Bina Desa

Kegiatan Refleksi JKSP Regional Sumatera

Diskusi kelompok untuk Rencana Tindak Lanjut pada kegiatan Refleksi JKSP Region Sumatera di Deli Serdang. Foto : Dok. JKSP Region Sumatera.

Jaringan Komunitas Swabina Pedesaan (JKSP) Regional Sumatera dibentuk untuk meningkatkan penguatan dan pengembangan JKSP selain itu guna mendorong agar peran Komunitas Swabina Pedesaan (KSP) dapat lebih fokus dan terlibat aktif dalam pembangunan pedesaan secara mandiri dan berkelanjutan. Pada Januari tahun 2019 dibentuklah Komite dan pembagian wilayah menjadi regional Sumatera I dan II. Regional Sumatera I terdiri dari komunitas SIMAB (Kab. Aceh Barat), KPA (Kab. Agam), KPMD Bulu Cina (Kab. Deli Serdang), dan Koperasi Mitra Sejati Simalungun dan SNSU Serdang Bedagai sedangkan regional Sumatera II terdiri dari Ibnu Fallah (Kab. OKI), SHK Lestari (Kab. Pasewaran), SPI Lampung, SPI Bengkulu, dan Komunitas Mandiri Pangan (Jambi). Pasca satu tahun terbentuknya Region Sumatera I dan II beberapa inisiatif kegiatan pun  dilakukan oleh masing-masing region yang berfokus pada kegiatan pendidikan dan peningkatan kapasitas seperti Sekolah Lapang dan kegiatan lainya yang berkaitan dengan peningkatan keterampilan bagi komunitas. Berbagai persoalan di Pedesaaan yang beragam dan isu kebijakan nasional semakin meminggirkan hak-hak rakyat, mulai dari bidang sosial ekonomi, sosial budaya, dan sosial politik. Hal inilah yang mendasari pentingnya penguatan JKSP.

Pada tanggal 10 s.d. 12 Maret 2020 di Desa Sayum Sabah Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, JKSP Regional Sumatera mengadakan refleksi atas kegiatan pengorganisasian yang telah dilaksanakan. Kegiatan ini diikuti oleh Komunitas Swabina Pedesaaan dari tujuh provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung. Adapun tujuan refleksi adalah menguatkan peran dan fungsi KSP dalam melakukan gerakan sosial dengan melihat peluang di pedesaan, dan membangun inisiatif bersama dengan model pendekatan, strategi maupun aksi untuk memperkuat jaringan di masing-masing wilayah.

Pada hari pertama, peserta merefleksikan berbagai tantangan dan ancaman yang dihadapi oleh setiap komunitas, kemudian mendiskusikan potensi dan masalah desa. Dari hasil presentasi masing-masing komunitas menyampaikan bahwa adanya ancaman krisis kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan, dan pencemaran laut yang dapat merusak ekosistem. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan para petani dan nelayan.

Pada hari kedua diskusi mengenai ancaman dan tantangan yang dihadapi oleh setiap komunitas kembali diperdalam dengan adanya permasalahan gugatan WTO dan Omnibus law serta Undang-Undang No. 22 tahun 2019 tentang SBPB (Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan) yang semakin memperparah kondisi dan tidak menguntungkan petani kecil serta RUU Omnibus Law/RUU Cipta Kerja yang dianggap sebagai konspirasi para kapitalis dan elit politik ini semakin meminggirkan hak-hak kaum marjinal. Menyikapi hal tersebut, JKSP Region Sumatera menyampaikan sembilan Pernyataan secara tertulis yang ditujukan kepada pemerintah sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Omnibus Law (Baca : Pernyataan Sikap JKSP Region Sumatera Terhadap Omnibus Law).

Pada hari ketiga hasil refleksi diplenokan guna memudahkan serta mengidentifikasi akar masalah, institusi maupun aktor yang berperan dan berkontribusi menimbulkan masalah dan dampaknya dengan media gambar berupa sebuah pohon. Berdasarkan hasil pleno teridentifikasi empat persoalan yang sudah mengakar yaitu feodalisme, budaya patriarki, globalisasi dan neo kolonialisme. Selain itu terpetakan aktor-aktor yang berkontribusi atas masalah yang terjadi, serta regulasi dan kebijakan yang tidak berpihak menjadi pemicu utama. Hingga akhirnya menimbulkan berbagai konflik agraria, kerusakan lingkungan, dan pemiskinan. Diakhir diskusi setelah memahami persoalan secara bersama peserta merumuskan aksi untuk memperkuat Jaringan KSP di masing-masing Regional. Kegiatan ini berjalan lancar dipandu oleh Fasilitator John Pluto Sinulingga dan Dameria Rosalin Situmorang dari Yayasan Bina Desa Sadajiwa. (Agus Guntoro, 20/03/2020)

Scroll to Top