Bina Desa

Perjuangan Bu Patmi Petani Kendeng untuk Anak Cucu dan Masyarakat Banyak

Bu Patmi (48 tahun) kedua dari kiri (kerudung biru)  salah seorang perempuan petani dari kawasan Pegunungan Kendeng yang aksi menyemen kaki di depan Istana Negara, meninggal dunia pada Selasa  (21/3/2017) dini hari. Bu Patmi mengalami kematian mendadak, meninggal dalam perjalanan dari kantor LBH Jakarta menuju Rumah Sakit St. Carolus, Salemba, Jakarta Pusat. (Foto: YLBHI)

JAKARTA, BINADESA.ORG–Petani di kawasan bentang alam karst Kendeng sejak Senin minggu lalu tepatnya 13 Maret 2017, memulai aksi kolektif untuk memprotes pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini dilakukan petani untuk menolak rencana pendirian dan pengoperasian pabrik Semen milik PT Semen Indonesia di Rembang dan semen lainnya di pegunungan Kendeng. Termasuk meminta Presiden menindak Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang menerbitkan ijin baru pada Februari 2017 untuk pertambangan semen di wilayah mereka. Padahal putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia membatalkan Ijin Lingkungan pada Oktober 2016 lalu.

Sejak awal, seluruh peserta aksi #DipasungSemen2 didampingi dan dimonitor selalu oleh tim Dokter yang siaga di YLBHI dan di lokasi aksi. Aksi protes berlangsung setiap hari, dimulai dari siang sampai sore, dengan fasilitas sanitasi lapangan dan peneduh. “Pada sore hari peserta aksi pulang ke tempat beristirahat dan menginap di YLBHI jalan Diponegoro Jakarta” terang Isnur dari YLBHI.

Kemudian pada Kamis 16 Maret menyusul kurang-lebih 55 warga dari kabupaten Pati dan Rembang bergabung melakukan aksi pengecoran kaki dengan semen.  Dua Puluh dari yang datang memulai mengecor kaki di hari Kamis tersebut. “Bu Patmi adalah salah satu dari yang mengecor kaki dengan kesadaran tanggung jawab penuh. Beliau datang sekeluarga, dengan kakak dan adiknya, dengan seijin suaminya”Jelas Isnur.

M. Sobirin dari Desantara menjelaskan bahwa Senin sore, 20 Maret 2017, perwakilan warga diundang Kepala Kantor Staf Presiden, Teten Masduki untuk berdialog di dalam kantor KSP. Perwakilan menyatakan menolak skema penyelesaian konflik yang disandarkan hanya dari hasil laporan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Proses KLHS tertutup dan bahkan sama sekali tidak menyertakan warga yang bersepakat menolak pendirian pabrik semen.

Malam harinya, diputuskan mengubah cara aksi. Sebagian besar warga akan pulang ke kampung halaman, sementara aksi akan terus dilakukan oleh 9 orang. “(Alm) Bu Patmi (48) adalah salah satu yang akan pulang sehingga cor kakinya dibuka Senin malam (21/03), dan bersiap pulang di pagi hari” tutur M. Sobirin .

Bu Patmi sebelumnya dinyatakan sehat dan dalam keadaan baik oleh Dokter. Kurang lebih pukul 02:30 dini hari (Selasa, 21 Maret 2017) setalah mandi, bu Patmi mengeluh badannya tidak nyaman, lalu mengalami kejang-kejang dan muntah. Dokter yang senang mendampingi dan bertugas segera membawa bu Patmi ke RS St. Carolus Salemba. Menjelang sampai di RS, dokter mendapatkan bahwa Bu Patmi meninggal dunia. Pihak RS St. Carolus menyatakan bahwa bu Patmi meninggal mendadak pada sekitar Pukul 02.55 dengan dugaan jantung. Innalillahi wa inna lillahi roji’un.
Pagi (21/03) jenazah  bu Patmi dipulangkan ke desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati untuk dimakamkan di desanya. Dulur-dulur kendeng juga langsung pulang menuju Kendeng.

Petani Kendeng bersama berbagai organisasi masyarakat dalam keterangan pers (21/03) menyampaikan kronologis wafatnya Bu Patmi (48thn) dan menuntut kepada pemerintah agar menghentikan pertambangan Semen dikawasan Karst Pegunungan Kendeng (Foto: Bina Desa/Achmad Yakub)

Perwakilan petani Kendeng, bu Siti menyatakan sangat berduka atas wafatnya bu Patmi. Juga merasa kecewa dengan pemerintah propinsi Jawa Tengah yang tak peduli kepada mereka sebagai warganya. “Saya sudah dua kali jalan kaki Rembang Semarang, juga dua kali memasung semen di depan istana, tak pernah pemerintah propinsi menjenguk dan memperhatikan kami” Tegas Bu Siti dalam konferensi pers di YLBHI (21/03) siang.

Tak pelak kejadian ini mengundang solidaritas dari berbagai organisasi. “Kami segenap warga-negara Republik Indonesia yang ikut menolak pendirian pabrik semen di Pegunungan Kendeng berduka atas wafatnya bu Patmi dalam aksi protes penolakan di seberang Istana Presiden ini” Ujar Dewi Kartika, Sekjen KPA.

Juga menegaskan kekecewaan pengingkaran tanggung-jawab untuk menjamin keselamatan warga-negara dan keutuhan fungsi-fungsi ekologis dari bentang alam pulau Jawa, khususnya kawasan bentang alam karst Kendeng. Sungguh ironis, bahwa di satu pihak pemerintah Republik Indonesia menggembar-gemborkan itikad dan tindakan untuk ikut menjadi resolusi sejati dari krisis perubahan iklim dan memulihkan keragaman hayati, menegakkan hukum dan melakukan pembangunan dari pinggiran (###)

Scroll to Top