Bina Desa

Mahasiswa UIN Jakarta Belajar dan Praktik NLK di Bogor

Proses NLK mahasiswa dengan masyarakat Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara (Foto: John Pluto Sinulingga/Bina Desa)

BOGOR, BINADESA.ORG – Sekitar 43 hari (pertengahan Oktober sampai pertengahan November 2017) puluhan mahasiswa UIN Syarief Hidayatullah Jakarta belajar dan praktek Nalungtik Lembur Kuring (NLK) bersama masyarakat di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Mereka hidup berbaur dengan penduduk desa, terlibat dalam kerja-kerja yang dilakukan oleh masyarakat dan  sekaligus membuka ruang untuk berdialog yang setara. Sampai pada titik di mana muncul saling percaya (trust) di antara antara mahasiswa dan masyarakat desa. Proses integrasi ini yang mahasiswa lakukan untuk memulai kerja-kerja mereka di komunitas.

Selanjutnya merupakan proses melakukan penggalian data dan informasi (investigasi sosial) seputar desa dan masyarakatnya. Pada proses ini mahasiswa menggunakan metode Naluntik Lembur Kuring/PRA dengan delapan alat analisis (penelusuran sejarah, bagan analisis Kecenderungan, kalender musim, Diagram Venn, transek, matrik analisis kegiatan sehari-hari keluarga petani, pemetaan dan  alur keluar masuk produksi). Selama proses ini mereka akan selalu mencari narasumber untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan. Pada proses inilah akan dirasakan pentingnya integrasi terhadap masyarakat desa. Rasa saling percaya yang sudah terbangun akan membuat masyarakat lebih nyaman dalam mengeluarkan pendapat dalam diskusi-diskusi kecil. Menurut salah satu mahasiswa di Desa Ciasmara : “Setelah kami hampir 2 minggu di desa ini, para warga sudah mulai menyapa dan bercerita tentang kehidupan mereka. Satu pertanyaan yang kami lontarkan, jawabannya bisa satu lembar halaman folio”.

Langkah selanjutnya yang dilakukan mahasiswa adalah menyusun atau memilah data-data dan informasi yang diperoleh dari masyarakat menjadi lebih teratur dan detail. Fungsi penyusunan dan pemilahan data dan informasi ini berdasarkan alat analisis yang dipergunakan. Hal ini dilakukan juga untuk memudahkan masyarakat nantinya memetakan/mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di desa mereka.

Pada tahapan akhir adalah memetakan/identifikasi masalah, klasifikasi masalah, analisa sebab-akibat, merumuskan prioritas masalah, memetakan potensi desa dan merencanakan kegiatan. Pada tahapan ini mahasiswa harus kembali bermusyawarah dengan komunitas. Musyawarah dengan komunitas dilakukan karena yang paham tentang desa dengan permasalahannya dan solusinya adalah masyarakat sendiri. Dan nantinya rencana kegiatan yang telah disusun bersama dengan masyarakat menjadi milik masyarakat untuk diwujudkan dengan potensi yang ada di masyarakat itu sendiri. Dari beberapa mahasiswa, ada yang menyatakan : “Tahapan ini yang sedikit membuat pusing komunitas dan mahasiswa sendiri, khususnya pada analisis sebab-akibat.  Memakan waktu yang panjang dan semua masyarakat terlibat mencurahkan pendapatnya masing-masing. Sehingga prosesnya ramai sekali”. Namun kecenderungan yang muncul dari hasil analisis sebab-akibat ini adalah tidak mendalam mengali akar permasalahan dari setiap permasalahan. Ada juga mahasiswa yang menyatakan :” merasa puas dengan proses musyawarah pada tahapan ini, karena banyak masyarakat terlibat dan pembahasannya sangat mendalam”.

Akhir dari rangkaian kegiatan mahasiswa di masing-masing desa adalah menfasilitasi masyarakat menetapkan rumusan kegiatan yang akan dilakukan. Kegiatan konkrit yang menurut masyarakat dapat dilakukan dengan potensi yang mereka miliki di desa.

Ini merupakan kerja-kerja fasilitator perubahan, kehadirannya di masyarakat untuk mendidik dan menyadarkan masyarakat terhadap realitas dan sekaligus juga mampu untuk menyusun rencana aksi bersama masyarakat desa. Semoga dari puluhan tersebut ada yang tertarik untuk meniti jalan sepi ini. Salam. (bd030)

Scroll to Top