Pakar ekonomi pertanian Nandang Najmulmunir menilai, buah-buahan dari negara asing telah mengalahkan produk lokal akibat liberalisasi sektor pertanian sehingga terjadi serbuan produk buah dari berbagai negara, seperti China, Thailand, dan Australia.
“Kita bisa lihat buah-buahan impor jauh lebih dominan penjualannya ketimbang buah lokal, termasuk produk buah yang sebelumnya dikuasai dalam negeri, seperti jeruk dan durian,” ujar Nandang di Bekasi, Minggu (8/5/2011).
Ia mengatakan, produk petani Indonesia kalah bersaing dengan petani negara lain, apalagi negara-negara pengekspor memberikan subsidi sehingga biaya produksi menjadi lebih murah.
Terkait pemberlakuan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA), Nandang menilai Indonesia bisa membangun kekuatan ekonominya dari barang-barang yang belum masuk daftar liberalisasi. “Indonesia memiliki kekuatan dalam menghadapi perdagangan bebas dengan membangun potensi yang dimiliki sektor usaha kecil menengah (UKM) dan industri melalui kebijakan pemerintah prorakyat,” ujar Rektor Universitas Islam 45 Kota Bekasi itu.
Nandang melanjutkan, komoditas yang belum diliberalisasikan itulah yang dikembangkan dengan proteksi dari pemerintah. Dalam memperkuat UKM dan industri, ia menyarankan agar mereka mengambil komoditas residu yang belum diliberalisasikan dan mengembangkannya sehingga memiliki daya saing global.
Ke depan ia menyarankan agar tidak memberikan konsesi lebih besar produk yang diliberalisasikan dan pemerintah harus mampu meminimalkan jenis barang yang masuk dalam daftar perdagangan bebas itu.
Disinggung pemasaran produk liberalisasi ke daerah Indonesia bagian timur, Nandang mengatakan, pendistribusian ke dalam ruang tak kompetitif tidak akan banyak membantu karena negara lain juga akan melakukan hal sama. “Perdagangan merupakan sebuah kesetaraan. Bila kita melakukan aksi X, akan dibalas dengan sikap serupa, begitu juga dengan aksi Y yang dilakukan. Tergantung pemerintah melihat manfaatnya bila itu dilakukan,” ujar doktor bidang pembangunan regional itu.
Dalam perdagangan bebas tersebut tidak ada lagi restriksi antarperbatasan. Yang ada hanyalah penjualan produk antarwilayah bebas bea masuk.
Terkait kemungkinan penundaan pemberlakuan ACFTA oleh pemerintah, Nandang menegaskan, secara teoritis hal itu bisa saja, tetapi dalam praktiknya sangat susah diterapkan. Pemerintah Indonesia harus menanggung biaya perundingan dan kompensasi sampai seluruh prosesnya selesai dan pemberlakuannya dicabut. **[pubin/bindes/06/011]