Himpunan Tani Ngudi Makmur (HTNM) menggelar pendidikan lobi dan advokasi yang diikuti oleh peserta dari 42 desa di 4 Kecamatan di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah (12-14/12).
Kegiatan yang diselenggarakan di Desa Jumantoro, Kecamatan Jumapolo tersebut dibuka oleh Wagiyo selaku pimpinan HTNM didampingi Sukamto, pengurus HTNM yang sekaligus juga pengelola program FO4A yang sedang diimplementasi salah satunya oleh HTNM, selain KSU dan koperasi perempuan KOKAMA.
Dalam sambutannya Wagiyo menyampaikan bahwa kegiatan pendidikan lobi dan advokasi merupakan upaya tindak lanjut dari proses komunikasi dan lobby atas berbagai masalah yang dihadapi oleh para petani di sedikitnya 42 desa di 4 kecamatan. \”Kami sudah melakukan koordinasi dengan sejumlah desa, baik yang menjadi basis anggota HTNM maupun yang baru akan diinisiasi. Dari diskusi dengan para petani dan pemdes di desa-desa tersebut saat ini teridentifikasi banyak permasalahan yang dihadapi oleh petani, diantaranya masalah pupuk dan harga jual hasilnpanen. Karenanya HTNM merasa terpanggil untuk menindaklanjutinya dengan upaya advokasi yang lebih masif kedepannya\”, jelas Wagiyo.
Senada dengan itu Sukamto menjelaskan pentingnya pendidikan advokasi sebagai usaha meningkatkan kapasitas anggota dalam melakukan kerja-kerja advokasi. \”Agar teman-teman punya dasar-dasar yang baik dalam melakukan advokasi dan mendukung anggota HTNM untuk mencari jalan keluar bagi masalah-masalah yang dihadapi petani\”, paparnya.
\”Saya juga senang karena Bina Desa dapat bersinergi untuk mendukung agenda pendidikan ini, sehingga tujuan Bina Desa untuk mengembangkan platform advokasi di kabupaten Karanganyar dapat memiliki kaitan erat dengan apa yang sedang kami upayakan, terutama terkait agenda FO4A yang sedang HTNM laksanakan\”, lanjutnya lagi.
Kegiatan pendidikan yang diikuti sedikitnya 30 peserta tersebut memulai hari pertamanya dengan orientasi dan membangun kesepahaman tentang ruang lingkup advokasi. Dipandu oleh seorang fasilitator, peserta tampak aktif membagi diri dalam beberapa kelompok dan bekerjasama dalam sebuah permainan jigsaw.
Masing-masing kelompok dengan antusias dan sesekali disela tawa dan perdebatan kecil berusaha menyusun sebuah puzzle yang disediakan oleh fasilitator. Meski pada akhirnya puzzle-pazzle itu tersusun penuh, namun anggota kelompok belum mendapatkan gambaran penuh dari apa yang sudah disusunnya.
Namun setelah ketiga kelompok tersebut diminta untuk bertemu dan membawa susunan puzzle masing-masing, mereka baru mendapatkan gambar penuh yang dimaksudkan, yakni bahwa gambar-gambar itu juga memiliki keterpautan dengan kelompok lain.
Melalui curah pendapat yang dilakukan berikutnya, para peserta selain menyampaikan kesulitan yang dihadapi, mereka juga mengaku sudah dapat menangkap pesan kuat yang hendak dicapai melalui permainan tersebut, yakni kerjasama dan kemampuan mememukan titik irisan dengan komponen-komponen potensial yang ada di luar kelompok dan kepentingannya.
Pelaksanaan pendidikan hari pertama cukup menyita waktu mengingat peserta banyak mengaitkan alur diskusi dengan berbagai situasi yang secara riil dihadapi oleh peserta di lapangan, yakni diantaranya kegelisahan petani tentang kelangkaan pupuk, harga jual hasil panen yang tak sepadan dengan ongkos produksi hingga kekhawatiran hilangnya pelanjut estafet pertanian dikarenakan pemuda desa tak tertarik untuk menggeluti usaha pertanian.
Menangkap situasi tersebut fasilitator pendidikan segera memanfaatkannya dengan merubah materi studi kasus yang sebenarnya telah dipersiapkan sebelumnya, menjadi materi baru dengan cerita yang diinspirasi dari hasil diskusi di hari pertama. Dan benar saja, diskusi kelompok untuk mengamati peristiwa dalam studi kasus berjudul Marwoto Menggugat tersebut cukup efektif mempermudah pemahaman para peserta tentang kerangka advokasi strategis Hal ini dikarenakan adanya interaksi langsung antara cerita dalam studi kasus dengan peristiwa sosial konkrit yang dihadapi oleh peserta. Rencananya, di hari ketiga pendidikan akan ditutup dengan materi pengembangan strategi advokasi setelah sebelumnya didahului dengan materi perencanaan advokasi strategis dengan memperkenalkan tahapan penyusunan agenda advokasi, target dan strategi advokasi.
Sartini, ketua KOKAMA, yang mengikuti secara intensif kegiatan tersebut hingga hari kedua mengaku banyak memperoleh manfaat. \”Ini tentu dapat banyak menambah wawasan dan kapasitas kita, sehingga usaha advokasi, baik oleh HTNM maupun KOKAMA atas isu-isu yang ada, akan dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan yang lebih terukur dan sistematis\”, ungkapnya di sela-sela jam istirahat.
Selain di Karanganyar, kegiatan serupa direncanakan juga akan dilakukan oleh Bina Desa bersama Komunias Swabina Pedesaan lain di sembilan kabupaten di Jawa dan Sulawesi. Kegiatan tersebut meliputi advokasi, riset dan pembangunan aliansi yang melibatkan masyarakat sipil pedesaan demi mendorong semangat dan diadopsinya prinsip-prinsip pertanian kedalam kebijakan, khususnya sektor pertanian. [ldj]