JAKARTA, BINADESA.ORG– Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus melakukan penertiban terhadap Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN) yang ada di Indonesia. Dari target 400.000 hektare (ha) tanah terlantar, Kementerian ATR telah menertibkan sekitar 23.795,45 ha. Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengatakan dari 23.795,45 ha tanah terlantar yang dibebaskan yang terbanyak berasal dari luar pulau Jawa. Seperti Sumatera, NTT ataupun kepulauan lainnya.
Ada pun TCUN seluas 23.795,445 hektare tersebut akan digunakan antara lain 1.422,24 ha untuk Reforma Agraria, 732,03 ha untuk Program Strategis Nasional dan 212,13 ha untuk cadangan negara lain. Sementara itu, 21.429,04 ha sisanya digunakan untuk mendukung bank tanah.
Menurut Sofyan, penertiban dan penatagunaan tanah terlantar tidaklah mudah karena beberapa pemilik tanah bersertifikat HGU yang tidak ingin menyerahkan kepada pemerintah. “Walaupun terlantar, orang yang punya HGU tidak pernah menyerah. Ada yang dibawa ke pengadilan tata usaha negara,” ungkapnya.
Ia menambahkan Kementerian ATR juga telah melaksanakan serah terima pendayagunaan tanah terlantar untuk kepentingan umum di Kabupaten Sukabumi seluas 40 ha kepada TNI AD dan tanah terlantar di Kabupaten Semarang seluas 29,3216 ha kepada Kepolisian RI.
“Tanah terlantar sangat banyak dinegeri ini dan untuk menatanya perlu waktu. Banyak masalah hukum mengenai tanah terlantar karena begitu dibawa ke Pengadilan, kita kalah tapi kita akan terus memperjuangakan supaya tanah di Indonesia memberikan manfaat bagi masyarakat,” ujar Sofyan.
Sofyan mengatakan lebih lanjut bahwa tanah terlantar akan lebih bermanfaat untuk membangun fasilitas umum yang berguna bagi masyarakat. “Tanah terlantar tersebut bisa dibuat untuk fasilitas olahraga seperti lapangan sepakbola tapi bisa juga digunakan untuk fasilitas militer,” kata Sofyan.
Realisasi Reforma Agraria
Sudah masuk tahun ketiga bagi pemerintahan Presiden Jokowi, janji tanah untuk rakyat melalui reforma agraria seluas 9 juta ha haruslah segera direalisasikan. Menurut Achmad Yakub, pegiat dari Bina Desa, pemerintah harus menyegerakan meredistribusi tanah untuk rakyat miskin. Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 disebutkan bahwa redistribusi tanah 9 juta ha. Bersumber kawasan hutan yang akan dilepaskan sebanyak 4,1 juta ha, tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa berlakunya, tanah terlantar, dan tanah transmigrasi yang belum bersertipikat, yang berpotensi sebagai Tanah Obyek Reforma Agraria sedikitnya sebanyak 1 juta ha. Terakhir adalah tanah milik masyarakat dengan kriteria penerima reforma agraria untuk legalisasi aset sedikitnya sebanyak 3,9 juta ha.
“Penertiban tanah terlantar atas sertifikat HGU/HGB yang dilakukan pemerintah, tujuan utamanya adalah dalamg kerangka Reforma Agraria, untuk rakyat kriteria penerima Tanah Objek Reforma agraria (TORA), jadi prioritaskan dulu rakyatnya” Ujar Yakub.
Sesuai amanah TAP MPR RI No. IX/2001, Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu pemerintah juga bisa mengalokasi TORA melalui tanah-tanah bekas hak erfpacht , tanah HGB yang telah habis masa berlakunya, tanah konflik/sengketa yang telah diselesaikan, tanah bekas tambang, tanah timbul, tanah Kelebihan Maksimum, tanah Absentee, dan tanah-tanah yang memenuhi persyaratan program sertipikasi tanah. (BD051TR)