Bina Desa

KSP Dorong Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Nelayan

Robby Puruhita SW (Berbaju Batik duduk ditengah) Ketua Pansus DPRD Propinsi Sumatera Selatan membuka sidang pembahasan Ranperda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Nelayan (Foto: Bina Desa/Syahroni)

PALEMBANG, BINADESA.ORG—Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Sumatera Selatan membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda)  Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Nelayan. Rapat Pansus ini di pimpin oleh Robby Puruhita SW, Ketua Komisi 2, dan Anggota lainnya, pihak pemerintah propinsi Sumsel dihadiri oleh Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan. Dari kalangan masyarakat dihadiri oleh ormas Serikat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel,  Solidaritas Perempuan (SP) Palembang, Wahana Bumi Hijau -WBH, Serikat Petani Indonesia (SPI), sekolah YPI Ibnul Fallah dan Pegiat pertanian alami dari INAgri. Sementara itu Perwakilan Bina Desa dan Komunitas Swabina Pedesaan (KSP) menyampaikan masukannya tertulis kepada Ketua Pansus.

Pembahasan dilaksanakan  pada hari jum’at, 17 Maret 2017 lalu di ruang rapat komisi 2 DPRD sumsel. Menurut ketua pansus Robby Puruhita Ranperda ini perlu segera dibuat dan disahkan mengingat jumlah petani dan nelayan di sumsel cukup banyak dan kondisinya perlu dilindungi terkait hak-hak hidup yang layak dalam menjalankan kegiatan usaha tani dan nelayan.

JJ polong pengurus SPI, menyampaikan bahwa perlu adanya penekanan soal akses petani atas lahan pertanian, mengingat cukup banyak petani kita dlm katagori pemilik lahan sempit bahkan tidak mempunyai lahan (buruh tani). Jadi harus jelas petani dan nelayan dalam kategori apa yg harus dilindungi. Sementara perwakilan Solidaritas Perempuan (SP) Palembang Ida Ruri, mengutarakan bahwa Raperda ini harus memastikan kesetaraan gender dalam setiap pasal per pasal, mengingat kaum perempuan sebenarnya pelaku paling banyak dalam kegiatan pertanian.

Yang dilindungi dan berdayakan adalah Petani dan Nelayan Kecil
Demikian juga Syahroni pegiat pertanian agroekologis dan juga pendiri INAgri, menyampaikan semangat dari Ranperda ini harus melihat aspek, sosial-budaya, soal kelas petani nelayan yg dilindungi, kearifan lokal yg ada. Aspek ekonomi– punya keberpihakan atas peningkatan taraf hidup petani dan nelayan kecil. “Juga aspek ekologis kegiatan bertani dan nelayan harus mengikuti kaidah-kaidah pelestarian lingkungan” Tegas Syahroni. Mengingat dalam Ranperda nampak dalam pasal masih berprespektif peningkatan produksi semata dengan adanya pupuk kimia, pestisida.

Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Daerah terkait Perlindatayan (Foto: Bina Desa/Syahroni)

Bertepatan dengan pembahasan Ranperda, Rohman dan Indah Sari dari Ibnul Fallah sedang mengikuti seminar dan workshop terkait kebijakan perlindungan petani dan nelayan di Indramayu, Jawa Barat. Acara tersebut dilaksankan oleh Yayasan Bina Desa dan Serikat Nelayan Indonesia. Kegiatan ini di hadiri oleh Bupati Indramayu, Anah Sophanah dan Dirjen Perikanan Tangkap, KKP , Kepala Dinas Pertanian, Kepala Dinas KP dan Direktur Bina Desa Dwi Astuti. Menurut Achmad Yakub, dari Bina Desa dalam sambutannya acara itu bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Komunitas Swabina Pedesaan (KSP) khususnya petani dan nelayan terhadap pengetahuan UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Kedua, Mendorong KSP aktif berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan, implemenatsinya maupun penyusunan regulasi terkait di daerah maupun di desa. Terakhir adanya Jaringan Komunikasi petani dan nelayan didaerah untuk saling menguatkan dan mengawal regulasiperlindungan petani dan nelayan di daerah (###)

 

 

Scroll to Top