KLATEN, BINADESA.ORG — Keberhasilan Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah menyedot perhatian banyak kalangan terutama desa. Bagaimana tidak, Desa Ponggok yang dulu dikenal sebagai desa miskin, justru telah memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan omzet mencapai Rp12 Miliar.
Kreativitas aparat desa di Kecamatan Polanharjo itu mampu mendongkrak pendapatan pengelolaan wisata Umbul Ponggok dari Rp 5 juta per tahun menjadi Rp 6,5 miliar per tahun.
Obyek wisata bernama Umbul Ponggok itu kian terkenal setelah foto-fotonya tersebar ke media sosial. Desa Ponggok pun terpilih sebagai desa wisata terbaik di Indonesia untuk kategori pemberdayaan masyarakat.
Kini badan usaha milik desa (BUMDes) Tirta Mandiri tersebut mampu memperoleh pendapatan Rp 6,5 miliar per tahun dengan keuntungan bersih mencapai Rp 3 miliar dari tempat tersebut. Keuntungannya digunakan untuk pemberdayaan usaha BUMDes yang lain.
“Ponggok dulu masih tertinggal, potensinya belum tergali. Dulu tahun 2007 ketika kami awal menjadi Kepala Desa kami bingung, Ponggok ini banyak air, tapi kami bingung mau mengolahnya seperti apa,” ujar Kepala Desa Ponggok, Junaedhi Mulyono.
Mulyono mengatakan, untuk mengembangkan BUMDes, hal yang pertama dibutuhkan selain potensi adalah permasalahan dan data. Dalam hal ini ia meminta kerjasama dari LPPM UGM untuk mengirimkan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik di desanya hingga tiga tahun berturut-turut.
Adapun KKN pertama fokus pada penelitian permasalahan desa seperti kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya. Selanjutnya KKN ke dua fokus pada potensi desa, kemudian KKN ke tiga fokus pada pemberdayaan ekonomi.
“Akhirnya kami dulu berpikir bagaimana mengolah ini seperti skripsi. Ada tantangan, banyak pengangguran, banyak rentenir, akhirnya kami bersurat ke UGM minta diadakan KKN tematik. Kami ajak untuk penelitian masalah yang ada. Karena kalau mau pengembangan, maka data yang diperlukan,” terangnya.
Ia mengakui bahwa menjadikan BUMDes berhasil bukanlah pekerjaan yang mudah, sehingga butuh komitmen besar untuk menjalankannya. Maka tidak heran jika banyak desa yang kebingungan dalam mengelola BUMDes. “Nah ini harus dikembalikan ke tujuan visi dan misi desa. Dari sini kita akan ketemu potensi desa mau diolah seperti apa,” ujarnya.
BUMDes Tirta Mandiri di Desa Ponggok memiliki 13 unit usaha yang dikelola secara profesional. Tahun 2015 BUMDes tersebut mampu meraih omzet Rp6,2 Miliar, Tahun 2016 Rp10,3 Miliar, dan Tahun 2017 hingga Oktober lalu mencapai Rp12 Miliar.
“Pengelolaan kami sudah dalam bentuk holding dan dikelola secara profesional. Potensi sekecil apapun kalau dikelola secara optimal akan menghasilkan hal yang luar biasa,” ujarnya.
Dari sekitar 700 keluarga di Desa Ponggok, 430 di antaranya menjadi pemilik dalam usaha pengelolaan obyek wisata Umbul Ponggok. Nilai investasinya sekitar Rp 5 juta per keluarga. Adapun bagi hasil yang diperoleh berkisar 7-15 persen per bulan. Dari hasil penjualan tiket dan penyewaan peranti selam air dangkal (snorkeling).
Dengan berinvestasi di BUMDes Tirta Mandiri, setiap satu keluarga bisa menerima bagi hasil sekitar Rp 400-500 ribu per bulan. Dengan pendapatan pasif (pasif income) yang diperoleh dari bagi hasil tersebut, warga Desa Ponggok memiliki tabungan untuk biaya pendidikan anaknya.
Selain warga, sejumlah lembaga di Desa Ponggok juga turut berinvestasi di BUMDes Tirta Mandiri. Tiap RW berinvestasi masing-masing Rp 50 juta, PKK Rp 100 juta, PAUD/TK juga berinvestasi Rp 25 juta. Dari investasi ini, PAUD/TK di Desa Ponggok setiap bulan punya kas Rp 2,5 juta untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.
Para ibu rumah tangga yang semula pengangguran kini turut diberdayakan dengan usaha olahan perikanan. Desa Ponggok juga membuat program satu rumah satu sarjana. Yang mana dalam hal ini, satu anak dari setiap rumah akan dibiayai kuliahnya oleh desa. Sementara dari sisi kesehatan, jika ada warga yang sakit sudah tidak lagi mikir biaya. Pemerintah desa sudah mengcover semua. (BD051TR)
Sumber Foto: Kementerian Desa