjadi krisis air bersih akibat pengelolaan air yang eksploitatif. Peran untuk memastikan akses dan ketersediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan, mulai dari kebutuhan air untuk minum, memasak, mencuci, mandi, dll. Ditambah lagi dengan adanya kebutuhan atas air bersih yang lebih tinggi bagi perempuan dibandingkan laki-laki, setidaknya dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan reproduksinya, terutama pada saat menstrusi, kehamilan dan pasca melahirkan.

Ketua Solidaritas Perempuan (SP) Puspa Dewy menyampaikan bahwa di berbagai kasus, tidak adanya akses air bersih telah mengakibatkan beban kerja perempuan bertambah, meningkatkan kekerasan terhadap perempuan, bahkan terancamnya jiwa dan kesehatan reproduksi perempuan akibat kualitas air yang buruk atau tercemar. Selain itu, partisipasi masyarakat juga diabaikan. Terlebih lagi partisipasi perempuan. Peran penting perempuan dalam pengelolaan air dan sumber daya air serta kebutuhan khusus perempuan atas air tidak serta merta menciptakan akses dan kontrol bagi perempuan dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan air dan sumber daya air.

Pemerintah wajib patuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

KRuHA mencatat kelambanan dan keenganan pemerintah dalam mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi. Indikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari setidaknya empat indikasi, Pertama Sejak dibatalkannya UU No.7/2004 pada 2015 lalu hingga saat ini, belum ada konsultasi publik terkait RUU Air yang baru. Praktek pengelolaan air masih juga lebih mementingkan  upaya-upaya untuk melakukan eksploitasi air, sehingga konservasi sebagai bagian penting dari keberlanjutan ketersediaan air menjadi diabaikan. Partisipasi masyarakat juga diabaikan.

Kedua, Pemerintah lebih fokus menjamin keberlangsungan kontrak dan ijin yang dipegang swasta lewat Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.04/SE/M/2015dan penerbitan PP No.121 Tentang Pengusahaan SDA dan PP 122 Tentang SPAM yang juga diproses secara tertutup dan menimbulkan kerancuan. Ketiga, Dalam prakteknya PP 122/2015 Tentang SPAM justru mempersulit PDAM untuk menambah pasokan air baku lewat Sistem perijinan yang rumit, sementara PP 121/2015 justru disalahgunakan oleh swasta untuk memperpanjang praktek perampasan air publik dan dibiarkan tanpa sanksi. Contoh dari pelanggaran ini adalahIzin Pengusahaan Air Tanah (IPAT) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar), melalui Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Terpadu (BPMPT), berbentuk Keputusan Gubernur Jabar kepada PT. Tirta Investama bernomor 546.2/154.10.1.01.2/BPMPT/2015 tersebut, pada Memutuskan, Menetapkan KESATU, pada poin F. Jenis Pemanfaatan, tertulis Untuk Kebutuhan Pokok Masyarakat. PT. Tirta Investama juga didapati mengambil air Tanah atas pesanan PT. Aqua Golden Mississippi. PT TIV dan PT AGM melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No 121 2015 Pasal 32 yang tidak membolehkan pemindahtanganan izin pengolahan air.

Keempat, Ketidakjelasan alokasi pemanfaatan air, izin penggunaan air dan kewenangan pengelolaan air, menjadi bukti ketidaksiapan Pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab pengaturan sumber daya air, Beberapa hal tersebut secara langsung dapat memicu terjadinya konflik yang bersumber pada sumber daya air. Lebih jauh, ketidakjelasan pemegang otoritas dalam pengelolaan sumber daya air dan wadah koordinasi serta lembaga resolusi konflik baik  di tingkat nasional maupun daerah, akan semakin memperbesar kemungkinan terjadinya konflik berkepanjangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air, belum lagi lembaga-lembaga yang diberikan mandat untuk menyelesaikan jika terjadi konflik atas air adalah lembaga-lembaga yang tidak dapat diakses oleh masyarakat secara mudah dan langsung karena bersifat sentralistik….Berita selanjutnya (3)

Baca berita Sebelumnya….(1)

 

 

Scroll to Top