TAKALAR, BINADESA.ORG – 23 perempuan pedesaan mendeklarasikan dirinya bergabung dalam Jejaring Perempuan Pedesaan Sulawesi Selatan, yang selanjutnya akan disebut Jejaring PEDASS. Hal ini dilatar belakangi oleh situasi perempuan pedesaan yang hidup dalam ketidakadilan sosial politik, sosial ekonomi, dan sosial budaya.
Irsani, perempuan pedesaan yang turut bergabung dalam Jejaring PEDASS menyatakan perempuan memang dibatasi langkahnya. “Saya terjebak di pelabelan dan mendapat tanggapan keras dari orang tua karena melakukan kegiatan yang terkadang membuat saya harus pulang malam,” pungkasnya.
TiME Indonesia yang menginisasi ini pun melihat terdapat struktural yang membatasi perempuan terlibat dalam pengambilan keputusan, hilangnya akses perempuan atas tanah, sumber daya alam, dan sumber daya publik. Irma bersama perempuan pedesaan di Jejaring PEDASS meyakini perlu mendorong perempuan pedesaan di Sulawesi Selatan untuk membangun jaringan guna menyatukan kekuatan perempuan pedesaan, terutama di region Turatea (Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Bantaeng).
Perempuan petani dari Takalar merasa bahwa ini merupakan kesempatan besar karena deklarasi dan kegiatan rembug perempuan pedesaan pertama dilakukan di Takalar, tentunya akan menjadi catatan sejarah. “Harus ada kemerdekaan politik bagi perempuan, hari ini akses perempuan terhadap sumber daya alam semakin jauh. Perempuan dibatasi dan perlu untuk mendorong pertemuan perempuan pedesaan dalam menyatukan kekuatan perempuan petani dan nelayan,” pungkasnya.
Perempuan pedesaan yang tergabung dalam jejaring tersebut mengharapkan bahwa dengan adanya Jejaring PEDASS akan membuat pertemuan tidak berhenti disini dan bagaimana kita semakin memahami hak-hak perempuan serta memperjuangkannya.***